Lahir di Usia Kandungan 8 Bulan, Dahi Sudah Cekung
A
A
A
SRAGEN - Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Demikian pepatah yang menggambarkan nasib Naura Raisya Puti, balita asal Dusun Bekon RT 16 RW 05 Desa Krebet, Kecamatan masaran, Sragen, Jawa Tengah, yang menderita penyakit microchepalus (lingkar kepala di bawah ukuran normal).
Penderitaan yang dialami pasangan Sumarno (48) dan Puji Lestari (37), sudah dimulai ketika dilahirkan 10 Januari 2014 lalu. Kala itu, Puji Lestari telah diketahui mengandung anak kembar. Namun salah satu di antaranya terdeteksi meninggal dunia di dalam rahim.
Sehingga untuk menyelamatkan bayi yang masih hidup, Puji Lestari dioperasi caesar meski kandungannya masih dalam hitungan bulan ke delapan. “Proses kelahirannya di Rumah Sakit Fatmawati karena saat itu saya masih bekerja di Jakarta,” kata Puji Lestari saat ditemui di rumahnya di Sragen, Senin (26/1/2015).
Mencari nafkah di ibu kota telah dijalani selama tiga tahun. Selain menjadi pembantu rumah tangga (PRT), Puji Lestari juga menjual jamu keliling. Setelah dilahirkan, bayi yang meninggal dunia kemudian diberi nama Wiji Lestari. Sedangkan yang masih hidup diberi nama Naura Raisya Puti.
Kondisi Nuara tidak normal nampak karena lahir bentuk dahinya telah cekung dan ukuran kepalanya lebih kecil dibanding bayi normal. Melalui pemeriksaan serangkaian medis, Naura divonis terkena virus TORCH (Toxo, Rubella, CMV dan Herpes).
Dampak dari penyakit itu di antaranya tulang belakang dan tangan kondisinya melengkung, dan lemas tak bisa digerakkan. Dia mendapatkan informasi dari dokter kalau disebabkan karena ada penyumbatan di jaringan otak. Penyakit itu diduga berasal dari hewan kucing.
Setelah dirawat di RS Fatmawati selama 42 hari, Naura akhirnya diperkenankan pulang. Dengan kondisi anaknya yang seperti itu, Puji Lestari kemudian memutuskan pulang ke Sragen. Dia juga meminta rujukan agar anak bungsunya ini dapat dirawat di RSUD Dr Moewardi, Solo.
Namun pemindahan perawatan dari Jakarta ke Solo tidak semudah yang dibayangkan. Sebab ketika meminta rujukan dari Puskesmas, ternyata ditolak dengan alasan kartu BPJS mandiri mendaftarnya di Jakarta. Sebab BPJS yang mendaftarkan dan menanggung iurannya adalah salah satu saudaranya di Jakarta.
Dia sempat jengkel dan mengancam menuntut Puskesmas tersebut jika tidak bersedia memberikan rujukan ke RSUD Dr Moewardi. Kesulitan administrasi belum cukup sampai di situ saja. Ketika mendaftar di RSUD Dr Moewardi, ternyata diminta melapor ke kantor BPJS yang ada di Purwosari, Solo.
Namun Puji Lestari tak patah arang demi kesembuhan anaknya. Selama menjalani perawatan di RSUD Dr Moewardi, Naura mulai diketahui ternyata indera penglihatan dan pendengarannya tidak berfungsi.
Organ jantungnya ketahui tidak normal karena katup jantungnya terbuka. Penderitaan lainnya adalah sering batuk, pilek, panas dan susah buang air besar. “Buang air besarnya lima hari sekali,” tuturnya.
Meski lahir dalam kondisi kurang normal, namun Naura makan maupun minum susunya cukup lahap. Selama berobat di Moewardi, penanganan yang diberikan dia ntaranya adalah rehabilitasi medik, cek jantung, dan syarar. Sedangkan dalam waktu dekat akan menjalani cek mata dan telinga.
Cobaan yang dialami memang tak hanya di situ. Suatu ketika saat dalam perjalanan ke rumah sakit guna kontrol kesehatan anaknya, Puji kecopetan. Uang dan barang berharga lainnya amblas digondol penjahat. Namun hal itu tetap tidak membuat ia putus asa dan akan terus berupaya demi kesembuhan anaknya.
