Rupiah Melemah, Produsen Batik Resah

Selasa, 17 Maret 2015 - 13:40 WIB
Rupiah Melemah, Produsen Batik Resah
Rupiah Melemah, Produsen Batik Resah
A A A
KAJEN - Para pengusaha batik di Kabupaten Pekalongan mulai merasakan dampak melemahnya nilai tukar rupiah pada dolar Amerika. Mereka mengeluh biaya produksi batik yang bertambah mahal.

“Sudah mulai terasa pada biaya produksi yang bertambah mahal,” ujar Ketua Kamar Dagang dan Industri( Kadin) Daerah Kabupaten Pekalongan Failasuf. Kenaikan biaya produksi batik tersebut diakibatkan pembelian bahan baku pembuatan batik yang hampir seluruhnya impor. Kenaikan ini sudah terasa sekitar dua bulan terakhir. “Sutera, katun, dan juga lilin semuanya impor.

Harganya pasti naik, apalagi jika melemahnya rupiah terjadi jangka panjang akan sangat terasa berat sekali,” katanya. Pria yang juga pengusaha batik tersebut mengungkapkan, naiknya biaya produksi otomatis naik pula harga jual batik tersebut. Hal itu dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap penurunan omzet karena pembeli tidak lagi berminat.

Melemahnya rupiah diperparah dengan kondisi cuaca yang tidak menentu dan cenderung banyak terjadi hujan sehingga membuat produksi batik menurun. “Para perajin batik masih mengandalkan sinar matahari. Jadi, penurunan produksi batik akibat hujan mencapai sekitar 30%. Saat puncaknya lalu malah menurun sampai 50%,” ucapnya. Saat cuaca cerah, pihaknya memperbanyak produksi batik.

Sementara saat terjadi hujan, dia menyiasatinya dengan menggarap produksi lain seperti desain. “Kalau produk batik tulis kan tidak dibuat massal, butuh inspirasi dan ide. Sehingga butuh waktu yang lama juga untuk produksi. Jadi saat cuaca jelek, kami siasati dengan produksi lainnya, misal design.

Saat panas, kami perbanyak penjemuran,” ucapnya. Kabid Perdagangan Disperindagkop dan UMKM Kabupaten Pekalongan Agus Dwi Nugroho membenarkan hal itu. Saat ini terjadi tren kenaikan bahan baku batik setelah merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika. “Tingginya biaya produksi ini membuat produsen batik semakin tertekan. Biaya produksi otomatis bertambah mahal.

Namun belum tentu diikuti dengan harga jual yang naik pula sebab daya beli konsumen di pasar belum tentu mampu,” ucapnya. Hal itu mengakibatkan omzet produsen batik mengalami penurunan. Pihaknya berharap para produsen batik di Kabupaten Pekalongan dan sekitarnya tetap dapat bertahan dengan kondisi tersebut. “Saya harap para produsen batik tetap survive pada keadaan ini,” kata dia.

Prahayuda febrianto
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9885 seconds (0.1#10.140)