BPBD DIY Minta Kabupaten Naikkan Status
A
A
A
YOGYAKARTA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY mengusulkan ke kepala daerah untuk menaikkan status dari normal ke siap siaga bencana.
Alasannya, beberapa hari terakhir telah terjadi bencana. Mulai longsor hingga jebolnya tanggul di salah satu sungai yang berhulu di Merapi. Bencana-bencana ini masih akan mengancam sampai intensitas curah hujan menurun. Kepala BPBD DIY Gatot Saptadi mengatakan, kewenangan perubahan status bencana adalah kewenangan kepala daerah.
Statusnya merujuk dari beberapa ancaman atau bencana yang telah terjadi di suatu wilayah tersebut. "Untuk tingkat provinsi, masih belum ada peningkatan status," ucapnya, kemarin. Dari sejumlah bencana yang dialami DIY di musim hujan saat ini, Gatot menganggap sudah selayaknya ditingkatkan menjadi status siap siaga bencana.
Dengan begitu, penanganan kejadian bisa lebih optimal karena dana yang digunakan tidak sebatas yang sudah dianggarkan saja. "Sudah layak untuk naik ke siap siaga bencana, kalau untuk status siaga darurat masih belum. Penanganannya nanti kan ada perbedaan. Kalau di status normal, hanya dioptimalkan dari SKPD (satuan kerja perangkat daerah) setempat. Tapi, kalau sudah masuk siap siaga bencana, kami bisa memakai dana di luar dana rutin," ucapnya.
Sebelum diusulkan ke kepala daerah, pihaknya telah mengumpulkan beberapa instansi terkait. Salah satunya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta. "Tunggu seminggu lagi, sudah ada kepastian (status)," ujarnya.
Penanganan bencana oleh SKPD terkait di wilayah DIY sudah berlangsung beberapa kali. Seperti longsor di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Kemudian, jebolnya tanggul Sungai Gajahwong, di daerah Sorowajan Baru, Banguntapan, Bantul. "Kewaspadaan terhadap bencana yang lainnya juga tetap ada. Seperti banjir lahar dingin di sungai yang berhulu Merapi, itu juga masih mengancam," katanya mengingatkan.
Sejauh ini, untuk peningkatan status baru dilakukan di Kabupaten Bantul. Bahkan sudah menjadi siaga darurat agar penanganan tanggul Sungai Gajahwong optimal. "Peningkatan status sudah dilakukan," kata Danramil 05 Banguntapan, Bantul Kapten Arm Suyadi.
Terkait jebolnya tanggul Sungai Gajahwong, sebanyak 12 rumah di Dusun Sorowajan Baru, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan terancam ambrol. Jika tidak segera diatasi, dampaknya bakal semakin luas. Ketua Komunitas Gajah Wong, Ardian Yudianto mengatakan, hujan deras Rabu (21/- 1) sore membuat area banjir semakin luas.
Akibat hujan tersebut, mengakibatkan fondasi pagar rumah milik Ny Hartanto, 69, ambrol sepanjang 20 meter dan satu pos kamling juga sudah roboh meski belum hancur. "Kalau dibiarkan, 12 rumah terancam ambrol. Beberapa di antaranya lantai dua," paparnya, kemarin.
Untuk melindungi rumahrumah tersebut, aliran sungai harus dinormalisasi seperti semula yakni diluruskan. Karena kemampuan masyarakat terbatas, maka perlu menurunkan alat berat. Sedimen atau tanah kas desa yang kini ditempati dua kepala keluarga (KK) harus dikeruk. Selain itu, pemerintah juga harus merehabilitasi aliran air di atas tanggul.
Menurut Ardian, tanggul jebol karena pembangunan perumahan di atasnya telah menyalahi aturan. Perumahan yang berada beberapa puluh meter hulu dari tanggul tersebut telah menjorok ke sungai sekitar 10meter. Akibatnya, lebaraliran sungai kian sempit dan langsung deras menghunjam tanggul. "Wajar kalau kemarin jebol. Wong perumahan di atas itu ngawur pembangunannya," katanya.
Sebenarnya, warga sudah melakukan protes ke pemerintah kabupaten dua tahun lalu. Tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Camat Banguntapan, Slamet Santosa mengutarakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu–Opak, BPBD, dan TNI untuk melakukan tindakan darurat.
Mulai kemarin, mereka akan menurunkan alat berat untuk membersihkan puing- puing serta mengeruk tanah guna menormalisasi aliran sungai. "Intinya sekarang yang kami waspadai adalah airnya terlebih dulu karena hujan masih terus turun. Karena itu kami ingin secepatnya aliran air dinormalisasi," ucapnya.
Saat ini setidaknya ada enam kepala keluarga yang sementara mengungsi ke musala terdekat. Empat KK di antaranya adalah warga asli Sorowajan. Sementara dua rumah yang telah hancur adalah pendatang ilegal. Untuk sementara, pihaknya belum berencana merelokasi rumah warga.
