Rumah Sakit Tak Merawat dengan Dalih Kamar Penuh
A
A
A
KABUPATEN PURWAKARTA - Kesedihan mendalam menyelimuti keluarga Sunarsih, warga Kampung Cipancur, RT 14/07 Desa Mekarsari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta. Perempuan 40 tahun ini bingung karena memikirkan anak perempuanya, Nida Ulhasanah, 17.
Sudah berbulan-bulan Nida hanya bisa tergolek lemas di atas kasur tipis yang digelar di tengah rumah pamanya Ade Sutarman. Bahkan gadis belia berwajah ayu ini kondisinya semakin memburuk. Untuk pergi ke air saja anak tunggal Sunarsih dan mantan suaminya Hasan harus dipapah.
Begitu juga untuk makan dan minum, Nida tak bisa melakukannya sendiri. Ya, penyakit tumor yang tumbuh di kaki kanannyalah penyebnya. Penyakit ini terus mengerogoti tubuh gadis yang harusnya duduk di kelas II SMA tersebut. Semakin lama tumor tersebut semakin membesar. Akibatnya, Nida terpaksa tak melanjutkan sekolah setelah lulus dari SMP dua tahun lalu.
Ibunya Sunarsih ingin anak gadisnya sembuh dulu, jika Nida ingin melanjutkan sekolah. “Tapi ternyata penyakitnya itu hingga sekarang tak kujung sembuh. Sejumlah rumah sakit yang kami datangi mengaku tidak mampu menyembuhkan penyakit yang diderita Nida. Saya gak tahu penyebabnya. Apa mungkin karena kami gak punya uang,” lirih Sunarsih saat ditemui KORAN SINDO di rumah kakaknya kemarin.
Sunarsih menceritakan, penyakit yang tergolong ganas ini muncul ketika anaknya duduk di kelas 8 SMP. Nida selalu mengeluh sakit pada paha kananya, setelah dicek ternyata ada benjolan kecil. Sunarsih dan keluarga pun memeriksakannya ke klinik terdekat. Dokter klinik pun menyatakan jika benjolan itu tidak berbahaya. Namun semakin hari benjolan tersebut semakin membesar dan membuat Nida sulit berativitas.
“Sekitar pertengahan 2014 lalu kemudian saya memeriksakannya ke Rumah Sakit Efarina Etaham Purwakarta. Rumah sakit tersebut menyatakan tidak sanggup mengobati. Dan akhirnya merujuknya ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung,”ujarnya. Anehnya di rumah sakit pelat merah tersebut, kata Sunarsih, Nida tidak bisa dirawat, dengan alasan tidak ada kamar kosong.
Dokter rumah sakit menyuruhnya pulang dengan sarat mengikuti perawatan jalan. Setelah berkali-kali datang ke RS Hasan Sadikin itu, benjolan pada kaki kanan Nida yang semakin besar tidak kunjung diangkat. “Dari bulan April hingga Oktober 2014. Nida tidak kujung dioperasi. Karena keterbatasan biaya kami pun memutuskan mencari cara lain mengobati Nida, salah satunya dengan pengobatan tradisional,”ujar dia.
Namun ternyata tidak kunjung sembuh. Setelah itu keluarga pun kembali membawa Nida ke Rumah Sakit Bedah Ramahadi. Di rumah sakit tersebut Nida dioperasi penggakatan tumor. Namun tumor yang diangkat hanya sebagian kecil, karena dokter menyatakan operasi tidak bisa dilanjutkan, alasanya tumor sudah menjalar ke saraf.
“Lagi-lagi Nida di rujuk ke RS Hasan Sadikin pada 12 Februari 2015. Kondisinya serupa hingga sekarang Nida masih tidak bisa dirawat di rumah sakit itu, alasanya sama tidak ada kamar,”ujarnya. Hingga sekarang keluarga hanya bisa menunggu kabar dari Rumah Sakit Hasan Sadikin. Nida dirawat seadanya di rumah. Bahkan setelah tumor Nida diangkat sebagian di rumah sakit bedah di Purwakarta itu, kondisi Nida pun semakin memburuk.
“Anak saya sekarang jadi tidak bisa melihat dan juga mendengar. Gak tau kenapa. Saya bingung, harus bagai mana,”kata Sunarsih menyucurkan air mata. Sunarsih berharap ada uluran tangan dari pemberintah untuk biaya pengobatan Nida. Penghasilan Sunarsih yang setiap hari berprofesi sebagai buruh tani dan juga pedagang gorengan keliling ini mengaku tidak sanggup lagi membiayai pengobatan anaknya, bahkan untuk sekedar biaya perjalanan ke rumah sakit sekali pun.
