Pemda DIY Siap Pidanakan WTT
A
A
A
KULONPROGO - Langkah tim persiapan pembangunan bandara mematok koordinat bandara di wilayah Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo, dihadang sekitar 100 warga penolak proyek tersebut.
Sempat terjadi kericuhan antara warga dengan aparat keamanan yang mengawal para petugas. Salah seorang wartawan bahkan menjadi korban pelemparan batu yang dilakukan oknum warga. Pemda DIY pun mengancam menyeret mereka yang berbuat kericuhan ke meja hijau.
Sejak pagi, tim dikawal aparat Kepolisian dan TNI mematok lahan di sisi timur Desa Glagah. Setidaknya ada delapan patok yang berhasil dipasang, yakni di Pedukuhan Glagah 2 Patok, Bebekan 3 Patok, serta di Sengkretan, Macanan, dan Logede masing-masing satu patok.
Sedianya tim akan memasang di wilayah Pedukuhan Sidorejo, dan pedukuhan lain disisi barat. Pemasangan patok ini dilakukan atas permintaan warga pada tahapan konsultasi publik. Warga ingin ada kejelasan batas-batas lokasi bandara.
Tim menyiapkan sekitar 43 patok dan ada 23 patok yang terpasang. “Kami tidak targetkan waktu pemasangan, kami akan ikuti koordinasi dengan kepolisian,” ucap anggota tim percepatan pembangunan bandara baru, Bambang Eko.
Aksi penghadangan oleh warga tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) ini dilakukan di Jalan Diponegoro tepatnya di selatan Balai Desa Glagah. Warga menghadang dan menolak pemasangan. Tim sendiri terus berkoordinasi dan melobi dengan warga, namun warga menolak.
Bahkan, upaya tim dengan pengawalan ketat kepolisian yang akan memasang patok tetap ditolak warga yang menghadang dan melakukan aksi anarkistis dengan melempar batu, kayu, dan beberapa material lainnya. “Kami telah sampaikan menolak pemasangan patok di lahan hak milik tetapi tetap dipaksa,” ujar Ketua WTT Martono.
WTT mengancam akan mendatangi lagi bupati untuk mempermasalahkan tim yang tetap bersikukuh masuk dan memasang patok. Warga merasa apa yang dilakukan pemerintah tidak menghargai warga selaku pemilik tanah. Apalagi kesepakatan yang dibuat tidak dipenuhi, polisi justru masuk. “Kita akan temui bupati,” katanya.
Kapolres Kulonprogo AKBP Yulianto mengatakan sebenarnya situasi di lapangan masih kondusif. Namun, polisi mengambil langkah menarik mundur pasukan agar tidak terjadi keributan lebih panjang. Karena itu, pematokan akan dilanjutkan pada waktu yang belum ditentukan. “Kami akan koordinasi dan evaluasi lagi karena peran kami adalah mengamankan tim dan warga,” ujarnya.
Di tempat terpisah, konsultasi publik lanjutan kemarin siang dilaksanakan di Balai Desa Sindutan dan Jangkaran. Pelaksanaan berlangsung lancar dan kondusif. Di Balai Desa Sinduran dari 100 undangan yang hadir 98 warga.
Sementara di Jangkaran dari 100 undangan dihadiri 90 orang. “Mereka itu merupakan warga di luar lokasi bandara dan tidak terkena pembebasan lahan,” kata Humas Kantor Proyek Pembangunan Bandara Baru DIY di Temon PT Angkasa Pura (AP) I, Ariyadi Subagyo.
Merespons aksi WTT, Pemda DIY menegaskan tidak gentar menghadapi warga penolak bandara. Meski mereka melakukan aksi kurang terpuji, bandara baru di Kulonprogo tetap jalan terus.
Ketua Tim Persiapan Pembangunan Bandara Kulonprogo Sulistyo menegaskan, WTT yang menghambat pemasangan patok lokasi bandara baru bukan halangan. “Itu bukan halangan, monggo kalau menolak. Tapi pemasangan patok bandara tetap jalan terus,” katanya, kemarin.
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintah Setda DIY ini mengatakan, bandara baru penting untuk pemerataan pembangunan DIY. Tujuannya agar pembangunan di DIY tidak terpusat di satu wilayah. “Ini kepentingan bersama,” katanya.
