Penggunaan Dana Cukai Salah Sasaran

Rabu, 04 Maret 2015 - 09:41 WIB
Penggunaan Dana Cukai Salah Sasaran
Penggunaan Dana Cukai Salah Sasaran
A A A
KUDUS - Penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCT) untuk peningkatan keterampilan masyarakat terdampak industri rokok di Kabupaten Kudus dipandang tidak efektif. Hingga kini buruh rokok masih menempati porsi terkecil pelatihan yang dibiayai dana tersebut.

Koordinator Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Slamet Machmudi mengatakan, dari data di Badan Latihan Kerja (BLK) sejak 20- 09–2014 sudah ada 26.000 peserta pelatihan keterampilan yang dibiayai dari dana cukai. Dari ribuan peserta itu, ternyata hanya 30% peserta pelatihan yang berasal dari kalangan buruh beserta anak-anaknya maupun warga yang tinggal di sekitar pabrik rokok.

"Justru yang paling banyak menikmati pelatihan malah masyarakat umum. Dari 30% itu buruh rokok juga menempati porsi yang lebih kecil lagi," katanya kemarin. Penggunaan dana cukai mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No 84/- PMK.07/2008 tentang penggunaan DBHCHT.

Salah satu kegiatan yang bisa dibiayai dengan dana cukai itu, yakni pelatihan keterampilan untuk kalangan utama terdampak industri ini. Mereka adalah buruh rokok, anak-anak buruh rokok, maupun warga yang tinggal di sekitar pabrik rokok. Sejak 2009 hingga kini sudah diselenggarakan 26 kali pelatihan dengan total dana cukai yang digunakan membiayai pelatihan keterampilan mencapai Rp76,9 miliar.

Pelatihan yang digelar antara menjahit, tata boga, komputer, bengkel, tata rias, dan lain sebagainya.Menurut Machmudi, mestinya Pemkab Kudus lebih memprioritaskan peningkatanSDMpada tigaelemenutama terdampak industri rokok ini. Itu karena geliat industri rokok di Kudus juga tak bisa dilepaskan dari peran besar mereka.

Machmudi juga menyoroti soal output pelatihan keterampilanyangdigelarBLK. Pelatihanini tidak menurunkan angka pengangguran malah, sehingga ada ketidaksinkronan dengan upaya terciptanya lapangan kerja baru. Dia menilai BLK terlalu banyak menggunakan dana cukai untuk hibah serta proyek bagi oknum pejabat dan penyelenggara lembaga pendidikan kerja (LPK).

Sementara urusan mengangkat kalangan terdampak IHT hanya menjadi upaya sampingan agar dana cukai tetap dikucurkan oleh pemerintah pusat tiap tahunnya. "Harus ada evaluasi besar-besaran terhadap penyelenggaraan pelatihan kerja di BLK. Kalau dana cukai tidak membawa dampak perubahan bagi kesejahteraan buruh rokok, mending distop saja," tandas Machmudi.

Kepala BLK Dinsosnakertrans Kudus Sajad mengaku baru sebagian kecil buruh rokok yang menikmati pelatihan keterampilan dari dana cukai. Kondisi ini terjadi lantaran sejumlah alasan, antara lain alasan pelaksanaan pelatihan bertabrakan dengan jam kerja buruh rokok tersebut. "Mereka sulit membagi waktu. Akhirnya karena tabrakan waktunya, mereka pun banyak yang memilih tidak ikut," ucapnya.

Disinggung soal output peserta pelatihan, Sajad juga mengakui jika hingga kini belum optimal. Dari 26.000 alumni, hanya sekitar 300 alumni yang bisa memulai usaha baru. Itu pun kondisinya beragam, ada yang kembang kempis, stagnan, tapi ada juga yang mulai berkembang.

"Kita sebenarnya sudah membekali mereka dengan motivasi usaha. Tapi semua itu kembali lagi ke orang yang bersangkutan," tandasnya.

Muhammad oliez
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.9972 seconds (0.1#10.140)