Lebih Baik Menteri Susi Selamatkan Mangrove

Rabu, 04 Februari 2015 - 14:06 WIB
Lebih Baik Menteri Susi Selamatkan Mangrove
Lebih Baik Menteri Susi Selamatkan Mangrove
A A A
MEDAN - Setelah seribuan nelayan Sibolga dan Tapanuli Tengah (Tapteng) berunjuk rasa, giliran nelayan kepiting asal Kabupaten Langkat, Serdangbedagai, dan Medan, berdemonstrasi menentang Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) No 1/2015 larangan penangkapan lobster, kepiting, dan rajungan, dalam keadaan bertelur dan pembatasan penangkapan berdasarkan ukuran minimal, kemarin.

Mereka berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut Jalan Pangeran Diponegoro Medan dan mendesak Gubernur Gatot Pujo Nugroho menyampaikan kepada Menteri KP Susi Pudjiastuti bahwa kebijakannya meresahkan nelayan. Menurut nelayan, kebijakan Menteri Susi tentang pembatasan tangkapan dan ekspor kepiting berdampak pada menurunnya kualitas ekonomi nelayan.

Misno Adi, perwakilan nelayan mengatakan, akibat terbitnya Permen KP No 1/2015, harga komoditas kepiting di tingkat agen langsung anjlok. Biasanya untuk kepiting besar dijual seharga Rp140.000 per kilogram (kg), kini agen hanya mau membeli Rp40.000 per kg. “Agen beralasan karena sekarang tidak lagi untuk ekspor. Sedangkan pasaran harga kepiting di dalam negeri tidak begitu menjanjikan,” katanya.

Selain itu, peraturan Menteri Susi juga membatasi penangkapan kepiting hanya ukuran lebar karapas di atas 15 sentimeter (cm) atau berat 150 gram juga menyulitkan bagi nelayan, khususnya nelayan budi daya kepiting lunak. Soalnya, untuk ukuran 150 gram dibudidayakan menjadi kepiting lunak akan sulit. “Karena tingkat kematiannya juga tinggi. Selama ini, kepiting kecil yang ditangkap nelayan dijual dijadikan bibit untuk kepiting lunak. Harga jual Rp20.000-an per kg,” ujarnya.

Misno menambahkan, alasan kebijakan karena kekhawatiran dengan minimnya populasi kepiting terkait persoalan tersebut juga tidak berdasar. Mereka menilai penyebab minimnya populasi lebih karena perusakan hutan bakau (mangrove) yang sangat meluas. Nelayan lainnya bernama Rahmansyah menilai, kebijakan Menteri Susi itu tidak melalui kajian matang. Kalaupun ada diberikan solusi untuk mengalihkan usaha nelayan itu dengan lainnya, juga tidak secepat kilat.

Misalnya, pembudi daya kepiting lunak sudah menanamkan investasi besar dengan membuat rak-rak dan lainnya. Kalau dialihkan ke usaha lain, investasi itu sia-sia. Kebijakan Susi lebih menyakitkan karena diberlakukan menjelang perayaan Tahun Baru Imlek dan Cap Go Meh. “Pada saat menjelang Imlek, biasanya harga kepiting cukup bagus dan permintaan besar. Tapi, dengan ada kebijakan itu membuat para nelayan terpuruk. Makin lama kami makin sulit. Kami minta bantu sampaikan aspirasi kepada menteri soal ini,” katanya.

Di sisi lain, para nelayan mengaku sepakat dengan aturan untuk tidak menangkap kepiting yang bertelur agar populasinya makin meningkat. Tapi untuk pembatasan besar itu perlu dievaluasi lagi.

Dalam pertemuan dengan Asisten III OK Zulkarnaen dan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut Johny Waldi di kantor gubernur, perwakilan nelayan mengatakan, untuk Permen KP No 2/2015 tentang pelarangan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat trawl dan pukat gandeng, seluruh nelayan setuju. Mereka juga minta pemerintah serius menangani soal hutan mangrove yang digerogoti para pengusaha hitam.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut Johny Waldi mengatakan, sebelumnya aspirasi nelayan sudah mereka sampaikan dalam pertemuan dengan Menteri KP Susi Pudjiastuti belum lama ini. “Kami minta ada kebijakan khusus dan evaluasi lagi,” katanya.

Dalam pertemuan itu, Menteri Susi berjanji akan mengeluarkan petunjuk teknis pelaksanaan aturan tersebut. “Termasuk juga soal diperbolehkannya dulu ekspor stok kepiting dari pengusaha kita sekitar 250 ton. Kalau tidak, pengusaha kita akan rugi besar,” ujar Johny.

Fakhrur Rozi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3781 seconds (0.1#10.140)