Anak Berhak atas Pendidikan yang Layak
A
A
A
Di Kota Pekalongan hanya dengan sebuah rumahrumahan dari kardus bekas yang dimodifikasi sudah bisa membuat anak-anak usia dini belajar mulai dari berhitung, sosial, moral, agama hingga bahasa.
Adalah Arief Sulistiono, 27, warga Kelurahan Klego, Kecamatan Pekalongan Timur, sosok penemu metode pendidikan anak usia dini yangdisebut “Rumah Pintar”. Kala menemukan metode rumah pintar, dia masih duduk di kelas dua SMA. Lama tak terdengar, ternyata pemuda sederhana itu masih terus menggeluti pendidikan untuk anak usia dini.
Setelah lulus kejar paket C, kini dia sedang menyelesaikan kuliah pada Universitas Terbuka di Kota Pekalongan dengan beasiswa dari pemerintah. Kemarin KORAN SINDO menyambangi PAUD Bougenvil di Jalan Jlamprang Klego, berikut perbicangannya.
Apa latar belakang mendirikan “R umah P intar “ ?
Sekitar tahun 2006 pendidikan saya terpaksa berhenti hanya sampai kelas 2 SMA, karena kondisi ekonomi. Ayah saya hanya seorang buruh serabutan dan kadang membantu sang ibu berjualan sayuran. Tak tamat SMA, saya ikut membantu PAUD Bougenvil di kampung saya sebagai tenaga administrasi pada 2007. Sekitar 2009 saya mulai membantu mengajar anak-anak, saat itu PAUD kekurangan tenaga pengajar, dua di antara tenaga pendidiknya sedang hamil. Saya meneruskan pendidikan dengan mengikuti kejar paket C. Dari situ tahun demi tahun saya aktif dalam dunia pendidikan anak usia dini.
Dari mana ide awal munculnya “R umah P intar “ ?
Ini karena mahalnya alat pendukung kegiatan belajar mengajar untuk PAUD atau alat peraga pendidikan, sedangkan pendapatan PAUD tak seberapa. Disisi lain, anak-anak PAUD tetap harus belajar menggunakan alat permainan yang edukatif. Sehingga saya memeras otak, yang akhirnya pikirannya tertuju pada barang bekas. Selama masih bisa kita buat sendiri menggunakan barang bekas, kenapa tidak. Saya akhirnya membuat rumah rumahan dari kardus bekas.
Apa metode pendidikan yang diterapkan di rumah pintar itu?
Anak-anak PAUD bisa langsung praktek sambil bermain. Rumah pintar ini bentuknya kotak kardus yang berisi sejumlah aspek pendidikan untuk anak usia dini dengan bermain. Misalnya konsep pohon angka, yang secara tidak langsung mengajarkan anakanak PAUD menghafal dan berhitung angka. Anak usia dini memang tidak diperbolehkan diajarkan menulis, pola pendidikannya lebih ke bermain.
Selain itu bentuk geometri pada sisi lain dinding rumah pintar untuk mengenalkan anak berbagai bentuk, baik bangun ruang maupun datar. Ada pula aspek agama, moral pada sisi dinding lain pada rumah pintar itu, serta tak ketinggalan mengenalkan bahasa kepada anak usia dini. Cara mengenalkan bahasa ke anak-anak, biasanya saya lakukan dengan masuk ke dalam rumah pintar itu, kemudian saya bercerita menggunakan boneka tangan.
Rumah pintas juga memiliki peran bagi anak usia dini untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Misal salah satu anak masuk ke dalam rumah itu, sedangkan lainnya berada di luar, nantinya otomatis akan terbentuk komunikasi di antara mereka. Selain menggunakan rumah pintar, saya juga mengajarkan anak PAUD seperti umumnya, seperti untuk melatih motorik halus dengan menggunting, mewarnai dan lain-lain. Sementara untuk melatih motorik kasarnya, dia mengajak anak-anak bermain seperti mendorong atau atau meloncat.
Ada hambatan dalam mengajar dengan metode ini?