Sementara dua KK yang merupakan warga ilegal tidak akan direlokasi karena mereka bukan asli penduduk Sorowajan Baru. Dari data sementara, selain 30 hektare lahan pertanian, ada enam hektare kolam ikan yang sudah tidak mendapatkan aliran air irigasi.
Longsor di Gunungkidul
Sementara itu, hujan yang terus mengguyur semua wilayah di Gunungkidul juga menyebabkan tebing di Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong longsor. Kondisi ini mengancam 12 rumah warga di dusun tersebut lantaran jarak dengan material longsor tinggal lima meter. Tebing dengan ketinggian 20 meter panjang 150 meter longsor hingga membuat resah warga di dua RT, masing-masing RT 02 dan RT 03.
Kepala dusun Jatisari Suparti menjelaskan sebenarnya keretakan tebing sudah seminggu lalu terjadi. Para warga sempat bekerja bakti agar tanah kembali rapat. "Namun saat hujan deras Senin (19/1) lalu, tebing longsor sepanjang 40 meter. Sedangkan keretakan mencapai 110 meter," tuturnya kepada wartawan, kemarin.
Kejadian ini sudah dilaporkan kepada pemerintah desa agar dilanjutkan ke BPBD. Warga juga diminta waspada lantaran sewaktu-waktu longsor susulan masih mengancam. "Kami berharap ada penanganan karena warga menjadi takut," ucapnya.
Terpisah, warga Ngipik, Bumirejo Lendah mengeluhkan banyaknya kerusakan infrastruktur yang tidak tertangani dengan baik. Kepala Dukuh Ngipik, Bumirejo Slamet mengatakan, salah satu yang cukup meresahkan adalah permasalahan drainase di wilayah Jogahan yang tidak berfungsi.
Dulu di kawasan ini sudah dilengkapi saluran drainase yang bisa mengalirkan air hujan. Seiring perkembangan zaman, banyak bangunan baru yang bermunculan. Akibatnya aliran air hujan menjadi tidak berfungsi sehingga saat hujan deras banyak rumah warga yang tergenang.
“Kami minta dibuatkan saluran drainase baru agar produktivitas warga tidak menurun karena rumahnya tergenang,” ungkap Slamet saat menghadiri jaring aspirasi masyarakat yang dilaksanakan oleh Fraksi Kebangkitan Bangsa Kulonprogo saat mengisi masa resesnya.
Ridho Hidayat/ Erfanto Linangkung/ Suharjono/ Kuntadi
Alasannya, beberapa hari terakhir telah terjadi bencana. Mulai longsor hingga jebolnya tanggul di salah satu sungai yang berhulu di Merapi. Bencana-bencana ini masih akan mengancam sampai intensitas curah hujan menurun. Kepala BPBD DIY Gatot Saptadi mengatakan, kewenangan perubahan status bencana adalah kewenangan kepala daerah.
Statusnya merujuk dari beberapa ancaman atau bencana yang telah terjadi di suatu wilayah tersebut. "Untuk tingkat provinsi, masih belum ada peningkatan status," ucapnya, kemarin. Dari sejumlah bencana yang dialami DIY di musim hujan saat ini, Gatot menganggap sudah selayaknya ditingkatkan menjadi status siap siaga bencana.
Dengan begitu, penanganan kejadian bisa lebih optimal karena dana yang digunakan tidak sebatas yang sudah dianggarkan saja. "Sudah layak untuk naik ke siap siaga bencana, kalau untuk status siaga darurat masih belum. Penanganannya nanti kan ada perbedaan. Kalau di status normal, hanya dioptimalkan dari SKPD (satuan kerja perangkat daerah) setempat. Tapi, kalau sudah masuk siap siaga bencana, kami bisa memakai dana di luar dana rutin," ucapnya.
Sebelum diusulkan ke kepala daerah, pihaknya telah mengumpulkan beberapa instansi terkait. Salah satunya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta. "Tunggu seminggu lagi, sudah ada kepastian (status)," ujarnya.
Penanganan bencana oleh SKPD terkait di wilayah DIY sudah berlangsung beberapa kali. Seperti longsor di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Kemudian, jebolnya tanggul Sungai Gajahwong, di daerah Sorowajan Baru, Banguntapan, Bantul. "Kewaspadaan terhadap bencana yang lainnya juga tetap ada. Seperti banjir lahar dingin di sungai yang berhulu Merapi, itu juga masih mengancam," katanya mengingatkan.
Sejauh ini, untuk peningkatan status baru dilakukan di Kabupaten Bantul. Bahkan sudah menjadi siaga darurat agar penanganan tanggul Sungai Gajahwong optimal. "Peningkatan status sudah dilakukan," kata Danramil 05 Banguntapan, Bantul Kapten Arm Suyadi.