Suatu ketika, ia mendapatkan informasi dari bidan bahwa ada pengobatan herbal di Yogyakarta yang dapat menyembuhkan penyakit seperti yang diderita anaknya. Tanpa pikir panjang, Puji langsung membawa Nuara ke Yogyakarta guna untuk menjalani pengobatan. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan.
Meski baru berobat satu kali, penyakit batuk, pilek dan panas sudah tidak lagi muncul. Bercak bercak merah yang ada di tubuh secara berlahan juga mulai menghilang. Buang air besarnya juga telah rutin setiap hari sekali. Namun satu kendala yang dihadapi adalah dana. Sebab biaya berobat ke Yogyakarta membutuhkan biaya besar.
Di antaranya untuk obat herbal sebesar Rp1 juta dan madu Rp75 ribu. Belum lagi biaya transportasi yang harus ditanggung. Sedangkan suaminya hanya seorang buruh di penggilingan padi yang bayarannya Rp47 ribu/hari. Jauh dari kata cukup mengingat tiga anaknya juga membutuhkan biaya sekolah.
Belum lagi untuk keperluan rumah tangga sehari hari. Anak pertama bisa dikatakan bisa mandiri karena telah menikah. Anak kedua kuliah di Jakarta sambil bekerja. Sedangkan anak ketiga masih SMP dan keempat baru SD. “Tetap ingin anak anak saya sekolah sampai ke jenjang yang tinggi. Sebab pendidikan itu penting,” tandasnya.
Di tengah kesulitan yang dihadapi, dirinya cukup bersyukur karena masih ada beberapa orang yang membantu. Terutama untuk keperluan sehari hari anaknya yang menderita sakit. Seperti untuk membeli susu dan keperluan lainnya.
Namun, ia masih bingung bagaimana mendapatkan biaya untuk berobat lagi ke Yogyakarta. Sebab, hal itu tidak ditanggung oleh BPJS. Meski secara herbal menunjukkan tanda tanda membaik, pengobatan secara medis tetap dilanjutkan.
Dirinya yakin dan optimis penyakit anaknya bisa disembuhkan dan ada obatnya. Doa kepada Tuhan juga selalu dipanjatkan agar anaknya diberi kesembuhan.
Penderitaan yang dialami pasangan Sumarno (48) dan Puji Lestari (37), sudah dimulai ketika dilahirkan 10 Januari 2014 lalu. Kala itu, Puji Lestari telah diketahui mengandung anak kembar. Namun salah satu di antaranya terdeteksi meninggal dunia di dalam rahim.
Sehingga untuk menyelamatkan bayi yang masih hidup, Puji Lestari dioperasi caesar meski kandungannya masih dalam hitungan bulan ke delapan. “Proses kelahirannya di Rumah Sakit Fatmawati karena saat itu saya masih bekerja di Jakarta,” kata Puji Lestari saat ditemui di rumahnya di Sragen, Senin (26/1/2015).
Mencari nafkah di ibu kota telah dijalani selama tiga tahun. Selain menjadi pembantu rumah tangga (PRT), Puji Lestari juga menjual jamu keliling. Setelah dilahirkan, bayi yang meninggal dunia kemudian diberi nama Wiji Lestari. Sedangkan yang masih hidup diberi nama Naura Raisya Puti.
Kondisi Nuara tidak normal nampak karena lahir bentuk dahinya telah cekung dan ukuran kepalanya lebih kecil dibanding bayi normal. Melalui pemeriksaan serangkaian medis, Naura divonis terkena virus TORCH (Toxo, Rubella, CMV dan Herpes).
Dampak dari penyakit itu di antaranya tulang belakang dan tangan kondisinya melengkung, dan lemas tak bisa digerakkan. Dia mendapatkan informasi dari dokter kalau disebabkan karena ada penyumbatan di jaringan otak. Penyakit itu diduga berasal dari hewan kucing.
Setelah dirawat di RS Fatmawati selama 42 hari, Naura akhirnya diperkenankan pulang. Dengan kondisi anaknya yang seperti itu, Puji Lestari kemudian memutuskan pulang ke Sragen. Dia juga meminta rujukan agar anak bungsunya ini dapat dirawat di RSUD Dr Moewardi, Solo.