Kekurangan dari metode ini adalah tidak awet. Sebab bahan yang digunakan terbuat dari kardus bekas. Sehingga bisa dengan mudah rusak, jika terkena air. Apalagi daerah sekitar sini juga sempat terkena banjir. Saat ini saya masih terus berfikir untuk mencari solusi bahan yang lebih kuat dan permanen. Selain itu juga yang bisa dibongkar pasang atau knock down . Sebab bentuknya yang besar membuat rumah pintar kurang fleksibel dibawa ke lain tempat. Sehingga praktis dibawa bepergian.
Bagaimana hasilnya?
Anak-anak dari tahun ke tahun terlihat lebih senang dan kreatif. Selain itu, guru-guru juga lebih kreatif. Sebab guru-guru juga terdorong untuk memanfaatkan barang bekas. Tidak hanya guru-guru di lingkungan PAUD Bougenvil, namun juga hampir guru PAUD di sejumlah wilayah di Kota Pekalongan. Sebab saya diminta oleh dinas untuk mengisi sejumlah pelatihan pembuatan mainan dari barang bekas yang bisa digunakan untuk mengajar anak PAUD.
Menggunakan rumah pintar, anak-anak menjadi lebih pandai dan kreatif. Selain itu dengan sejumlah modifikasi seperti gerobak pintar, anak-anak menjadi lebih tertib dan patuh terhadap guru maupun orang tua. Seperti misalnya sebelumnya, usai bermain atau makan, mainan dan sampah bekas bekas makanan ditinggal begitu saja.
Siapa segmen rumah pintar ini?
Segmen rumah pintar ini adalah masyarakat lapisan menengah ke bawah. Saya dulu juga tidak bisa masuk taman kanak-kanak karena keterbatasan ekonomi orang tua. Itu juga yang menjadikan salah satu motivasi saya untuk berbuat lebih bagi pendidikan masyarakat, terutama kalangan bawah. Saya berfikir apa yang bisa saya berikan kepada masyarakat kurang mampu, agar mereka bisa tetap mengenyam pendidikan yang layak. Cukup saya saja yang tidak bisa bersekolah di taman kanak-kanak.
Katanya malah diminta ibu-ibu untuk mendirikan PAUD?
Pada 2011 saya diminta ibuibu warga RW VII untuk kembali membentuk PAUD. Mereka ini anak-anaknya, bersekolah di PAUD Bougenvil, tapi terlalu jauh. Banyaak warga tak mempunyai kendaraan, untuk mengantar jemput anaknya. Selain itu, mereka ingin aktifitas mereka sebagai ibu rumah tangga tidak terganggu. Kemudian saya diminta menjadi Kepala Sekolah di PAUD RW VII.
Darimana dana untuk mengelola PAUD ini?
Anggaran untuk pengeloaan PAUD tersebut kami peroleh dari swadaya para wali murid. Sekali berangkat ke PAUD, sekarang wali murid membayar Rp2.000, kalau dulu cuma Rp1.000. Namun bagi warga yang kurang mampu, biasanya kami memberikan toleransi semampunya atau gratis. Uang hasil swadaya wali murid itu, biasanya digunakan untuk makanan tambahan bagi siswa, serta kebutuhan PAUD, seperti kertas, alat tulis kantor, alat-alat kebersihan transport guru.
Honor bagi guru setempat kurang memadahi. Namun bagi guru dan semua pengurus PAUD Bougenvil adalah pengabdian terhadap masyarakat. Sehingga masyarakat kalangan bawah bisa mengenyam pendidikan dengan baik. Selain itu, uang hasil lomba 2012 lalu sebagian saya belikan untuk kebutuhan PAUD, seperti bangku-bangku, loker barang untuk anak didik, serta proyektor. Sehingga pada momen tertentu, anak-anak kita ajak nonton film-film anak yang mendidik dan tidak perlu lagi meminjam proyektor ke tempat lain.
Apa hasil yang ingin anda peroleh dengan mendirikan rumah pintar ini?
Ada kepuasan tersendiri bagi saya, sebab bisa memberikan kontribusi di dunia pendidikan, meskipun belum seberapa. Alhamdulillah sekarang anakanak tidak hanya bisa masuk taman kanak-kanak saja, namun juga bisa merasakan PAUD. Cukup saya saja yang tidak bisa merasakan dunia pendidikan di taman kanakkanak.
