Pabrik Genteng di Majalengka Beralih Gunakan Kayu Bakar
A
A
A
MAJALENGKA - Mahalnya harga gas alam membuat sejumlah pabrik genteng di Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka beralih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar tungku genteng.
Selain karena harga gas alam yang mahal, faktor lain yang menyebabkan pengrajin genteng beralih menggunakan kayu bakar, karena tidak stabilnya panas api ketika digunakan saat malam hari. Sementara pembakaran genteng sendiri lebih sering dilakukan saat malam hari.
Karena alasan tersebut kini pasokan gas alam ke sejumlah pabrik genteng di wilayah Desa Sukaraja ditutup terkecuali Pabrik Genteng Abadi. Demikian juga pasokan gas alam ke pabrik genteng di Desa Andir serta sejumlah desa lainnya yang sudah dilintasi pipa distribusi gas alam dari PT PGN.
Petugas Lapangan PT PGN Doni Lesmana mengatakan, selama ini pihaknya hanya melakukan pemeliharaan dan pemantauan terhadap sejumlah pipa gas yang semula efektif memasok gas ke sejumlah pabrik genteng di Jatiwangi. Pemantauan dilakukan untuk mencegah kemungkinan pipa gas bocor.
"Benar, sekarang saluran gas alam ke pabrik genteng ditutup atas permintaan para pengusaha. Namun, pemeliharaan jaringan pipa gas tetap kami lakukan karena gas di jaringan pipa ini masih ada," kata Doni saat tengah memperbaiki tugu pemantau di Desa Sukaraja Kecamatan Jatiwangi, kemarin.
Hal itu, menurutnya, untuk memudahkan penyaluran kembali bila ada permintaan. "Makanya setiap seratus meter terdapat tugu pemantau, guna memudahkan pemeriksaan saluran gas," ungkap Doni
Terpisah Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka, Agus Permana melalui Kepala Bidang Perindustrian Asep Iwan Haryawan membenarkan, jika sebagian besar pabrik genteng beralih menggunakan kayu bakar. "Sudah cukup lama karena penggunaan gas alam sebagai bahan bakar hanya efektif selama kurang lebih tiga tahunan," paparnya.
Sebetulnya lanjut Asep yang juga pemilik pabrik genteng, apa yang disampaikan pemilik pabrik mengenai tidak efisiennya penggunaan gas dibanding kayu bakar adalah salah. Menurutnya alasan pengusaha pabrik genteng menghentikan penggunaan gas alam, lebih karena alasan tidak mau membayar biaya bulanan, padahal penggunaan gas alam dilakukan setiap bulan.
Sedangkan penggunaan kayu bakar bisa dilakukan setiap hari dan pengeluaran uang pun dilakukan setiap hari, sehingga dianggap tidak mahal.
"Sebetulnya, jika dihitung secara matematis penggunaan bahan bakar gas jauh lebih hemat dibanding kayu bakar. Coba saja dihitung, kalau kayu bakar setiap hari bisa menghabiskan antara Rp 2.500.000, hingga Rp 3.000.000. dikalikan 30 hari bisa mencapai Rp 90.000.000 per bulan," katanya.
Sementara lanjutnya, penggunaan gas alam paling hanya menghabiskan Rp 40.000.000, hingga Rp 65.000.000, jadi jauh lebih hemat Rp 15.000.000." Namun karena bayarnya bulanan jadi mereka merasa keberatan akhirnya ya dianggap lebih mahal," pungkasnya.
Selain karena harga gas alam yang mahal, faktor lain yang menyebabkan pengrajin genteng beralih menggunakan kayu bakar, karena tidak stabilnya panas api ketika digunakan saat malam hari. Sementara pembakaran genteng sendiri lebih sering dilakukan saat malam hari.
Karena alasan tersebut kini pasokan gas alam ke sejumlah pabrik genteng di wilayah Desa Sukaraja ditutup terkecuali Pabrik Genteng Abadi. Demikian juga pasokan gas alam ke pabrik genteng di Desa Andir serta sejumlah desa lainnya yang sudah dilintasi pipa distribusi gas alam dari PT PGN.
Petugas Lapangan PT PGN Doni Lesmana mengatakan, selama ini pihaknya hanya melakukan pemeliharaan dan pemantauan terhadap sejumlah pipa gas yang semula efektif memasok gas ke sejumlah pabrik genteng di Jatiwangi. Pemantauan dilakukan untuk mencegah kemungkinan pipa gas bocor.
"Benar, sekarang saluran gas alam ke pabrik genteng ditutup atas permintaan para pengusaha. Namun, pemeliharaan jaringan pipa gas tetap kami lakukan karena gas di jaringan pipa ini masih ada," kata Doni saat tengah memperbaiki tugu pemantau di Desa Sukaraja Kecamatan Jatiwangi, kemarin.
Hal itu, menurutnya, untuk memudahkan penyaluran kembali bila ada permintaan. "Makanya setiap seratus meter terdapat tugu pemantau, guna memudahkan pemeriksaan saluran gas," ungkap Doni
Terpisah Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Majalengka, Agus Permana melalui Kepala Bidang Perindustrian Asep Iwan Haryawan membenarkan, jika sebagian besar pabrik genteng beralih menggunakan kayu bakar. "Sudah cukup lama karena penggunaan gas alam sebagai bahan bakar hanya efektif selama kurang lebih tiga tahunan," paparnya.
Sebetulnya lanjut Asep yang juga pemilik pabrik genteng, apa yang disampaikan pemilik pabrik mengenai tidak efisiennya penggunaan gas dibanding kayu bakar adalah salah. Menurutnya alasan pengusaha pabrik genteng menghentikan penggunaan gas alam, lebih karena alasan tidak mau membayar biaya bulanan, padahal penggunaan gas alam dilakukan setiap bulan.
Sedangkan penggunaan kayu bakar bisa dilakukan setiap hari dan pengeluaran uang pun dilakukan setiap hari, sehingga dianggap tidak mahal.
"Sebetulnya, jika dihitung secara matematis penggunaan bahan bakar gas jauh lebih hemat dibanding kayu bakar. Coba saja dihitung, kalau kayu bakar setiap hari bisa menghabiskan antara Rp 2.500.000, hingga Rp 3.000.000. dikalikan 30 hari bisa mencapai Rp 90.000.000 per bulan," katanya.
Sementara lanjutnya, penggunaan gas alam paling hanya menghabiskan Rp 40.000.000, hingga Rp 65.000.000, jadi jauh lebih hemat Rp 15.000.000." Namun karena bayarnya bulanan jadi mereka merasa keberatan akhirnya ya dianggap lebih mahal," pungkasnya.
(nag)