Sulistyo mengakui, biasanya warga akan menyesal di kemudian hari, termasuk mereka yang menolak pembangunan bandara. “Warga itu sadarnya mesti di belakang. Maka kami lakukan upaya persuasif terus. Meyakinkan warga bahwa bandara itu sangat penting,” ungkapnya.
Di sisi lain, Sulistyo menegaskan, aksi penolakan yang dilakukan WTT justru merugikan diri sendiri. Jika aksi penolakannya keterlaluan, mereka bisa diseret ke meja hijau. “Itu malah merugikan lho. Bupati juga sudah komitmen (pembangunan) bandara jalan terus,” katanya.
Wartawan Jadi Korban Pelemparan
Sementara itu, saat akan dilakukan pemasangan patok di Pedukuhan Sidorejo sempat terjadi keributan. Warga melakukan perlawanan kepada tim dan aparat kepolisian. Warga sendiri bertindak anarkistis dengan pelemparan batu, kayu, dan beberapa benda lainnya.
Akibat aksi anarkis ini, salah seorang kontributor RRI Harus Susanto menjadi korban pelemparan baru. Bahu sebelah kanan memar dan terdapat luka. Lemparan itu pun mengenai pipi sebelah kanan hingga lecet. Padahal saat kejadian dia sudah berjalan mundur setelah terjadi keributan. “Batu itu mengenai bahu kanan dan mental mengenai pipi sampai berdarah,” kaat Harun.
Saat pelemparan dirinya sudah berjalan pulang. Namun, dari arah belakang ada batu sebesar kepalan tangan melayang dan mengenai bahunya. Selain wartawan, aksi anarkistis juga menimpa polisi dan anggota tim.
Ketua Paguyuban Wartawan Kulonprogo (PWK) Sri Widodo mengatakan, kasus ini telah menjadi ancaman bagi insan pers yang meliput di lapangan. Semestinya, warga tidak melakukan aksi kekerasan dengan mengarah kepada wartawan.
Sebab dalam menjalankan tugasnya, wartawan bekerja profesional. “Kami akan mencoba tempuh jalur hukum sambil menunggu koordinasi dengan RRI,” katanya.
Kuntadi/ Ridwan Anshori
Sempat terjadi kericuhan antara warga dengan aparat keamanan yang mengawal para petugas. Salah seorang wartawan bahkan menjadi korban pelemparan batu yang dilakukan oknum warga. Pemda DIY pun mengancam menyeret mereka yang berbuat kericuhan ke meja hijau.
Sejak pagi, tim dikawal aparat Kepolisian dan TNI mematok lahan di sisi timur Desa Glagah. Setidaknya ada delapan patok yang berhasil dipasang, yakni di Pedukuhan Glagah 2 Patok, Bebekan 3 Patok, serta di Sengkretan, Macanan, dan Logede masing-masing satu patok.
Sedianya tim akan memasang di wilayah Pedukuhan Sidorejo, dan pedukuhan lain disisi barat. Pemasangan patok ini dilakukan atas permintaan warga pada tahapan konsultasi publik. Warga ingin ada kejelasan batas-batas lokasi bandara.
Tim menyiapkan sekitar 43 patok dan ada 23 patok yang terpasang. “Kami tidak targetkan waktu pemasangan, kami akan ikuti koordinasi dengan kepolisian,” ucap anggota tim percepatan pembangunan bandara baru, Bambang Eko.
Aksi penghadangan oleh warga tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) ini dilakukan di Jalan Diponegoro tepatnya di selatan Balai Desa Glagah. Warga menghadang dan menolak pemasangan. Tim sendiri terus berkoordinasi dan melobi dengan warga, namun warga menolak.
Bahkan, upaya tim dengan pengawalan ketat kepolisian yang akan memasang patok tetap ditolak warga yang menghadang dan melakukan aksi anarkistis dengan melempar batu, kayu, dan beberapa material lainnya. “Kami telah sampaikan menolak pemasangan patok di lahan hak milik tetapi tetap dipaksa,” ujar Ketua WTT Martono.