Namun pemindahan perawatan dari Jakarta ke Solo tidak semudah yang dibayangkan. Sebab ketika meminta rujukan dari Puskesmas, ternyata ditolak dengan alasan kartu BPJS mandiri mendaftarnya di Jakarta. Sebab BPJS yang mendaftarkan dan menanggung iurannya adalah salah satu saudaranya di Jakarta.
Dia sempat jengkel dan mengancam menuntut Puskesmas tersebut jika tidak bersedia memberikan rujukan ke RSUD Dr Moewardi. Kesulitan administrasi belum cukup sampai di situ saja. Ketika mendaftar di RSUD Dr Moewardi, ternyata diminta melapor ke kantor BPJS yang ada di Purwosari, Solo.
Namun Puji Lestari tak patah arang demi kesembuhan anaknya. Selama menjalani perawatan di RSUD Dr Moewardi, Naura mulai diketahui ternyata indera penglihatan dan pendengarannya tidak berfungsi.
Organ jantungnya ketahui tidak normal karena katup jantungnya terbuka. Penderitaan lainnya adalah sering batuk, pilek, panas dan susah buang air besar. “Buang air besarnya lima hari sekali,” tuturnya.
Meski lahir dalam kondisi kurang normal, namun Naura makan maupun minum susunya cukup lahap. Selama berobat di Moewardi, penanganan yang diberikan dia ntaranya adalah rehabilitasi medik, cek jantung, dan syarar. Sedangkan dalam waktu dekat akan menjalani cek mata dan telinga.
Cobaan yang dialami memang tak hanya di situ. Suatu ketika saat dalam perjalanan ke rumah sakit guna kontrol kesehatan anaknya, Puji kecopetan. Uang dan barang berharga lainnya amblas digondol penjahat. Namun hal itu tetap tidak membuat ia putus asa dan akan terus berupaya demi kesembuhan anaknya.
Suatu ketika, ia mendapatkan informasi dari bidan bahwa ada pengobatan herbal di Yogyakarta yang dapat menyembuhkan penyakit seperti yang diderita anaknya. Tanpa pikir panjang, Puji langsung membawa Nuara ke Yogyakarta guna untuk menjalani pengobatan. Hasilnya ternyata cukup menggembirakan.
Meski baru berobat satu kali, penyakit batuk, pilek dan panas sudah tidak lagi muncul. Bercak bercak merah yang ada di tubuh secara berlahan juga mulai menghilang. Buang air besarnya juga telah rutin setiap hari sekali. Namun satu kendala yang dihadapi adalah dana. Sebab biaya berobat ke Yogyakarta membutuhkan biaya besar.
Di antaranya untuk obat herbal sebesar Rp1 juta dan madu Rp75 ribu. Belum lagi biaya transportasi yang harus ditanggung. Sedangkan suaminya hanya seorang buruh di penggilingan padi yang bayarannya Rp47 ribu/hari. Jauh dari kata cukup mengingat tiga anaknya juga membutuhkan biaya sekolah.
Belum lagi untuk keperluan rumah tangga sehari hari. Anak pertama bisa dikatakan bisa mandiri karena telah menikah. Anak kedua kuliah di Jakarta sambil bekerja. Sedangkan anak ketiga masih SMP dan keempat baru SD. “Tetap ingin anak anak saya sekolah sampai ke jenjang yang tinggi. Sebab pendidikan itu penting,” tandasnya.
Di tengah kesulitan yang dihadapi, dirinya cukup bersyukur karena masih ada beberapa orang yang membantu. Terutama untuk keperluan sehari hari anaknya yang menderita sakit. Seperti untuk membeli susu dan keperluan lainnya.
Namun, ia masih bingung bagaimana mendapatkan biaya untuk berobat lagi ke Yogyakarta. Sebab, hal itu tidak ditanggung oleh BPJS. Meski secara herbal menunjukkan tanda tanda membaik, pengobatan secara medis tetap dilanjutkan.
Dirinya yakin dan optimis penyakit anaknya bisa disembuhkan dan ada obatnya. Doa kepada Tuhan juga selalu dipanjatkan agar anaknya diberi kesembuhan.
(lis)