Adalah Arief Sulistiono, 27, warga Kelurahan Klego, Kecamatan Pekalongan Timur, sosok penemu metode pendidikan anak usia dini yangdisebut “Rumah Pintar”. Kala menemukan metode rumah pintar, dia masih duduk di kelas dua SMA. Lama tak terdengar, ternyata pemuda sederhana itu masih terus menggeluti pendidikan untuk anak usia dini.
Setelah lulus kejar paket C, kini dia sedang menyelesaikan kuliah pada Universitas Terbuka di Kota Pekalongan dengan beasiswa dari pemerintah. Kemarin KORAN SINDO menyambangi PAUD Bougenvil di Jalan Jlamprang Klego, berikut perbicangannya.
Apa latar belakang mendirikan “R umah P intar “ ?
Sekitar tahun 2006 pendidikan saya terpaksa berhenti hanya sampai kelas 2 SMA, karena kondisi ekonomi. Ayah saya hanya seorang buruh serabutan dan kadang membantu sang ibu berjualan sayuran. Tak tamat SMA, saya ikut membantu PAUD Bougenvil di kampung saya sebagai tenaga administrasi pada 2007. Sekitar 2009 saya mulai membantu mengajar anak-anak, saat itu PAUD kekurangan tenaga pengajar, dua di antara tenaga pendidiknya sedang hamil. Saya meneruskan pendidikan dengan mengikuti kejar paket C. Dari situ tahun demi tahun saya aktif dalam dunia pendidikan anak usia dini.
Dari mana ide awal munculnya “R umah P intar “ ?
Ini karena mahalnya alat pendukung kegiatan belajar mengajar untuk PAUD atau alat peraga pendidikan, sedangkan pendapatan PAUD tak seberapa. Disisi lain, anak-anak PAUD tetap harus belajar menggunakan alat permainan yang edukatif. Sehingga saya memeras otak, yang akhirnya pikirannya tertuju pada barang bekas. Selama masih bisa kita buat sendiri menggunakan barang bekas, kenapa tidak. Saya akhirnya membuat rumah rumahan dari kardus bekas.
Apa metode pendidikan yang diterapkan di rumah pintar itu?
Anak-anak PAUD bisa langsung praktek sambil bermain. Rumah pintar ini bentuknya kotak kardus yang berisi sejumlah aspek pendidikan untuk anak usia dini dengan bermain. Misalnya konsep pohon angka, yang secara tidak langsung mengajarkan anakanak PAUD menghafal dan berhitung angka. Anak usia dini memang tidak diperbolehkan diajarkan menulis, pola pendidikannya lebih ke bermain.
Selain itu bentuk geometri pada sisi lain dinding rumah pintar untuk mengenalkan anak berbagai bentuk, baik bangun ruang maupun datar. Ada pula aspek agama, moral pada sisi dinding lain pada rumah pintar itu, serta tak ketinggalan mengenalkan bahasa kepada anak usia dini. Cara mengenalkan bahasa ke anak-anak, biasanya saya lakukan dengan masuk ke dalam rumah pintar itu, kemudian saya bercerita menggunakan boneka tangan.
Rumah pintas juga memiliki peran bagi anak usia dini untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Misal salah satu anak masuk ke dalam rumah itu, sedangkan lainnya berada di luar, nantinya otomatis akan terbentuk komunikasi di antara mereka. Selain menggunakan rumah pintar, saya juga mengajarkan anak PAUD seperti umumnya, seperti untuk melatih motorik halus dengan menggunting, mewarnai dan lain-lain. Sementara untuk melatih motorik kasarnya, dia mengajak anak-anak bermain seperti mendorong atau atau meloncat.
Ada hambatan dalam mengajar dengan metode ini?