Didin Jalaludin
Sudah berbulan-bulan Nida hanya bisa tergolek lemas di atas kasur tipis yang digelar di tengah rumah pamanya Ade Sutarman. Bahkan gadis belia berwajah ayu ini kondisinya semakin memburuk. Untuk pergi ke air saja anak tunggal Sunarsih dan mantan suaminya Hasan harus dipapah.
Begitu juga untuk makan dan minum, Nida tak bisa melakukannya sendiri. Ya, penyakit tumor yang tumbuh di kaki kanannyalah penyebnya. Penyakit ini terus mengerogoti tubuh gadis yang harusnya duduk di kelas II SMA tersebut. Semakin lama tumor tersebut semakin membesar. Akibatnya, Nida terpaksa tak melanjutkan sekolah setelah lulus dari SMP dua tahun lalu.
Ibunya Sunarsih ingin anak gadisnya sembuh dulu, jika Nida ingin melanjutkan sekolah. “Tapi ternyata penyakitnya itu hingga sekarang tak kujung sembuh. Sejumlah rumah sakit yang kami datangi mengaku tidak mampu menyembuhkan penyakit yang diderita Nida. Saya gak tahu penyebabnya. Apa mungkin karena kami gak punya uang,” lirih Sunarsih saat ditemui KORAN SINDO di rumah kakaknya kemarin.
Sunarsih menceritakan, penyakit yang tergolong ganas ini muncul ketika anaknya duduk di kelas 8 SMP. Nida selalu mengeluh sakit pada paha kananya, setelah dicek ternyata ada benjolan kecil. Sunarsih dan keluarga pun memeriksakannya ke klinik terdekat. Dokter klinik pun menyatakan jika benjolan itu tidak berbahaya. Namun semakin hari benjolan tersebut semakin membesar dan membuat Nida sulit berativitas.
“Sekitar pertengahan 2014 lalu kemudian saya memeriksakannya ke Rumah Sakit Efarina Etaham Purwakarta. Rumah sakit tersebut menyatakan tidak sanggup mengobati. Dan akhirnya merujuknya ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung,”ujarnya. Anehnya di rumah sakit pelat merah tersebut, kata Sunarsih, Nida tidak bisa dirawat, dengan alasan tidak ada kamar kosong.
Dokter rumah sakit menyuruhnya pulang dengan sarat mengikuti perawatan jalan. Setelah berkali-kali datang ke RS Hasan Sadikin itu, benjolan pada kaki kanan Nida yang semakin besar tidak kunjung diangkat. “Dari bulan April hingga Oktober 2014. Nida tidak kujung dioperasi. Karena keterbatasan biaya kami pun memutuskan mencari cara lain mengobati Nida, salah satunya dengan pengobatan tradisional,”ujar dia.
Namun ternyata tidak kunjung sembuh. Setelah itu keluarga pun kembali membawa Nida ke Rumah Sakit Bedah Ramahadi. Di rumah sakit tersebut Nida dioperasi penggakatan tumor. Namun tumor yang diangkat hanya sebagian kecil, karena dokter menyatakan operasi tidak bisa dilanjutkan, alasanya tumor sudah menjalar ke saraf.
“Lagi-lagi Nida di rujuk ke RS Hasan Sadikin pada 12 Februari 2015. Kondisinya serupa hingga sekarang Nida masih tidak bisa dirawat di rumah sakit itu, alasanya sama tidak ada kamar,”ujarnya. Hingga sekarang keluarga hanya bisa menunggu kabar dari Rumah Sakit Hasan Sadikin. Nida dirawat seadanya di rumah. Bahkan setelah tumor Nida diangkat sebagian di rumah sakit bedah di Purwakarta itu, kondisi Nida pun semakin memburuk.
“Anak saya sekarang jadi tidak bisa melihat dan juga mendengar. Gak tau kenapa. Saya bingung, harus bagai mana,”kata Sunarsih menyucurkan air mata. Sunarsih berharap ada uluran tangan dari pemberintah untuk biaya pengobatan Nida. Penghasilan Sunarsih yang setiap hari berprofesi sebagai buruh tani dan juga pedagang gorengan keliling ini mengaku tidak sanggup lagi membiayai pengobatan anaknya, bahkan untuk sekedar biaya perjalanan ke rumah sakit sekali pun.
Didin Jalaludin
(bhr)