Jualan Kaus dan Saweran Beli Alat Produksi

Jum'at, 13 Maret 2015 - 09:28 WIB
Jualan Kaus dan Saweran Beli Alat Produksi
Jualan Kaus dan Saweran Beli Alat Produksi
A A A
Industri kreatif di bidang film kini semakin berkembang di Kota Semarang. Pelakunya ti dak hanya orang-orang yang su dah mapan, anak-anak muda pun mulai banyak membuat film-film inspiratif secara indie.

Saking banyaknya orang yang ho bi membuat film ini, para sineas muda itu mem buat komuni tas yang akrab dikenal dengan Komunitas Wolfy Indie Semarang.

Ketua Komunitas Wolfy In die Semarang Avisina An driyan menceritakan, kelom pok ini didirikan pada awal 2015. Terdiri atas 13 anggota inti yang se mua nya mahasiswa Universitas PGRI Semarang. “Komunitas ini berusaha membuat sebuah kar ya seni yang tidak terpaku de ngan tu gas kampus. Sebab, apa bila meminjam alat-alat kampus hanya boleh membuat company profile kampus ataupun profil dosen.

Padahal kami ingin membuat kar ya seni yang bisa berbicara dan mengangkat nama harum kampus. Hal itulah yang men ja di alasan berdirinya komunitas ini,” katanya. Atas kondisi itu, Avisina berinisiatif mengumpulkan teman-teman yang punya minat serupa. Dalam membuat film indie, para anggotanya hanya belajar secara autodidak dengan alat seadanya. “Kami belajar secara autodidak dari baca buku dan praktik sendiri tentang pergerakan kamera, pengambilan angle , penyusunan naskah, dan masih banyak lagi,” ujar dia.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya komunitas ini mencari dana untuk membeli alat dengan menjual kaus ataupun saweran dari sesama anggota. Selain itu, mereka tak segan meminjamkan kamera DSLR sendiri demi visi yang mereka usung. Setelah uang terkumpul, mereka membeli sebuah kamera serta menyusun naskah dan jalan cerita sebuah film. “Memang sih masih amatir, peralatan juga seadanya. Naskah dibuat oleh mahasiswa sastra yang ikut masuk komunitas ini. Sementara seperti tripod kami buat seadanya dengan bantuan anggota kami dari mahasiswa teknik,” kata Avisina.

Setelah terkumpul alat, mereka nekat membuat sebuah film indie yang menceritakan sisik melik gaya hidup masyarakat urban di Kota Semarang. Sebelum membuat naskah dan jalan cerita, mereka melakukan riset agar film yang dibuat tidak hanya sebuah film fiktif belaka. “Riset perlu dalam sebuah film, kami pun terjun langsung ke lapangan guna mencari informasi dan sisik melik gaya hidup perkotaan. Semuanya kami lakukan dengan dana sendiri dan saweran,” katanya.

Melalui keterbatasanketerbatasan itu justru membuat Komunitas Wolfy Indie Semarang semangat berkarya. Mereka ingin menunjukkan bahwa di balik keterbatasan sebuah karya yang lahir dari sebuah semangat. “Dukanya sih , sebagai amatir jelas kita pasti dianggap enteng. Tapi yang namanya hobi, walaupun sulit dan dengan budget seadanya, kita tetap semangat dan membulatkan tekad,” tandas Avisina.

Saat ini Komunitas Wolfy Indie Semarang sedang membuat sebuah film yang menceritakan kisah cinta dua orang sesama jenis yang semakin marak. Mereka pun menggandeng aktor teman kuliah sendiri. “Walaupun begitu, kami bekerja secara profesional. Kami tetap membayar aktor yang kami gunakan secara saweran dengan uang saku kami,” ucapnya. Disinggung mengenai perkembangan film indie di Semarang memang masih jauh tertinggal dari kota besar lainnya. M

enurut Avisina, belum ada campur tangan dari pemerintah untuk memberikan ruang gerak bagi sineas muda di Kota Semarang. “Minimal ada tempat untuk memutar film yang dibuat. Selain itu, juga ada perhatian dari pemerintah, bisa berupa lomba ataupun parade film yang menceritakan wisata ataupun keunikan Semarang,” paparnya. Walaupun terbilang baru dan masih hijau, mereka terobsesi untuk terus mengembangkan komunitas kreatif itu.

Amin Fauzi
Kota Semarang
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0441 seconds (0.1#10.140)