Lupakan Masa lalu, Ingin Jadi Tuan Rumah yang Sukses
A
A
A
INDRAMAYU - Pepatah, “hujan batu di negeri sendiri lebih baik dibandingkan hujan emas di negeri orang”, seperti berlaku lagi bagi sejumlah ibu-ibu eks tenaga kerja wanita (TKW) asal Desa Balongan, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu.
Mereka sepertinya ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Mereka kini tidak lagi silau dengan tumpukan dollar dan real yang selama ini diburu ketika masih menjadi TKW di Timur Tengah. Kini eks TKW yang tergabung dalam Kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) Cengkir, bisa menghidupi keluarganya melalui sejumlah usaha makanan rumahan yang mereka geluti.
Ela Sawana, 38, salah satu koordinator Kelompok Cengkir mengaku, usaha makanan rumahan yang dibuatnya kini mampu membantu ekonomi keluarga. “Penghasilan bersih rata-rata Rp3-4 juta/bulan. Lumayan mas untuk nambah-nambah biaya dapur,”kata dia. Bersama sejumlah anggota Kelompok Cengkir lainnya, Eli memproduksi makanan ringan kemasan dan makanan basah seperti brownies, lemper dan lain-lain.
Pemasaran makanan ringan ini, eks TKW ini masih terbatas oleh jaringan lokal. “Kami juga terkendala modal usaha yang terbatas. Jadi, belum berani memasarkan ke luar Kecamatan,”kata dia. Kelompok ini merupakan kumpulan warga perajin makanan yang terbentuk atas prakarsa Pertamina, bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat- Institut Pertanian Bogor (LPPM-IPB).
Program CSR ini telah berlangsung sejak awal 2013 dan menitikberatkan kepada perbaikan kualitas hasil produksi usaha serta aspek pemasaran yang dilaksanakan melalui pendampingan secara rutin. Salah satu anggota kelompok Sokipah, 41, yang merupakan perajin terasi rebon asal Desa Balongan yang dulunya pernah mengadu keberuntungan di Arab Saudi dan Abu Dhabi menjadi TKW.
Tak tanggung-tanggung, produk terasi Tiga Putra garapannya yang dulu hanya dijual di warung-warung sekitar Desa Balongan, kini sudah mulai merambah toko dan warung di Kota Indramayu dan sekitarnya. Bahkan sudah go nasional ke Jawa Timur dan Banten.
Hal tersebut tentunya ditunjang kemasan jual yang semakin menarik, serta kualitas produk yang baik. Prestasi membanggakan juga pernah diraih Sokipah, ketika produk olahan terasinya mendapatkan predikat silver pada Indonesian CSR Awards yang diberikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Puan Maharani.
Sementara itu, PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan melalui program corporate social responsibility (CSR) melakukan pemberdayaan eks TKW yang tergabung dalam kelompok Cengkir. Anggota kelompok telah dibekali dengan pengetahuan dasar tentang pengolahan makanan secara higienis, pembuatan kemasan yang menarik dan aman serta bantuan fisik berupa alat produksi makanan, seperti oven, penggorengan, spinner dan lain sebagainya.
Tak hanya sampai di situ saja, bantuan berupa pendam pingan perizinan nomor pangan dan industri rumah tangga (PIRT) ke Dinas Kesehatan dan sertifikasi halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat pun dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar makanan yang dihasilkan dapat terjamin secara kualitas, aman dikonsumsi dan dijamin halal.
Hasil penjualan pun meningkat dikarenakan pelanggan menjadi lebih yakin untuk membeli produk hasil Kelompok Cengkir. Sejak pertama kali digagas, kelompok ini beranggotakan 12 orang yang masing-masing memiliki usaha produk olahan makanan yang berbeda-beda, antara lain kue kering, kue basah, keripik buah, rempeyek, abon, telor asin hingga terasi rebon.
Public Relations Section Head RU VI Balongan Nana Kanan mengatakan, salah satu nilai positif yang dirasakan para anggota kelompok adalah adanya multiplier effect, dimana dari 1 orang anggota kelompok dapat memekerjakan 5 hingga 8 orang tetangga di sekitarnya untukmembantu proses produksi hingga pengemasan hasil produk.
Dengan demikian, tujuan program untuk memberdayakan masyarakat dapat terwujud. “Tidak hanya Kelompok Cengkir, CSR Pertamina juga membentuk kelompok pengolah makanan lainnya, antara lain Kelompok Mutiara Samudera yang memproduksi bandeng tanpa duri di Desa Karangsong, Kelompok Cantik yang memproduksi pilus ikan dan Kelompok Patra Pamula yang memproduksi olahan buah manga di Desa Majakerta, “tambah Nana.
