Tanamkan Nilai-nilai Lokal bagi Warga
A
A
A
Letaknya yang cukup setrategis, berbatasan langsung dengan Kelurahan Isola, Kecamatan Cidadap dan Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, menjadikan Desa Gudangkahuripan, berpeluang menyedot wisatawan.
Selama ini, Desa Gudangkahuripan merupakan gerbang masuk ke berbagai destinasi wisata di Lembang. Gudangkahuripan menjadi “wajah” terdepan, mengambil peran dalam mengangkat potensi wisata dan budaya yang bisa berdampak terhadap perkembangan ekonomi dan wisata yang tujuan akhirnya mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah setempat menggerakkan berbagai lini kehidupan agar menarik minat wisawatan. Di sisi lain, gerakan mengangkat unsur budaya diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat atas budayanya. Salah satunya setiap Kamis seluruh perangkat desa diwajibkan memakai pakaian adat.
Untuk laki-laki memakai pangsi dan iket, sedangkan perempuan menggunakan kebaya. “Kebijakan tersebut dituangkan dalam peraturan desa,” ujar Kepala Desa Gudang kahuripan Agus Karyana kepada KORAN SINDO. Bahkan pemakaian pangsi, saat ini mulai diikuti anakanak. Di mana PAUD dan SD mulai menerapkan pemakaian baju adat Sunda, yang digunakan pada hari Rabu dan Sabtu.
“Respons masyarakat sangat baik dan terbukti sudah diikuti sekolah formal dan nonformal untuk menanamkan nilai-nilai budaya sejak dini,” tutur Agus. Dampak dari penerapan pemakaian pakaian adat Sunda, Agus mengklaim kinerja perangkat desa meningkat terutama yang berkaitan dengan berbagai kegiatan, yang selalu dilaksanakan secara bergotong-royong.
“Penerapan nilai-nilai lokal tidak hanya sebatas fesyen, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat,” bebernya. Disamping itu, salah satu kegiatan yang sudah dilakukan dengan menggelar kegiatan budaya ruwatan keempat, yang diselenggarakan berkaitan peringatan hari jadi Desa Gudangkahuripan yang ke-36.
Dalam kegiatan yang digelar sejak hari Sabtu-Minggu pekan kemarin, berbagai acara budaya dilangsungkan, mulai dari pengajian, karnaval tumpeng dan jampana yang diikuti 12 rukun warga,dan malam puncak ditutup dengan pagelaran wayang golek. Tujuan ruwatan dilaksanakan,selain merawat bumi, air, angin dan api, juga sebagai ajang silaturahmi antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintahan desa, serta mencoba mengangkat dan melestarikan budaya yang mulai pudar.
“Ini merupakan bentuk syukur kepada pencipta yang telah memberikan segalanya, juga sebagai upaya menggugah semua pihak dalam upaya melestarikan lingkungan dan budaya,” beber Agus. Sementara itu Ketua Panitia Ruwatan Mahmud Kurnia mengungkapkan, kegiatan ruwatan merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap apa yang sudah dinikmati selama ini.
Disamping itu juga sebagai bentuk penghormatan pada para leluhur dan sebagai upaya tolak bala. “Semua hasil bumi dibawa dalam iring-iringan warga,” ucapnya. Kegiatan dipusatkan di Lapang Sinapeul, Desa Gudangkahuripan, dan di sana digelar berbagai kegiatan kesenian dan budaya, seperti calung, pencak silat, karinding dan berbagai kesenian dan hiburan lainnya. “Kegiatan ini dilangsungkan selain melestarikan budaya dan kearifan lokal, juga diharapkan memperkaya khasanah budaya bagi perkembangan pariwisata,” pungkas Mahmud.
Raden Bagja Mulyana
Kota Bandung
Selama ini, Desa Gudangkahuripan merupakan gerbang masuk ke berbagai destinasi wisata di Lembang. Gudangkahuripan menjadi “wajah” terdepan, mengambil peran dalam mengangkat potensi wisata dan budaya yang bisa berdampak terhadap perkembangan ekonomi dan wisata yang tujuan akhirnya mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah setempat menggerakkan berbagai lini kehidupan agar menarik minat wisawatan. Di sisi lain, gerakan mengangkat unsur budaya diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat atas budayanya. Salah satunya setiap Kamis seluruh perangkat desa diwajibkan memakai pakaian adat.
Untuk laki-laki memakai pangsi dan iket, sedangkan perempuan menggunakan kebaya. “Kebijakan tersebut dituangkan dalam peraturan desa,” ujar Kepala Desa Gudang kahuripan Agus Karyana kepada KORAN SINDO. Bahkan pemakaian pangsi, saat ini mulai diikuti anakanak. Di mana PAUD dan SD mulai menerapkan pemakaian baju adat Sunda, yang digunakan pada hari Rabu dan Sabtu.
“Respons masyarakat sangat baik dan terbukti sudah diikuti sekolah formal dan nonformal untuk menanamkan nilai-nilai budaya sejak dini,” tutur Agus. Dampak dari penerapan pemakaian pakaian adat Sunda, Agus mengklaim kinerja perangkat desa meningkat terutama yang berkaitan dengan berbagai kegiatan, yang selalu dilaksanakan secara bergotong-royong.
“Penerapan nilai-nilai lokal tidak hanya sebatas fesyen, tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat,” bebernya. Disamping itu, salah satu kegiatan yang sudah dilakukan dengan menggelar kegiatan budaya ruwatan keempat, yang diselenggarakan berkaitan peringatan hari jadi Desa Gudangkahuripan yang ke-36.
Dalam kegiatan yang digelar sejak hari Sabtu-Minggu pekan kemarin, berbagai acara budaya dilangsungkan, mulai dari pengajian, karnaval tumpeng dan jampana yang diikuti 12 rukun warga,dan malam puncak ditutup dengan pagelaran wayang golek. Tujuan ruwatan dilaksanakan,selain merawat bumi, air, angin dan api, juga sebagai ajang silaturahmi antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemerintahan desa, serta mencoba mengangkat dan melestarikan budaya yang mulai pudar.
“Ini merupakan bentuk syukur kepada pencipta yang telah memberikan segalanya, juga sebagai upaya menggugah semua pihak dalam upaya melestarikan lingkungan dan budaya,” beber Agus. Sementara itu Ketua Panitia Ruwatan Mahmud Kurnia mengungkapkan, kegiatan ruwatan merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap apa yang sudah dinikmati selama ini.
Disamping itu juga sebagai bentuk penghormatan pada para leluhur dan sebagai upaya tolak bala. “Semua hasil bumi dibawa dalam iring-iringan warga,” ucapnya. Kegiatan dipusatkan di Lapang Sinapeul, Desa Gudangkahuripan, dan di sana digelar berbagai kegiatan kesenian dan budaya, seperti calung, pencak silat, karinding dan berbagai kesenian dan hiburan lainnya. “Kegiatan ini dilangsungkan selain melestarikan budaya dan kearifan lokal, juga diharapkan memperkaya khasanah budaya bagi perkembangan pariwisata,” pungkas Mahmud.
Raden Bagja Mulyana
Kota Bandung
(bbg)