WTT mengancam akan mendatangi lagi bupati untuk mempermasalahkan tim yang tetap bersikukuh masuk dan memasang patok. Warga merasa apa yang dilakukan pemerintah tidak menghargai warga selaku pemilik tanah. Apalagi kesepakatan yang dibuat tidak dipenuhi, polisi justru masuk. “Kita akan temui bupati,” katanya.
Kapolres Kulonprogo AKBP Yulianto mengatakan sebenarnya situasi di lapangan masih kondusif. Namun, polisi mengambil langkah menarik mundur pasukan agar tidak terjadi keributan lebih panjang. Karena itu, pematokan akan dilanjutkan pada waktu yang belum ditentukan. “Kami akan koordinasi dan evaluasi lagi karena peran kami adalah mengamankan tim dan warga,” ujarnya.
Di tempat terpisah, konsultasi publik lanjutan kemarin siang dilaksanakan di Balai Desa Sindutan dan Jangkaran. Pelaksanaan berlangsung lancar dan kondusif. Di Balai Desa Sinduran dari 100 undangan yang hadir 98 warga.
Sementara di Jangkaran dari 100 undangan dihadiri 90 orang. “Mereka itu merupakan warga di luar lokasi bandara dan tidak terkena pembebasan lahan,” kata Humas Kantor Proyek Pembangunan Bandara Baru DIY di Temon PT Angkasa Pura (AP) I, Ariyadi Subagyo.
Merespons aksi WTT, Pemda DIY menegaskan tidak gentar menghadapi warga penolak bandara. Meski mereka melakukan aksi kurang terpuji, bandara baru di Kulonprogo tetap jalan terus.
Ketua Tim Persiapan Pembangunan Bandara Kulonprogo Sulistyo menegaskan, WTT yang menghambat pemasangan patok lokasi bandara baru bukan halangan. “Itu bukan halangan, monggo kalau menolak. Tapi pemasangan patok bandara tetap jalan terus,” katanya, kemarin.
Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pemerintah Setda DIY ini mengatakan, bandara baru penting untuk pemerataan pembangunan DIY. Tujuannya agar pembangunan di DIY tidak terpusat di satu wilayah. “Ini kepentingan bersama,” katanya.
Sulistyo mengakui, biasanya warga akan menyesal di kemudian hari, termasuk mereka yang menolak pembangunan bandara. “Warga itu sadarnya mesti di belakang. Maka kami lakukan upaya persuasif terus. Meyakinkan warga bahwa bandara itu sangat penting,” ungkapnya.
Di sisi lain, Sulistyo menegaskan, aksi penolakan yang dilakukan WTT justru merugikan diri sendiri. Jika aksi penolakannya keterlaluan, mereka bisa diseret ke meja hijau. “Itu malah merugikan lho. Bupati juga sudah komitmen (pembangunan) bandara jalan terus,” katanya.
Wartawan Jadi Korban Pelemparan
Sementara itu, saat akan dilakukan pemasangan patok di Pedukuhan Sidorejo sempat terjadi keributan. Warga melakukan perlawanan kepada tim dan aparat kepolisian. Warga sendiri bertindak anarkistis dengan pelemparan batu, kayu, dan beberapa benda lainnya.
Akibat aksi anarkis ini, salah seorang kontributor RRI Harus Susanto menjadi korban pelemparan baru. Bahu sebelah kanan memar dan terdapat luka. Lemparan itu pun mengenai pipi sebelah kanan hingga lecet. Padahal saat kejadian dia sudah berjalan mundur setelah terjadi keributan. “Batu itu mengenai bahu kanan dan mental mengenai pipi sampai berdarah,” kaat Harun.
Saat pelemparan dirinya sudah berjalan pulang. Namun, dari arah belakang ada batu sebesar kepalan tangan melayang dan mengenai bahunya. Selain wartawan, aksi anarkistis juga menimpa polisi dan anggota tim.
Ketua Paguyuban Wartawan Kulonprogo (PWK) Sri Widodo mengatakan, kasus ini telah menjadi ancaman bagi insan pers yang meliput di lapangan. Semestinya, warga tidak melakukan aksi kekerasan dengan mengarah kepada wartawan.
Sebab dalam menjalankan tugasnya, wartawan bekerja profesional. “Kami akan mencoba tempuh jalur hukum sambil menunggu koordinasi dengan RRI,” katanya.
Kuntadi/ Ridwan Anshori
(ftr)