Petani Hasilkan 12 Ton Padi per Hektare
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Hasil panen para petani di Gunungkidul diklaim meningkat signifikan. Namun, upaya pendampingan untuk meningkatkan produktivitas masih belum maksimal. Ketua Ikatan Petani Organik Gunungkidul Iswanto mengungkapkan, pola pendampingan maksimal dan intensif, semestinya hasil panen petani jauh lebih meningkat dari panen saat ini.
Dia menyebutkan, dari beberapa demplot sistem pertanian semi organiknya, mampu menghasilkan 12 ton gabah panen setiap hektarnya. “Semua karena memang adanya upaya penyadaran petani dengan sistem pertanian semi organik,” ungkapnya saat panen padi demplot di Dusun Tumpak, Ngawu, Playen, kemarin.
Menurutnya, pemerintah sudah melakukan pendampingan seperti sekolah lapangan (SL). Namun, hal tersebut masih perlu ditingkatkan untuk menggairahkan petani bercocok tanam. ”Memang memulai sebuah upaya tidak mudah. Namun, setelah kami memberikan pendampingan dan hasilnya memuaskan, petani akan sadar dan mengikuti pola kami,” ucap pensiunan polisi yang baru tiga tahun menggeluti pertanian organik ini.
Menurutnya, saat ini upaya melindungi petani juga perlu dilakukan. Kestabilan harga gabah dan beras sangat dibutuhkan petani sehingga tidak terpuruk dengan permainan harga dari distributor. “Jadi kalau perlu ada upaya membeli gabah petani dengan harga lebih tinggi saat panen, bukan justru harga murah,” kata dia. Menurut Iswanto, sistem pertanian di Gunungkidul yang masih sederhana perlu sebuah terobosan.
Dengan demikian, peningkatan hasil produksi pertanian bisa meningkat tajam dan generasi muda akan kembali menyukai pertanian. “Karena itu saya ingin membuktikan dengan sistem pertanian organik, maka akan meningkatkan derajat petani. Karena harga di pasaran sangat tinggi,” beber tokoh yang disebut-sebut bakal maju menjadi calon Bupati Gunungkidul ini. Selain peningkatan produktivitas padi, dia juga memiliki demplot untuk sayuran terutama cabai.
Suharjono
Dia menyebutkan, dari beberapa demplot sistem pertanian semi organiknya, mampu menghasilkan 12 ton gabah panen setiap hektarnya. “Semua karena memang adanya upaya penyadaran petani dengan sistem pertanian semi organik,” ungkapnya saat panen padi demplot di Dusun Tumpak, Ngawu, Playen, kemarin.
Menurutnya, pemerintah sudah melakukan pendampingan seperti sekolah lapangan (SL). Namun, hal tersebut masih perlu ditingkatkan untuk menggairahkan petani bercocok tanam. ”Memang memulai sebuah upaya tidak mudah. Namun, setelah kami memberikan pendampingan dan hasilnya memuaskan, petani akan sadar dan mengikuti pola kami,” ucap pensiunan polisi yang baru tiga tahun menggeluti pertanian organik ini.
Menurutnya, saat ini upaya melindungi petani juga perlu dilakukan. Kestabilan harga gabah dan beras sangat dibutuhkan petani sehingga tidak terpuruk dengan permainan harga dari distributor. “Jadi kalau perlu ada upaya membeli gabah petani dengan harga lebih tinggi saat panen, bukan justru harga murah,” kata dia. Menurut Iswanto, sistem pertanian di Gunungkidul yang masih sederhana perlu sebuah terobosan.
Dengan demikian, peningkatan hasil produksi pertanian bisa meningkat tajam dan generasi muda akan kembali menyukai pertanian. “Karena itu saya ingin membuktikan dengan sistem pertanian organik, maka akan meningkatkan derajat petani. Karena harga di pasaran sangat tinggi,” beber tokoh yang disebut-sebut bakal maju menjadi calon Bupati Gunungkidul ini. Selain peningkatan produktivitas padi, dia juga memiliki demplot untuk sayuran terutama cabai.
Suharjono
(bhr)