Jangan Buru-buru Jual Burung yang Tak Berkicau

Jum'at, 23 Januari 2015 - 11:23 WIB
Jangan Buru-buru Jual Burung yang Tak Berkicau
Jangan Buru-buru Jual Burung yang Tak Berkicau
A A A
SEMARANG - Suasana di belakang kompleks Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) setiap Rabu sore cukup ramai. Puluhan penghobi burung membawa kandang berukuran mini, dengan dikerodong kain, duduk-duduk santai setelah menggantangkan hewan piaraannya di tempat yang disediakan.

Mereka merupakan anggota Komunitas Pleci Mania (Pleman) H (024) Semarang yang sedang kopi darat. Komunitas yang berdiri sejak 24 Juli 2011 ini memang selalu menggelar temu anggota setiap Rabu. Adapun latihan bersama dilaksanakan setiap Minggu di tempat yang sama. Saat ini jumlah anggota sebanyak 82 orang dan sudah mengalami pergantian kepengurusan hingga tiga kali.

Ketua pertamanya Erwidi Putro Utomo, kemudian diganti Bangun Saksono. Pada 2013 hingga saat ini tampuk kepemimpinan dipegang oleh Habib Ridlo. Kelompok pencinta burung pleci ini tidak pelit dengan informasi. Terbukti, 2013 lalu Erwidi menerbitkan buku Pleci Mania Semarang . Buku tersebut berisi ulasan tentang seluk-beluk burung pleci, termasuk perawatan harian dan bagaimana mencetak burung berprestasi.

Menurut ketua komunitas, Habib Ridlo, tidak sedikit pemula yang akhirnya menyerah karena burung yang dipelihara malas berbunyi. Kalaupun mau mengeluarkan nyanyian, hanya suara ngeriwik, tanpa mau buka paruh.

Padahal sebenarnya memelihara pleci cukup mudah, hanya membutuhkan ketekunan, kesabaran, dan konsistensi. “Konsisten ini yang susah. Pleci juga butuh extrafood seperti uler kandang atau kroto yang diberikan rutin, setiap pagi dan sore. Tapi di satu sisi, pemilik disibukkan dengan pekerjaan,” katanya akhir pekan lalu.

Jika sudah menyerah, pleci pun dijual rugi. Burung pleci ternyata memiliki rahasia yang tidak banyak diketahui oleh para penghobi. Rahasia ini menyangkut kebiasaan hidup di alam dengan perlakuan saat dalam perawatan. Menurut pria yang akrab disapa Haris ini, biasanya ketika seseorang membeli tiga hingga lima ekor burung pleci.

Setelah itu, burung yang tidak mau berbunyi kemudian dijual, sedangkan yang gemar berkicau dipertahankan. Pandangan ini keliru karena sebenarnya pleci itu burung yang suka berkoloni dan perlu lebih banyak teman. “Kalau sudah akrab dengan pleci lain di rumah, sebaiknya dipertahankan,” ucapnya.

Karena burung di rumah biasa hidup berkoloni, meski kandangnya terpisah, burung yang diikutkan lomba dan bertemu dengan pleci lain akan langsung teriak-teriak memanggil pleci yang dia kenal di rumah. “Ini sama dengan sifatnya di alam liar. Kalau sudah mau berbunyi kencang di arena lomba, harganya bisa jutaan rupiah, tapi kalau mau bunyi di rumah, itu gampang,” papar pria yang kesehariannya bekerja merawat orang gila di Panti Rehabilitasi Among Jiwo Bringin, Ngaliyan ini.

Berdasarkan pengalamannya, membuat pleci berbunyi itu mudah, yang sulit adalah membuat burung pleci mau berkicau saat dibawa ke kontes. “Yang perlu diingat harus konsisten. Misalnya, setiap pagi diberi ulat dua sore dua, ya segitu terus. Kecuali mendekati lomba sehari sebelumnya ditambah,” papar Haris.

Perlombaan pleci dulu sempat ditentang oleh Pelestari Burung Indonesia (PBI) karena burung ini dianggap langka. Namun, setelah dibuktikan bisa ditangkarkan, PBI akhirnya merestui lomba pleci. Pleman di Wonosobo, Yogyakarta, dan Semarang kini sudah berhasil menangkarkan burung ini. “Dedi Ali, pemilik RM Tanjung Laut Semarang, sudah bisa menangkarkan pleci. Dokumentasi penangkaran itu dikirim ke PBI dan akhirnya mereka percaya,” ucapnya.

Burung kaca mata atau pleci sedang booming akhir-akhir ini. Terbukti, di setiap penjual burung yang memiliki pleci ombyokan langsung dihampiri banyak pembeli. Sebagian yang jantan dan memiliki postur bagus, banyak diincar. Mereka rela mengamati hingga berjam-jam untuk memilih burung yang dinilai bagus. Sisa di ombyokan yang tidak dipilih, merupakan burung betina, dan sebagian jantan.

Harga pleci tidak terlalu mahal, hanya Rp30.000 per ekor. Tak heran jika burung ini laris manis di pasaran. Bahkan, para pedagang sengaja mendatangkan pleci dari Tasikmalaya hingga Malang.

Arif Purniawan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5130 seconds (0.1#10.140)