Diduga Aniaya Warga, Oknum Polisi Dilaporkan
A
A
A
SLEMAN - Sumardi Harta (59), warga Dusun Gatak, Sumberagung, Moyudan melaporkan oknum polisi Polres Bantul ke Polda DIY atas penyebab kematian anaknya, Maulana Rusadi (22). Maulana diduga mendapatkan penganiayaan saat penangkapan.
Korban menghembuskan napas terakhirnya di RS Wirosaban Yogyakarta pada Minggu (1/2/2015) setelah sepuluh hari dirawat usai ditangkap karena diduga terlibat dalam kasus penjambretan.
Penangkapan itu terjadi pada Jumat (23/1/2015) siang. Korban yang saat itu tengah berada di rumah temannya di daerah Pasekan, Balecatur, Gamping, ditangkap oleh petugas Polres Bantul dan dibawa menggunakan mobil.
Berdasarkan keterangan yang diterima keluarga dari kepolisian, saat dibawa petugas Maulana terjatuh karena melompat dari mobil. Namun, pihak keluarga merasa keterangan polisi tersebut janggal dan berbeda dengan kenyataan yang dilihatnya.
Pada Selasa (3/2/2015) siang, keluarga membawa jasad Maulana ke RSUP DR Sardjito Yogyakarta untuk diautopsi.
Menurut Bibi korban, Suhartinah (55) saat ditemui di RSUP DR Sardjito, berdasarkan yang disampaikan polisi kepada keluarga, keponakannya itu dirawat karena luka akibat jatuh dari mobil.
Namun, yang dilihat oleh keluarga, pada tubuh Maulana tidak terdapat luka lecet atau gores seperti halnya orang yang jatuh, melainkan pada bagian wajah lebam-lebam dan bagian kepala memar. "Menurut kami bekas ditempeleng atau diapain gitu," katanya.
Suhartinah yang waktu itu bersama Sumardi Harta saat menunggu proses autopsi mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterima, Maulana ditangkap bersama empat orang temannya.
Saat dibawa petugas itu, Maulana diduga mendapatkan penganiayaan. "Temannya dengar (Maulana) jerit-jerit, nangis-nangis karena mungkin disakiti atau apa, mata mereka kan ditutup, tetapi dengar (Maulana) menangis, mengeluh mengerang kesakitan," ungkapnya.
Kejanggalan lainnya, terjadi saat ibu Maulana ingin mengambil foto Maulana yang terbaring dan dirawat di ICU RS Wirosaban. Saat mengambil foto, oleh polisi yang terus berjaga pun langsung diminta untuk dihapus karena khawatir foto itu disebarluaskan.
"Polisi standby di situ, padahal foto untuk ditunjukkan pada adiknya yang di Tulungagung bahwa kondisi (Maulana) seperti ini," bebernya.
Kabid Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti membenarkan adanya laporan yang masuk ke Polda DIY terkait kejadian tersebut dengan pelapor Sumardi Harta dan nomor laporan LP/92/II/DIY/2015/SPKT tertanggal 2 Februari 2015.
Terkait adanya laporan itu, Polda DIY akan melakukan penyelidikan dan pendalaman bagaimana kejadian yang sebenarnya terjadi. "Bila nanti ditemukan bukti anggota dalam melaksanakan tugas tidak profesional pasti akan ada sanksi yang diberikan," tegasnya.
Korban menghembuskan napas terakhirnya di RS Wirosaban Yogyakarta pada Minggu (1/2/2015) setelah sepuluh hari dirawat usai ditangkap karena diduga terlibat dalam kasus penjambretan.
Penangkapan itu terjadi pada Jumat (23/1/2015) siang. Korban yang saat itu tengah berada di rumah temannya di daerah Pasekan, Balecatur, Gamping, ditangkap oleh petugas Polres Bantul dan dibawa menggunakan mobil.
Berdasarkan keterangan yang diterima keluarga dari kepolisian, saat dibawa petugas Maulana terjatuh karena melompat dari mobil. Namun, pihak keluarga merasa keterangan polisi tersebut janggal dan berbeda dengan kenyataan yang dilihatnya.
Pada Selasa (3/2/2015) siang, keluarga membawa jasad Maulana ke RSUP DR Sardjito Yogyakarta untuk diautopsi.
Menurut Bibi korban, Suhartinah (55) saat ditemui di RSUP DR Sardjito, berdasarkan yang disampaikan polisi kepada keluarga, keponakannya itu dirawat karena luka akibat jatuh dari mobil.
Namun, yang dilihat oleh keluarga, pada tubuh Maulana tidak terdapat luka lecet atau gores seperti halnya orang yang jatuh, melainkan pada bagian wajah lebam-lebam dan bagian kepala memar. "Menurut kami bekas ditempeleng atau diapain gitu," katanya.
Suhartinah yang waktu itu bersama Sumardi Harta saat menunggu proses autopsi mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diterima, Maulana ditangkap bersama empat orang temannya.
Saat dibawa petugas itu, Maulana diduga mendapatkan penganiayaan. "Temannya dengar (Maulana) jerit-jerit, nangis-nangis karena mungkin disakiti atau apa, mata mereka kan ditutup, tetapi dengar (Maulana) menangis, mengeluh mengerang kesakitan," ungkapnya.
Kejanggalan lainnya, terjadi saat ibu Maulana ingin mengambil foto Maulana yang terbaring dan dirawat di ICU RS Wirosaban. Saat mengambil foto, oleh polisi yang terus berjaga pun langsung diminta untuk dihapus karena khawatir foto itu disebarluaskan.
"Polisi standby di situ, padahal foto untuk ditunjukkan pada adiknya yang di Tulungagung bahwa kondisi (Maulana) seperti ini," bebernya.
Kabid Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti membenarkan adanya laporan yang masuk ke Polda DIY terkait kejadian tersebut dengan pelapor Sumardi Harta dan nomor laporan LP/92/II/DIY/2015/SPKT tertanggal 2 Februari 2015.
Terkait adanya laporan itu, Polda DIY akan melakukan penyelidikan dan pendalaman bagaimana kejadian yang sebenarnya terjadi. "Bila nanti ditemukan bukti anggota dalam melaksanakan tugas tidak profesional pasti akan ada sanksi yang diberikan," tegasnya.
(lis)