Kekurangan dari metode ini adalah tidak awet. Sebab bahan yang digunakan terbuat dari kardus bekas. Sehingga bisa dengan mudah rusak, jika terkena air. Apalagi daerah sekitar sini juga sempat terkena banjir. Saat ini saya masih terus berfikir untuk mencari solusi bahan yang lebih kuat dan permanen. Selain itu juga yang bisa dibongkar pasang atau knock down . Sebab bentuknya yang besar membuat rumah pintar kurang fleksibel dibawa ke lain tempat. Sehingga praktis dibawa bepergian.
Bagaimana hasilnya?
Anak-anak dari tahun ke tahun terlihat lebih senang dan kreatif. Selain itu, guru-guru juga lebih kreatif. Sebab guru-guru juga terdorong untuk memanfaatkan barang bekas. Tidak hanya guru-guru di lingkungan PAUD Bougenvil, namun juga hampir guru PAUD di sejumlah wilayah di Kota Pekalongan. Sebab saya diminta oleh dinas untuk mengisi sejumlah pelatihan pembuatan mainan dari barang bekas yang bisa digunakan untuk mengajar anak PAUD.
Menggunakan rumah pintar, anak-anak menjadi lebih pandai dan kreatif. Selain itu dengan sejumlah modifikasi seperti gerobak pintar, anak-anak menjadi lebih tertib dan patuh terhadap guru maupun orang tua. Seperti misalnya sebelumnya, usai bermain atau makan, mainan dan sampah bekas bekas makanan ditinggal begitu saja.
Siapa segmen rumah pintar ini?
Segmen rumah pintar ini adalah masyarakat lapisan menengah ke bawah. Saya dulu juga tidak bisa masuk taman kanak-kanak karena keterbatasan ekonomi orang tua. Itu juga yang menjadikan salah satu motivasi saya untuk berbuat lebih bagi pendidikan masyarakat, terutama kalangan bawah. Saya berfikir apa yang bisa saya berikan kepada masyarakat kurang mampu, agar mereka bisa tetap mengenyam pendidikan yang layak. Cukup saya saja yang tidak bisa bersekolah di taman kanak-kanak.
Katanya malah diminta ibu-ibu untuk mendirikan PAUD?
Pada 2011 saya diminta ibuibu warga RW VII untuk kembali membentuk PAUD. Mereka ini anak-anaknya, bersekolah di PAUD Bougenvil, tapi terlalu jauh. Banyaak warga tak mempunyai kendaraan, untuk mengantar jemput anaknya. Selain itu, mereka ingin aktifitas mereka sebagai ibu rumah tangga tidak terganggu. Kemudian saya diminta menjadi Kepala Sekolah di PAUD RW VII.
Darimana dana untuk mengelola PAUD ini?
Anggaran untuk pengeloaan PAUD tersebut kami peroleh dari swadaya para wali murid. Sekali berangkat ke PAUD, sekarang wali murid membayar Rp2.000, kalau dulu cuma Rp1.000. Namun bagi warga yang kurang mampu, biasanya kami memberikan toleransi semampunya atau gratis. Uang hasil swadaya wali murid itu, biasanya digunakan untuk makanan tambahan bagi siswa, serta kebutuhan PAUD, seperti kertas, alat tulis kantor, alat-alat kebersihan transport guru.
Honor bagi guru setempat kurang memadahi. Namun bagi guru dan semua pengurus PAUD Bougenvil adalah pengabdian terhadap masyarakat. Sehingga masyarakat kalangan bawah bisa mengenyam pendidikan dengan baik. Selain itu, uang hasil lomba 2012 lalu sebagian saya belikan untuk kebutuhan PAUD, seperti bangku-bangku, loker barang untuk anak didik, serta proyektor. Sehingga pada momen tertentu, anak-anak kita ajak nonton film-film anak yang mendidik dan tidak perlu lagi meminjam proyektor ke tempat lain.
Apa hasil yang ingin anda peroleh dengan mendirikan rumah pintar ini?
Ada kepuasan tersendiri bagi saya, sebab bisa memberikan kontribusi di dunia pendidikan, meskipun belum seberapa. Alhamdulillah sekarang anakanak tidak hanya bisa masuk taman kanak-kanak saja, namun juga bisa merasakan PAUD. Cukup saya saja yang tidak bisa merasakan dunia pendidikan di taman kanakkanak.
(ars)