Kesenian Tingkat Tinggi dari Gianyar
A
A
A
KABUPATEN PURWAKARTA - Festival budaya Purwakarta yang digelar di Alun-alun Kabupaten Purwa karta kembali memukau ratusan warga yang hadir pada Sabtu (14/3), lalu. Rintik hujan yang mengguyur kawasan pagelaran itu tidak membuat warga beranjak untuk meninggalkan pertunjukan yang menampilkan karya seni kolosal tingkat tinggi.
Festival budaya yang digelar setiap akhir pekan ini menghadirkan kolaborasi 113 seniman Gianyar, Bali dengan seniman asal Kabupaten Purwakarta. Dalam pertunjukan tersebut tarian khas Bali menjadi pembuka sendra tari Prabu Siliwangi dalam ajang Festival Purwakarta–Gianyar. Decak suara para penari tari kecak beradu dengan irama musik pengiring saat acara yang digelar Pemkab Purwakarta dimulai. Wangi dupa yang khas menjadi aroma tersendiri dalam pegelaran malam itu.
Asap dupa yang mengepul menyelimuti para penari membuat suasana seperti upacara sakral. Sebab, penampilan 113 seniman asal Gianyar dan puluhan seniman asal Purwakarta mampu memukau para penonton yang hadir. Dalam aksinya, para seniman itu membawakan kisah Prabu Siliwangi saat terjadi perang bubat. Kolosal cerita ini sengaja diangkat dalam festival Purwakarta Gianyar oleh Bupati Gianyar, Anak Agung Gede Agung Bharata merujuk kitab Sundayana Bali tentang cerita Prabu Siliwangi.
Tema ini diapresiasi Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi sehingga lahirlah kolaborasi para seniman dalam membawakan tari kolosal ini. Menurut Bupati Gianyar Anak Agung, cerita Prabu Siliwangi sengaja ditampilkan karena memang sangat erat kaitannya dengan budaya Sunda masa lalu. Dirinya pun membawa para seniman kawakan dengan koregrafer yang sudah melalang buana di dunia internasional.
“Ini khusus untuk Purwakarta, saya tak sembarangan bawa rombongan ini. Nanti malu saya dilihat Bupati Purwakarta kalau asal-asalan. Ini seni tingkat tinggi yang memiliki makna luhur dan saya yakin bupati kita ini (Dedi Mulyadi) memiliki nilai seni itu”, jelasnya. Anak Agung mengaku, ada energi tarikan yang berbeda saat bertemu Bupati Purwakarta.
Dia menilai, sosok Dedi mampu menghadirkan Sunda dan budayanya dalam pembangunan di Purwakarta. Menurutnya, orang yang mengerti tentang dirinya, dialah yang mau tahu tentang masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. “Maka budaya kita yang paling cocok adalah yatanah kita ini, Sunda ini. Dan saya juga merasa cocok berada disini. Yang paling baik untuk kita yadari diri kita sendiri, dari budaya kita. bukan budayanya orang lain,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ingin mengembalikan tradisi orang Sunda pada budaya luhur dan tradisi masa lalunya. Karena dengan begitu, orang Sunda akan menemukan jati dirinya, mengenal masa lalunya dan menemukan masa depannya. “Islam menyebutnya innalillahi wainna illaihi roziun, berasal dari sini kembali lagi kesini. Kalau Sunda menyebutnya lembur matuh dayeuh maneuh banjar karang pamidangan,” jelas Dedi.
Untuk itu, festival budaya semacam ini menjadi ikhtiar pihaknya untuk mengembalikan kejayaan Sunda masa lalu di tanah Purwakarta. Dan Bali menurutnya menjadi penting dihadirkan di Purwakarta, karena budaya Bali berhasil membangun identitas Indonesia. “Membangun identitas Indonesia dari budaya Bali saja itu melahirkan multiplayer effect, ekonominya tumbuh, pariwisata perhotelan tumbuh, industri kreatifnya tumbuh berasal dari kebudayaan yang dimilikinya.
Ini yang kita harus belajar. Pada akhirnya ini juga menjadi sebuah keyakinan orang Bali mensucikan kampungnya, mensucikan airnya, mensucikan tanahnya, mensucikan lautnya, mensucikan hutannya. Kita hari ini orang purwakarta, kadang kita berteriak mensucikan tempat lain, tapi mengotori tempatnya sendiri. Membangga-banggakan orang lain tapi mengotori kampungnya sendiri. Untuk itu mari sejak sekarang yang tinggal di purwakarta, sucikan purwakarta,” pungkasnya.
