Harga Bawang Merah di Cimahi Naik 100%
A
A
A
CIMAHI - Harga bawah merah di Kota Cimahi mengalami lonjakan signifikan dalam dua minggu terakhir. Sebelumnya, bawang merah dijual di kisaran Rp16.000 per kilogram (kg), namun kini melonjak tajam hingga Rp32.000 per kg.
“Bawang jenis Sumenep (yang biasa dijadikan bawang goreng) dan bawang biasa sudah naik (harga), naiknya ber tahap mulai dari Rp20.000, naik lagi jadi Rp25.000, sekarang sudah dua minggu harganya Rp32.000,” ungkap salah seorang pedagang bawang merah di Pasar Atas Baru H Oyib, 62, yang ditemani isterinya Entin Supartini, 55, kemarin.
Pasangan suami isteri yang berjualan sejak 1987 silam itu mengatakan, kenaikan harga bawang merah berdampak pada menurunnya penjualan. Meski tidak signifikan, tetapi hal tersebut diakuinya cukup berpengaruh pada pendapatannya sehari-hari. “Pembeli yang biasa beli bawang sekilo, sekarang belinya jadi seperempat kilo,” ujar Entin. Dia menjelaskan, naiknya harga bumbu masak itu akibat kelangkaan bawang merah di Pasar Induk Caringin.
Faktor gagal panen pun, kata dia, menjadi penyebab lain kenaikan harga ini. “Kayaknya gagal panen di Brebes atau di daerah lain juga,” imbuhnya. Oyib menambahkan, faktor anomali cuaca yang kini terjadi juga berpengaruh pada naiknya harga bawang merah. Dia pun pasrah dan memaklumi lonjakan harga tersebut. “Faktor alam kan sudah bukan urusan petani, jadi kalau gagal panen bukan salah mereka (petani),” ujarnya.
Hal senada diungkapkan seorang pembeli Heri Irawan, 40. Meski mengeluh dengan naiknya harga bawang merah hingga 100%, namun dia mengaku tak mempersoalkannya. “Maklum sih kalau naik juga, gagal panen kan faktor alam. Petani juga gak bisa mengakali. Jadi saya rasa wajar,” ujar pria asal Citeureup, Kota Cimahi itu.
Pendapat berbeda dikatakan Reni, 28. Dia mengaku terbebani dengan lonjakan harga tersebut. “Harusnya pemerintah bisa melakukan hal atau antisipasi agar lonjakan harga tidak terjadi,” tegasnya. Meski begitu, dia mengaku tetap membeli bawang merah, meskipun harganya jauh lebih mahal dari biasanya. “Ya mau gimana lagi, bawang kan istilahnya sudah jadi bumbu utama masakan, paling ya dikurangin aja belinya,” pungkasnya.
Nur azis
“Bawang jenis Sumenep (yang biasa dijadikan bawang goreng) dan bawang biasa sudah naik (harga), naiknya ber tahap mulai dari Rp20.000, naik lagi jadi Rp25.000, sekarang sudah dua minggu harganya Rp32.000,” ungkap salah seorang pedagang bawang merah di Pasar Atas Baru H Oyib, 62, yang ditemani isterinya Entin Supartini, 55, kemarin.
Pasangan suami isteri yang berjualan sejak 1987 silam itu mengatakan, kenaikan harga bawang merah berdampak pada menurunnya penjualan. Meski tidak signifikan, tetapi hal tersebut diakuinya cukup berpengaruh pada pendapatannya sehari-hari. “Pembeli yang biasa beli bawang sekilo, sekarang belinya jadi seperempat kilo,” ujar Entin. Dia menjelaskan, naiknya harga bumbu masak itu akibat kelangkaan bawang merah di Pasar Induk Caringin.
Faktor gagal panen pun, kata dia, menjadi penyebab lain kenaikan harga ini. “Kayaknya gagal panen di Brebes atau di daerah lain juga,” imbuhnya. Oyib menambahkan, faktor anomali cuaca yang kini terjadi juga berpengaruh pada naiknya harga bawang merah. Dia pun pasrah dan memaklumi lonjakan harga tersebut. “Faktor alam kan sudah bukan urusan petani, jadi kalau gagal panen bukan salah mereka (petani),” ujarnya.
Hal senada diungkapkan seorang pembeli Heri Irawan, 40. Meski mengeluh dengan naiknya harga bawang merah hingga 100%, namun dia mengaku tak mempersoalkannya. “Maklum sih kalau naik juga, gagal panen kan faktor alam. Petani juga gak bisa mengakali. Jadi saya rasa wajar,” ujar pria asal Citeureup, Kota Cimahi itu.
Pendapat berbeda dikatakan Reni, 28. Dia mengaku terbebani dengan lonjakan harga tersebut. “Harusnya pemerintah bisa melakukan hal atau antisipasi agar lonjakan harga tidak terjadi,” tegasnya. Meski begitu, dia mengaku tetap membeli bawang merah, meskipun harganya jauh lebih mahal dari biasanya. “Ya mau gimana lagi, bawang kan istilahnya sudah jadi bumbu utama masakan, paling ya dikurangin aja belinya,” pungkasnya.
Nur azis
(bhr)