Pakaian Impor Bekas Tetap Laris

Sabtu, 07 Februari 2015 - 10:22 WIB
Pakaian Impor Bekas Tetap Laris
Pakaian Impor Bekas Tetap Laris
A A A
SLAWI - Pakaian bekas impor yang banyak dijual di Kabupaten Tegal tetap laris diburu meskipun ada larangan penjualan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) karena kandungan bakteri tertentu.

Pedagang maupun pembeli tak terpengaruh adanya larangan tersebut. Salah satu pedagang pakaian impor bekas di Jalan Raya Pagongan, Dukuhturi, Darno, 37, mengatakan jumlah pembeli tak mengalami penurunan. Jumlahnya rata-rata 10 orang setiap hari. Mereka mencari pakaian impor bekas karena harganya yang sangat murah dan kondisinya masih cukup bagus. “Satu bulan ya bisa mendapat Rp10 juta, itu paling tinggi. Rata-rata Rp 5 juta,” ucapnya.

Soal bakteri penyakit di pakaian impor bekas, pria asli Palembang itu menampiknya. Dia mengaku sudah 10 tahun berjualan pakaian impor bekas disejumlahdaerahdantidakpernah ada masalah kesehatan yang diderita karena menggunakan pakaian bekas impor. “Tidak pernah ada pembeli meninggal karena pakaian bekas. Saya sudah jualan di Bandung, Malang tidak masalah. Pembeli juga sudah paham sendiri,” tandasnya.

Pakaian impor bekas yang dijual Darno berasal dari Korea dan Amerika Serikat. Dia memasoknya dari distributor di Bandung. Satu kali pasokan, dia mendapat 10 karung besar dengan waktu tidak tentu. Pedagang lainnya, Sri Widayati, mengaku akan terus berjualan pakaian bekas impor karena orang tetap banyak yang mencari.

Dia juga mengaku belum pernah mendapati adanya pelanggan yang mengeluh karena terkena penyakit setelah membeli pakaian impor bekas dagangannya. “Sudah tujuh tahun saya berdagang di sini. Tidak pernah ada masalah. Dulu sempat ada isu virus di pakaian bekas ya tidak ada masalah nyatanya,” ucapnya.

Tiap hari Sri mampu menjual sekitar 50 potong pakaian impor bekas asal Taiwan dan Tiongkok yang diperolehnya dari Bandung. Dia membeli pakaian bekas itu dengan sistem kiloan. Dia tidak mau membeberkan harga pakaian bekas itu per kilogram. “Kalau harga jualnya relatif karena berbedabeda. Mulai Rp10.000 sampai Rp150.000. Yang paling mahal itu jaket,” ujar Sri.

Salah seorang pembeli, Zaldi, 27, mengaku memilih membeli pakaian bekas impor karena harganya yang lebih murah dibandingkan jika membeli baru. Selain itu, ukuran pakaian yang tersedia juga sesuai dengan ukuran tubuhnya. “Kalau lewat ya sering mampir. Yang sering saya cari kemeja dan jins. Harga memang lebih murah karena bekas, tapi kondisinya bagus, dari luar negeri lagi,” ucapnya kemarin.

Untuk mengantisipasi adanya bakteri atau jamur, Zaldi mengaku selalu mencuci dulu pakaian bekas yang baru dibelinya. Sebelum dicuci, pakaian juga disiram dengan air panas dan direndam selama dua hari.

Farid Firdaus
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6786 seconds (0.1#10.140)