Didin Jalaludin
Festival budaya yang digelar setiap akhir pekan ini menghadirkan kolaborasi 113 seniman Gianyar, Bali dengan seniman asal Kabupaten Purwakarta. Dalam pertunjukan tersebut tarian khas Bali menjadi pembuka sendra tari Prabu Siliwangi dalam ajang Festival Purwakarta–Gianyar. Decak suara para penari tari kecak beradu dengan irama musik pengiring saat acara yang digelar Pemkab Purwakarta dimulai. Wangi dupa yang khas menjadi aroma tersendiri dalam pegelaran malam itu.
Asap dupa yang mengepul menyelimuti para penari membuat suasana seperti upacara sakral. Sebab, penampilan 113 seniman asal Gianyar dan puluhan seniman asal Purwakarta mampu memukau para penonton yang hadir. Dalam aksinya, para seniman itu membawakan kisah Prabu Siliwangi saat terjadi perang bubat. Kolosal cerita ini sengaja diangkat dalam festival Purwakarta Gianyar oleh Bupati Gianyar, Anak Agung Gede Agung Bharata merujuk kitab Sundayana Bali tentang cerita Prabu Siliwangi.
Tema ini diapresiasi Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi sehingga lahirlah kolaborasi para seniman dalam membawakan tari kolosal ini. Menurut Bupati Gianyar Anak Agung, cerita Prabu Siliwangi sengaja ditampilkan karena memang sangat erat kaitannya dengan budaya Sunda masa lalu. Dirinya pun membawa para seniman kawakan dengan koregrafer yang sudah melalang buana di dunia internasional.
“Ini khusus untuk Purwakarta, saya tak sembarangan bawa rombongan ini. Nanti malu saya dilihat Bupati Purwakarta kalau asal-asalan. Ini seni tingkat tinggi yang memiliki makna luhur dan saya yakin bupati kita ini (Dedi Mulyadi) memiliki nilai seni itu”, jelasnya. Anak Agung mengaku, ada energi tarikan yang berbeda saat bertemu Bupati Purwakarta.
Dia menilai, sosok Dedi mampu menghadirkan Sunda dan budayanya dalam pembangunan di Purwakarta. Menurutnya, orang yang mengerti tentang dirinya, dialah yang mau tahu tentang masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. “Maka budaya kita yang paling cocok adalah yatanah kita ini, Sunda ini. Dan saya juga merasa cocok berada disini. Yang paling baik untuk kita yadari diri kita sendiri, dari budaya kita. bukan budayanya orang lain,” tambahnya.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi ingin mengembalikan tradisi orang Sunda pada budaya luhur dan tradisi masa lalunya. Karena dengan begitu, orang Sunda akan menemukan jati dirinya, mengenal masa lalunya dan menemukan masa depannya. “Islam menyebutnya innalillahi wainna illaihi roziun, berasal dari sini kembali lagi kesini. Kalau Sunda menyebutnya lembur matuh dayeuh maneuh banjar karang pamidangan,” jelas Dedi.
Untuk itu, festival budaya semacam ini menjadi ikhtiar pihaknya untuk mengembalikan kejayaan Sunda masa lalu di tanah Purwakarta. Dan Bali menurutnya menjadi penting dihadirkan di Purwakarta, karena budaya Bali berhasil membangun identitas Indonesia. “Membangun identitas Indonesia dari budaya Bali saja itu melahirkan multiplayer effect, ekonominya tumbuh, pariwisata perhotelan tumbuh, industri kreatifnya tumbuh berasal dari kebudayaan yang dimilikinya.
Ini yang kita harus belajar. Pada akhirnya ini juga menjadi sebuah keyakinan orang Bali mensucikan kampungnya, mensucikan airnya, mensucikan tanahnya, mensucikan lautnya, mensucikan hutannya. Kita hari ini orang purwakarta, kadang kita berteriak mensucikan tempat lain, tapi mengotori tempatnya sendiri. Membangga-banggakan orang lain tapi mengotori kampungnya sendiri. Untuk itu mari sejak sekarang yang tinggal di purwakarta, sucikan purwakarta,” pungkasnya.
Didin Jalaludin
(bhr)