Kasus DBD di Subang Tinggi, Anggaran Penanganan Minim

Kasus DBD di Subang Tinggi, Anggaran Penanganan Minim
A
A
A
SUBANG - Kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi di Kabupaten Subang terus meningkat setiap tahun. Namun, kondisi itu belum diimbangi dengan ketersediaan anggaran penanganan yang memadai.
"Per tahun, anggaran penanggulangan DBD ini hanya Rp200 juta. Ini belum seimbang dengan tingkat penyebaran DBD yang setiap tahunnya menunjukkan peningkatan," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Budi Subiantoro kepada KORAN SINDO, Selasa (31/3/2015).
Dengan anggaran minim, pihaknya cukup kesulitan melakukan penanggulangan penyebaran DBD dan penanganannya serta pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypti. Sebab, intensitas kasus DBD terus meningkat setiap tahun.
"Dengan dana minim, kami harus menangani penyebaran DBD se-kabupaten, dengan jumlah penderita banyak. Di musim pancaroba kayak sekarang, jumlah penderita itu bisa bertambah. Upaya penanganan tentu harus lebih optimal lagi," tutur Budi.
Menurutnya, dengan anggaran yang sangat terbatas itu, pihaknya harus berpikir keras untuk menyiasati pemanfaatan dana secara efektif dan tepat sasaran.
"Keterbatasan ini membuat kami harus berpikir bagaimana caranya supaya anggaran yang sedikit tersebut, bisa digunakan maksimal untuk menanggulangi penyakit dengan jumlah kasus yang selalu bertambah setiap tahun," ucapnya.
Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Maxi menambahkan, setiap tahun, jumlah kasus DBD terus menunjukkan peningkatan.
Tahun 2011, DBD menyerang sebanyak 600 orang. Jumlah ini sempat menurun di 2012 menjadi sebanyak 400 orang, tapi berhasil merenggut nyawa tiga anak-anak.
Jumlah itu kemudian melonjak di tahun 2014 menjadi 1.100 kasus DBD, dengan korban meninggal dunia sebanyak delapan orang.
Pihaknya memprediksi, jumlah kasus DBD di tahun 2015 ini masih akan banyak. Sebab, sejak Januari-Maret, jumlah penderita DBD tercatat mencapai 215 orang. Satu orang meninggal dunia.
Untuk menekan penyebaran DBD, instansinya menempuh langkah pencegahan dengan menerapkan kewaspadaan dini, dengan melakukan sosialisasi bahaya DBD secara kontinyu kepada masyarakat, mengimbau seluruh puskesmas supaya berkoordinasi dengan camat dan para kades agar melaksanakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan metode 3M, yakni menutup, menguras, dan menimbun.
"Kami juga menggencarkan pengasapan atau fogging di seluruh titik rawan DBD. Namun, karena anggaran terbatas, terpaksa pelaksanaan fogging harus dipungut biaya," pungkas Maxi.
"Per tahun, anggaran penanggulangan DBD ini hanya Rp200 juta. Ini belum seimbang dengan tingkat penyebaran DBD yang setiap tahunnya menunjukkan peningkatan," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Budi Subiantoro kepada KORAN SINDO, Selasa (31/3/2015).
Dengan anggaran minim, pihaknya cukup kesulitan melakukan penanggulangan penyebaran DBD dan penanganannya serta pemberantasan sarang nyamuk aedes aegypti. Sebab, intensitas kasus DBD terus meningkat setiap tahun.
"Dengan dana minim, kami harus menangani penyebaran DBD se-kabupaten, dengan jumlah penderita banyak. Di musim pancaroba kayak sekarang, jumlah penderita itu bisa bertambah. Upaya penanganan tentu harus lebih optimal lagi," tutur Budi.
Menurutnya, dengan anggaran yang sangat terbatas itu, pihaknya harus berpikir keras untuk menyiasati pemanfaatan dana secara efektif dan tepat sasaran.
"Keterbatasan ini membuat kami harus berpikir bagaimana caranya supaya anggaran yang sedikit tersebut, bisa digunakan maksimal untuk menanggulangi penyakit dengan jumlah kasus yang selalu bertambah setiap tahun," ucapnya.
Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Maxi menambahkan, setiap tahun, jumlah kasus DBD terus menunjukkan peningkatan.
Tahun 2011, DBD menyerang sebanyak 600 orang. Jumlah ini sempat menurun di 2012 menjadi sebanyak 400 orang, tapi berhasil merenggut nyawa tiga anak-anak.
Jumlah itu kemudian melonjak di tahun 2014 menjadi 1.100 kasus DBD, dengan korban meninggal dunia sebanyak delapan orang.
Pihaknya memprediksi, jumlah kasus DBD di tahun 2015 ini masih akan banyak. Sebab, sejak Januari-Maret, jumlah penderita DBD tercatat mencapai 215 orang. Satu orang meninggal dunia.
Untuk menekan penyebaran DBD, instansinya menempuh langkah pencegahan dengan menerapkan kewaspadaan dini, dengan melakukan sosialisasi bahaya DBD secara kontinyu kepada masyarakat, mengimbau seluruh puskesmas supaya berkoordinasi dengan camat dan para kades agar melaksanakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan metode 3M, yakni menutup, menguras, dan menimbun.
"Kami juga menggencarkan pengasapan atau fogging di seluruh titik rawan DBD. Namun, karena anggaran terbatas, terpaksa pelaksanaan fogging harus dipungut biaya," pungkas Maxi.
(zik)