Terkait jebolnya tanggul Sungai Gajahwong, sebanyak 12 rumah di Dusun Sorowajan Baru, Desa Banguntapan, Kecamatan Banguntapan terancam ambrol. Jika tidak segera diatasi, dampaknya bakal semakin luas. Ketua Komunitas Gajah Wong, Ardian Yudianto mengatakan, hujan deras Rabu (21/- 1) sore membuat area banjir semakin luas.
Akibat hujan tersebut, mengakibatkan fondasi pagar rumah milik Ny Hartanto, 69, ambrol sepanjang 20 meter dan satu pos kamling juga sudah roboh meski belum hancur. "Kalau dibiarkan, 12 rumah terancam ambrol. Beberapa di antaranya lantai dua," paparnya, kemarin.
Untuk melindungi rumahrumah tersebut, aliran sungai harus dinormalisasi seperti semula yakni diluruskan. Karena kemampuan masyarakat terbatas, maka perlu menurunkan alat berat. Sedimen atau tanah kas desa yang kini ditempati dua kepala keluarga (KK) harus dikeruk. Selain itu, pemerintah juga harus merehabilitasi aliran air di atas tanggul.
Menurut Ardian, tanggul jebol karena pembangunan perumahan di atasnya telah menyalahi aturan. Perumahan yang berada beberapa puluh meter hulu dari tanggul tersebut telah menjorok ke sungai sekitar 10meter. Akibatnya, lebaraliran sungai kian sempit dan langsung deras menghunjam tanggul. "Wajar kalau kemarin jebol. Wong perumahan di atas itu ngawur pembangunannya," katanya.
Sebenarnya, warga sudah melakukan protes ke pemerintah kabupaten dua tahun lalu. Tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Camat Banguntapan, Slamet Santosa mengutarakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu–Opak, BPBD, dan TNI untuk melakukan tindakan darurat.
Mulai kemarin, mereka akan menurunkan alat berat untuk membersihkan puing- puing serta mengeruk tanah guna menormalisasi aliran sungai. "Intinya sekarang yang kami waspadai adalah airnya terlebih dulu karena hujan masih terus turun. Karena itu kami ingin secepatnya aliran air dinormalisasi," ucapnya.
Saat ini setidaknya ada enam kepala keluarga yang sementara mengungsi ke musala terdekat. Empat KK di antaranya adalah warga asli Sorowajan. Sementara dua rumah yang telah hancur adalah pendatang ilegal. Untuk sementara, pihaknya belum berencana merelokasi rumah warga.
Sementara dua KK yang merupakan warga ilegal tidak akan direlokasi karena mereka bukan asli penduduk Sorowajan Baru. Dari data sementara, selain 30 hektare lahan pertanian, ada enam hektare kolam ikan yang sudah tidak mendapatkan aliran air irigasi.
Longsor di Gunungkidul
Sementara itu, hujan yang terus mengguyur semua wilayah di Gunungkidul juga menyebabkan tebing di Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong longsor. Kondisi ini mengancam 12 rumah warga di dusun tersebut lantaran jarak dengan material longsor tinggal lima meter. Tebing dengan ketinggian 20 meter panjang 150 meter longsor hingga membuat resah warga di dua RT, masing-masing RT 02 dan RT 03.
Kepala dusun Jatisari Suparti menjelaskan sebenarnya keretakan tebing sudah seminggu lalu terjadi. Para warga sempat bekerja bakti agar tanah kembali rapat. "Namun saat hujan deras Senin (19/1) lalu, tebing longsor sepanjang 40 meter. Sedangkan keretakan mencapai 110 meter," tuturnya kepada wartawan, kemarin.
Kejadian ini sudah dilaporkan kepada pemerintah desa agar dilanjutkan ke BPBD. Warga juga diminta waspada lantaran sewaktu-waktu longsor susulan masih mengancam. "Kami berharap ada penanganan karena warga menjadi takut," ucapnya.
Terpisah, warga Ngipik, Bumirejo Lendah mengeluhkan banyaknya kerusakan infrastruktur yang tidak tertangani dengan baik. Kepala Dukuh Ngipik, Bumirejo Slamet mengatakan, salah satu yang cukup meresahkan adalah permasalahan drainase di wilayah Jogahan yang tidak berfungsi.
Dulu di kawasan ini sudah dilengkapi saluran drainase yang bisa mengalirkan air hujan. Seiring perkembangan zaman, banyak bangunan baru yang bermunculan. Akibatnya aliran air hujan menjadi tidak berfungsi sehingga saat hujan deras banyak rumah warga yang tergenang.
“Kami minta dibuatkan saluran drainase baru agar produktivitas warga tidak menurun karena rumahnya tergenang,” ungkap Slamet saat menghadiri jaring aspirasi masyarakat yang dilaksanakan oleh Fraksi Kebangkitan Bangsa Kulonprogo saat mengisi masa resesnya.
Ridho Hidayat/ Erfanto Linangkung/ Suharjono/ Kuntadi
(ftr)