KUII Hasilkan Risalah Yogya
A
A
A
YOGYAKARTA - Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta menghasilkan tujuh rekomendasi yang kemudian disebut Risalah Yogyakarta.
Salah satu risalah adalah menyerukan umat Islam bersatu dan berperan memperbaiki kehidupan nasional yang saat ini banyak mengalami distorsi. Kongres juga mengamanahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membentuk Badan Pekerja sebagai pengawas Risalah Yogyakarta tersebut. Kemungkinan bulan depan Badan Pekerja baru bisa terbentuk.
Dalam penjelasannya, Ketua SC KUII VI Din Syamsuddin menegaskan, NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 berdasarkan Pancasila adalah puncak perjuangan citacita umat Islam. Realita yang terjadi, kehidupan nasional banyak mengalami distorsi dari cita-cita nasional.
Ketua Umum MUI ini mencontohkan distorsi tersebut ditandai dengan derasnya liberalisasi dan kapitalisasi dalam segala bidang. “Imbasnya, muncul gejala kerusakan kehidupan bangsa yang ditandai dengan perilaku pragmatis, koruptif, manipulatif, individualistik, dan hedonis,” kata Din dalam penutupan KUII VI di Yogyakarta kemarin.
Menurut dia, sebagai umat terbesar di Indonesia, umat Islam memiliki tanggung jawab terbesar membangun negara. Umat Islam wajib mengisi NKRI, membela, dan mempertahankan berdasar wawasan Islam rahmatan lil alamin dan ukhuwah basyariyah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengungkapkan, pembentukan Badan Pekerja diprakarsai oleh MUI dengan melibatkan berbagai pihak ormas- ormas Islam. Badan Pekerja akan berada di dalam struktural MUI. “Kami (MUI) akan membentuk Badan Pekerja untuk menyosialisasikan hasil kongres ke ormas dan stakeholder,” ujarnya.
Ketua OC KUII VI Anwar Abbas menambahkan, untuk membangun negara dan membangkitkan peran umat Islam, kongres menghasilkan Risalah Yogyakarta. “Risalah ini sebagai acuan, referensi umat Islam atau ormas Islam untuk bersatu, bangkit membangun negara sesuai nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan,” katanya.
Dia mengungkapkan, risalah berisi beberapa poin penting. Yaitu seruan umat Islam bersatu memberdayakan diri, baik dalam politik, ekonomi, dan sosial budaya. Hal Ini penting karena sebagai umat mayoritas, peran umat Islam belum maksimal dalam bernegara. “Untuk penyelenggara negara diserukan melakukan praktik politik ber-akhlaqul karimah. Dalam hal pembangunan ekonomi, penyelenggara negara harus memprioritaskan ekonomi kerakyatan,” kata Anwar.
Prioritas pertumbuhan hanya akan menghasilkan kesenjangan. Buktinya saat ini dari 80% perekonomian dikuasai oleh 20% warga. “Masyarakat yang lemah dan dilemahkan. Itu merupakan sebagian besar warga, tetap miskin walau pertumbuhan ekonomi tinggi,” kata Anwar.
Pada kesempatan itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru menilai umat Islam memiliki peran besar dalam kehidupan bernegara. Sebagai umat muslim terbesar di dunia, perkembangan sejarah Islam Indonesia dipenuhi budaya toleransi. “Saya bangga, sering dapat sanjungan dari luar negeri. Kita sebagai Islam terbesar namun mampu menjaga keutuhan,” kata Jokowi saat penutupan KUII VI di Yogyakarta.
Presiden mengatakan, dengan kondisi umat Islam Indonesia yang terus terjaga, maka bisa menjadi model menjaga kebersamaan dunia dengan budaya toleransi yang tinggi. “Kita (Indonesia) bisa menjadi role model dunia,” katanya.
Ridwan Anshori
Salah satu risalah adalah menyerukan umat Islam bersatu dan berperan memperbaiki kehidupan nasional yang saat ini banyak mengalami distorsi. Kongres juga mengamanahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membentuk Badan Pekerja sebagai pengawas Risalah Yogyakarta tersebut. Kemungkinan bulan depan Badan Pekerja baru bisa terbentuk.
Dalam penjelasannya, Ketua SC KUII VI Din Syamsuddin menegaskan, NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 berdasarkan Pancasila adalah puncak perjuangan citacita umat Islam. Realita yang terjadi, kehidupan nasional banyak mengalami distorsi dari cita-cita nasional.
Ketua Umum MUI ini mencontohkan distorsi tersebut ditandai dengan derasnya liberalisasi dan kapitalisasi dalam segala bidang. “Imbasnya, muncul gejala kerusakan kehidupan bangsa yang ditandai dengan perilaku pragmatis, koruptif, manipulatif, individualistik, dan hedonis,” kata Din dalam penutupan KUII VI di Yogyakarta kemarin.
Menurut dia, sebagai umat terbesar di Indonesia, umat Islam memiliki tanggung jawab terbesar membangun negara. Umat Islam wajib mengisi NKRI, membela, dan mempertahankan berdasar wawasan Islam rahmatan lil alamin dan ukhuwah basyariyah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengungkapkan, pembentukan Badan Pekerja diprakarsai oleh MUI dengan melibatkan berbagai pihak ormas- ormas Islam. Badan Pekerja akan berada di dalam struktural MUI. “Kami (MUI) akan membentuk Badan Pekerja untuk menyosialisasikan hasil kongres ke ormas dan stakeholder,” ujarnya.
Ketua OC KUII VI Anwar Abbas menambahkan, untuk membangun negara dan membangkitkan peran umat Islam, kongres menghasilkan Risalah Yogyakarta. “Risalah ini sebagai acuan, referensi umat Islam atau ormas Islam untuk bersatu, bangkit membangun negara sesuai nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan,” katanya.
Dia mengungkapkan, risalah berisi beberapa poin penting. Yaitu seruan umat Islam bersatu memberdayakan diri, baik dalam politik, ekonomi, dan sosial budaya. Hal Ini penting karena sebagai umat mayoritas, peran umat Islam belum maksimal dalam bernegara. “Untuk penyelenggara negara diserukan melakukan praktik politik ber-akhlaqul karimah. Dalam hal pembangunan ekonomi, penyelenggara negara harus memprioritaskan ekonomi kerakyatan,” kata Anwar.
Prioritas pertumbuhan hanya akan menghasilkan kesenjangan. Buktinya saat ini dari 80% perekonomian dikuasai oleh 20% warga. “Masyarakat yang lemah dan dilemahkan. Itu merupakan sebagian besar warga, tetap miskin walau pertumbuhan ekonomi tinggi,” kata Anwar.
Pada kesempatan itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru menilai umat Islam memiliki peran besar dalam kehidupan bernegara. Sebagai umat muslim terbesar di dunia, perkembangan sejarah Islam Indonesia dipenuhi budaya toleransi. “Saya bangga, sering dapat sanjungan dari luar negeri. Kita sebagai Islam terbesar namun mampu menjaga keutuhan,” kata Jokowi saat penutupan KUII VI di Yogyakarta.
Presiden mengatakan, dengan kondisi umat Islam Indonesia yang terus terjaga, maka bisa menjadi model menjaga kebersamaan dunia dengan budaya toleransi yang tinggi. “Kita (Indonesia) bisa menjadi role model dunia,” katanya.
Ridwan Anshori
(ftr)