Tomi Indra
Mereka sepertinya ingin menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Mereka kini tidak lagi silau dengan tumpukan dollar dan real yang selama ini diburu ketika masih menjadi TKW di Timur Tengah. Kini eks TKW yang tergabung dalam Kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) Cengkir, bisa menghidupi keluarganya melalui sejumlah usaha makanan rumahan yang mereka geluti.
Ela Sawana, 38, salah satu koordinator Kelompok Cengkir mengaku, usaha makanan rumahan yang dibuatnya kini mampu membantu ekonomi keluarga. “Penghasilan bersih rata-rata Rp3-4 juta/bulan. Lumayan mas untuk nambah-nambah biaya dapur,”kata dia. Bersama sejumlah anggota Kelompok Cengkir lainnya, Eli memproduksi makanan ringan kemasan dan makanan basah seperti brownies, lemper dan lain-lain.
Pemasaran makanan ringan ini, eks TKW ini masih terbatas oleh jaringan lokal. “Kami juga terkendala modal usaha yang terbatas. Jadi, belum berani memasarkan ke luar Kecamatan,”kata dia. Kelompok ini merupakan kumpulan warga perajin makanan yang terbentuk atas prakarsa Pertamina, bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat- Institut Pertanian Bogor (LPPM-IPB).
Program CSR ini telah berlangsung sejak awal 2013 dan menitikberatkan kepada perbaikan kualitas hasil produksi usaha serta aspek pemasaran yang dilaksanakan melalui pendampingan secara rutin. Salah satu anggota kelompok Sokipah, 41, yang merupakan perajin terasi rebon asal Desa Balongan yang dulunya pernah mengadu keberuntungan di Arab Saudi dan Abu Dhabi menjadi TKW.
Tak tanggung-tanggung, produk terasi Tiga Putra garapannya yang dulu hanya dijual di warung-warung sekitar Desa Balongan, kini sudah mulai merambah toko dan warung di Kota Indramayu dan sekitarnya. Bahkan sudah go nasional ke Jawa Timur dan Banten.
Hal tersebut tentunya ditunjang kemasan jual yang semakin menarik, serta kualitas produk yang baik. Prestasi membanggakan juga pernah diraih Sokipah, ketika produk olahan terasinya mendapatkan predikat silver pada Indonesian CSR Awards yang diberikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Puan Maharani.
Sementara itu, PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan melalui program corporate social responsibility (CSR) melakukan pemberdayaan eks TKW yang tergabung dalam kelompok Cengkir. Anggota kelompok telah dibekali dengan pengetahuan dasar tentang pengolahan makanan secara higienis, pembuatan kemasan yang menarik dan aman serta bantuan fisik berupa alat produksi makanan, seperti oven, penggorengan, spinner dan lain sebagainya.
Tak hanya sampai di situ saja, bantuan berupa pendam pingan perizinan nomor pangan dan industri rumah tangga (PIRT) ke Dinas Kesehatan dan sertifikasi halal ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat pun dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar makanan yang dihasilkan dapat terjamin secara kualitas, aman dikonsumsi dan dijamin halal.
Hasil penjualan pun meningkat dikarenakan pelanggan menjadi lebih yakin untuk membeli produk hasil Kelompok Cengkir. Sejak pertama kali digagas, kelompok ini beranggotakan 12 orang yang masing-masing memiliki usaha produk olahan makanan yang berbeda-beda, antara lain kue kering, kue basah, keripik buah, rempeyek, abon, telor asin hingga terasi rebon.
Public Relations Section Head RU VI Balongan Nana Kanan mengatakan, salah satu nilai positif yang dirasakan para anggota kelompok adalah adanya multiplier effect, dimana dari 1 orang anggota kelompok dapat memekerjakan 5 hingga 8 orang tetangga di sekitarnya untukmembantu proses produksi hingga pengemasan hasil produk.
Dengan demikian, tujuan program untuk memberdayakan masyarakat dapat terwujud. “Tidak hanya Kelompok Cengkir, CSR Pertamina juga membentuk kelompok pengolah makanan lainnya, antara lain Kelompok Mutiara Samudera yang memproduksi bandeng tanpa duri di Desa Karangsong, Kelompok Cantik yang memproduksi pilus ikan dan Kelompok Patra Pamula yang memproduksi olahan buah manga di Desa Majakerta, “tambah Nana.
Tomi Indra
(bhr)