Kudapan Rakyat yang Kembali Menghangat

Minggu, 08 Februari 2015 - 11:55 WIB
Kudapan Rakyat yang...
Kudapan Rakyat yang Kembali Menghangat
A A A
Tren Kota Bandung sebagai surga jajanan tradisional, rupanya kembali mencuat. Sempat kalah pamor dengan olahan modern, kini Parijs van Java diramaikan lagi dengan kuliner kreatif berbasis kudapan rakyat. Sebelumnya sudah muncul modifikasi penganan kue balok, kue cubit, serabi hingga martabak. Seolah tak mau ketinggalan, kue bandros khas pinggir jalan pun saat ini tengah populer. Bukan tanpa alasan, kejayaan makanan tradisi ini terangkat lagi berkat ide kreatif dan inovatif para pebisnis kuliner di Kota Kembang. Semisal bandros, kue yang identik dengan tepung beras dicampur parutan kelapa ini cukup tersohor di Bandung. Nah bandros versi modern kini semakin mudah dijumpai. Bahkan, masing-masing penjual berkompetisi menampilkan cita rasa dan keunikannya sendiri. Satu di antaranya adalah Dynos Bandros yang ada di bilangan Lengkong Kecil terlahir dari keinginan pemilik untuk berbisnis kuliner khas Sunda, bandros menjadi menu pertama yang ditawarkannya. Kedai bandros ini dibangun sejak Agustus 2013. Namun, di awal bisnisnya, tak banyak pengunjung yang datang. Sedangkan nama Dynos diangkat dari nama asli sang pemilik. Seperti terlahir kembali, kuekue tersebut disulap oleh tangan para pengusaha kreatif yang ingin menciptakan rasa baru. Meski bahan dan cara pembuatan serabi dan bandros tak jauh berbeda, namun pendiri Dynos Bandros, Isdintomadi lebih tertarik untuk menjual bandros. Mulanya, kedai Dynos sepi pengunjung. Dia pun terpacu untuk memodifikasi bandros yang dijualnya agar orangorang lebih tertarik. Dulu saya berpikir apa yang kurang dari bandros yang saya jual sehingga tak banyak pembeli yang datang. Akhirnya saya ingin berinovasi dan belajar menciptakan rasa bandros berbeda. Serabi saja bisa dimodifikasi menjadi menu unik, mengapa bandros tidak, ujar Isdintomadi. Prinsip amati, tiru dan modifikasi (ATM) millik sang pemilik menjadi faktor utama mengapa pilihan rasa bandros di sini terbilang unik dari biasanya. Dia pun membuat beberapa varian bandros, dengan dasar rasa manis dan asin. Selanjutnya ia memainkan beragam taburan di atasnya. Sebut saja green tea, keju, biskuit, atau sebagai topping bandros manis. Sedangkan untuk bandros asin, ada bahan seperti telur, sosis, baso dan sebagainya. Lalu apa rahasia kelezatan dari bandros inovatif ini? Tak beda dari bandros klasik, Dynos Bandros membuat racikan jitunya dari campurkan kelapa parut, tepung terigu, tepung beras dan telur. Sebelum dicetak, Isdintomadi memastikan adonan sudah dalam kondisi merata. Jika ingin memilih rasa sosis maka potongan sosis tipis akan dimasukkan ke dalam adonan tersebut. Selanjutnya panaskan cetakan dan olesi dengan minyak goreng. Tuangkan adonan tadi ke dalam cetakan lalu tutup hingga matang. Kemudian angkat bandros dan tiriskan di piring kecil. Untuk tambahan bisa ditaburkan atau di parut diatasnya, tambahnya. Bandros memang sangat nikmat jika disantap saat masih dalam keadaan panas. Terlebih saat musim hujan, kedai ini tak pernah sepi dari pengunjung. Meskipun tempatnya lesehan, hal ini tak mengganggu pelanggan untuk sekedar ngemil di kedai Dynos Bandros. Saya selalu menyempatkan untuk ngemil di kedai ini saat pulang ke Bandung karena rasanya enak dan unik, harganya pun murah. Apalagi di Jakarta belum ada makanan seperti bandros ini. Menu yang saya sukai selain bandros yaitu seblak dan kue cubit ungkap Ita pelanggan dari luar kota yang gemar ngemil di kedai Dynos Bandros. Bagi para pecinta jajanan khas Sunda khususnya bandros, bisa datang ke bilangan Lengkong kecil 12. Kedai ini selalu buka setiap hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 19.00 hingga pukul 00.00 WIB. Semakin malam kedai ini akan makin ramai dipadati pengunjung. Selain menawarkan bandros, kedai ini pun menyediakan seblak, kue cubit, misyusyu, dan aneka ragam minuman. Kisaran harga menu yang dipatok terbilang sangat bersahabat, antara Rp4.000-12.000/porsi. Untuk rasa bandros yang ada di sini tak usah diragukan lagi karena diracik sedemikian rupa agar terasa gurih, enak namun tetap tradisional.Dini budiman/ M-7
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1104 seconds (0.1#10.140)