Totalitas Untuk Matematika
A
A
A
YOGYAKARTA - Bagi sebagian orang, matematika bisa jadi merupakan momok menakutkan dan tak jarang dihindari. Tapi bagi Lia Widiyarti, 24, matematika adalah segalanya. Obsesinya menjadi guru matematika profesional menuntunnya mendalami disiplin ilmu ini.
Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) menjadi pilihannya. Tapi tentu saja, ia tak ingin menguasai matematika sendirian. Dia juga ingin yuniornya tertarik mendalami matematika yang “menakutkan” itu. Tekadnya turut memopulerkan matematika kian kuat.
Saat menginjak semester V, dia memutuskan menambah kegiatan dengan memberi les privat untuk siswa tingkat SD–SMA. Untuk siswa kelas SD, les privat menjangkau seluruh mata pelajaran umum, sedangkan SMP–SMA khusus matematika. Tambahan kegiatan membuatnya dituntut lebih cerdik membagi waktu.
Pagi hingga siang hari ia menghabiskan waktu di kampus, sore hingga malam ia mengabdikan diri untuk membantu siswa yang kesulitan memahami persoalan matematika. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, tak ada alasan bagi putri pasangan Idin Sutanto, 48, dan Wartini, 48, menjauhi les privat matematika.
Hujan dan cuaca buruk tak cukup menghambatnya untuk menempuh jarak menemui siswa les privatnya. “Bagaimana pun kondisinya tetap berangkat. Kalau tidak, nanti ada yang ketinggalan pelajaran. Kan kasihan, saya juga tidak mau siswa jadi kehilangan semangat karena pengajarnya tidak datang,” kata dara kelahiran Gunungkidul ini.
Dia mengakui pilihannya tidak mudah. Apalagi yang harus didatangi tidak semuanya di dalam Kota Yogyakarta di mana ia berdomisili, karena ada juga yang berada di wilayah Pathuk, Gunungkidul. Tapi, keinginannya agar lebih banyak yang mencintai matematika membuat semangatnya tetap menyala.
“Jumlah yang ikut les lumayan banyak. Ada enam orang, masing-masing dua kali pertemuan dalam seminggu. Tapi tetap saja, waktu itu saya harus lebih pintar membagi waktu antara kuliah dan les privat,” ujar Lia. Selain soal waktu, kesibukannya membimbing murid les privat bukan tanpa konsekuensi lain.
Kesibukan itu memaksanya harus keluar dari salah satu lembaga bimbingan belajar di Kota Yogyakarta. Tapi dia tidak menyesali keputusannya. Terlebih kian banyak siswa yang berminat mengikuti les privat matematika di rumah.
“Yang ingin belajar matematika di rumah ternyata juga banyak. Jadi saya akhirnya memutuskan keluar dan mendatangi murid ke rumahnya daripada mereka yang datang. Itu lebih memudahkan bagi mereka,” katanya.
Tarif yang ditawarkan pun cukup ramah di kantung. Untuk tingkat SD, Lia memasang tarif Rp25.000–30.000 sekali pertemuan dan SMP Rp35.000–40.000. Dan tingkat SMA senilai Rp45.000–50.000 tergantung dari jarak tempuh ke rumah siswanya.
Anditya Wicaksana, rekan sekampus Lia mengakui semangat rekannya itu. Bahkan kini setelah ia lulus, semangatnya untuk mendidik pelajar agar memahami dan mencintai matematika tidak pernah padam. “Masih semangat seperti dulu,” ucapnya.
Sodik
Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) menjadi pilihannya. Tapi tentu saja, ia tak ingin menguasai matematika sendirian. Dia juga ingin yuniornya tertarik mendalami matematika yang “menakutkan” itu. Tekadnya turut memopulerkan matematika kian kuat.
Saat menginjak semester V, dia memutuskan menambah kegiatan dengan memberi les privat untuk siswa tingkat SD–SMA. Untuk siswa kelas SD, les privat menjangkau seluruh mata pelajaran umum, sedangkan SMP–SMA khusus matematika. Tambahan kegiatan membuatnya dituntut lebih cerdik membagi waktu.
Pagi hingga siang hari ia menghabiskan waktu di kampus, sore hingga malam ia mengabdikan diri untuk membantu siswa yang kesulitan memahami persoalan matematika. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, tak ada alasan bagi putri pasangan Idin Sutanto, 48, dan Wartini, 48, menjauhi les privat matematika.
Hujan dan cuaca buruk tak cukup menghambatnya untuk menempuh jarak menemui siswa les privatnya. “Bagaimana pun kondisinya tetap berangkat. Kalau tidak, nanti ada yang ketinggalan pelajaran. Kan kasihan, saya juga tidak mau siswa jadi kehilangan semangat karena pengajarnya tidak datang,” kata dara kelahiran Gunungkidul ini.
Dia mengakui pilihannya tidak mudah. Apalagi yang harus didatangi tidak semuanya di dalam Kota Yogyakarta di mana ia berdomisili, karena ada juga yang berada di wilayah Pathuk, Gunungkidul. Tapi, keinginannya agar lebih banyak yang mencintai matematika membuat semangatnya tetap menyala.
“Jumlah yang ikut les lumayan banyak. Ada enam orang, masing-masing dua kali pertemuan dalam seminggu. Tapi tetap saja, waktu itu saya harus lebih pintar membagi waktu antara kuliah dan les privat,” ujar Lia. Selain soal waktu, kesibukannya membimbing murid les privat bukan tanpa konsekuensi lain.
Kesibukan itu memaksanya harus keluar dari salah satu lembaga bimbingan belajar di Kota Yogyakarta. Tapi dia tidak menyesali keputusannya. Terlebih kian banyak siswa yang berminat mengikuti les privat matematika di rumah.
“Yang ingin belajar matematika di rumah ternyata juga banyak. Jadi saya akhirnya memutuskan keluar dan mendatangi murid ke rumahnya daripada mereka yang datang. Itu lebih memudahkan bagi mereka,” katanya.
Tarif yang ditawarkan pun cukup ramah di kantung. Untuk tingkat SD, Lia memasang tarif Rp25.000–30.000 sekali pertemuan dan SMP Rp35.000–40.000. Dan tingkat SMA senilai Rp45.000–50.000 tergantung dari jarak tempuh ke rumah siswanya.
Anditya Wicaksana, rekan sekampus Lia mengakui semangat rekannya itu. Bahkan kini setelah ia lulus, semangatnya untuk mendidik pelajar agar memahami dan mencintai matematika tidak pernah padam. “Masih semangat seperti dulu,” ucapnya.
Sodik
(bhr)