Ongkos Angkot Masih Rp4.000
A
A
A
PALEMBANG - Sejumlah sopir angkutan kota (angkot) di Kota Palembang masih menerapkan tarif Rp4.000 kepada penumpang, meski pemerintah sudah menurunkan harga BBM.
Para sopir ini beralasan masih menunggu surat edaran resmi dari Dinas Perhubungan Palembang. Iswan, salah satu sopir angkot jurusan Km5-Ampera mengatakan, dirinya bersedia menurunkan tarif jika sudah mendapatkan surat edaran resmi dari instansi pemerintah terkait. Saat ini, masih banyak sopir angkutan yang masih menerapkan ongkos Rp4.000 dalam satu kali keberangkatan para penumpang. “Masih Rp4.000, karena belum ada edarannya. Jadi harga lama,”katanya kemarin.
Dia memperkirakan penyesuaian tarif angkot akan berkisar di angkaRp500-Rp700. Akan tetapi, selagi pemerintah belum mengeluarkan surat edaran mengenai keputusan tarif yang baru, maka para sopir akan lebih memilih memberlakukan tarif lama. “Memang selisihnya cukup ada. Lumayan juga untuk tambahan penghasilan para sopir. Jika memang ada kajian dan keputusan untuk harganya turun, maka saya ikutan saja,”katanya.
Selain itu, ia mengatakan penurunan harga bahan bakar premium juga belum diikuti dengan penurunan harga lainnya. Maka, selisih pendapatan yang diperoleh dari penurunan harga bahan bakar sebenarnya bisa menjadi tambahan penghasilan untuk pengeluaran lainnya. “Tapi, jika harga sembako dan spare part tetap tinggi, selisih tadi juga habis dikonsumsi. Ibaratnya, punya tabungan sedikit,tapi habis juga,”sambung ia.
Pria asal Medan ini mengatakan, jika penurunan harga bahan bakar hingga mengakibatkan penurunan tarif juga diikuti dengan penyesuaian harga lainnya, terutama harga kebutuhan pokok masyarakat, seperti harga sayur-mayur di pasaran. “Kami juga sopir serba salah, tapi kami ikut keinginan pemerintah saja,”tandasnya.
Sementara itu, Yudi, kenek bus kota jurusan Km12-Kertapati mengatakan, ia masih menarik tarif Rp4.000 dari para penumpang. Itu dilakukannya karena kebanyakan pemilik kendaraan tidak memiliki pecahan uang Rp500 sebagai uang pengembalian tarif. Apalagi, saat ini belum terdapat edaran untuk menurunkan ongkos tarif angkutan dalam kota.
“Sedikit juga selisihnya, apalagi tidak banyak simpan pecahan. Tetap Rp4.000 lah, belum ada informasinya mau turun,” katanya kemarin. Ia juga mengatakan, penurunan tarif dari penyesuaian harga BBM memang terlalu cepat. Setelah ditetapkan naik akibat harga BBM yang naik pada bulan lalu, maka pemerintah dan pemilik kendaraan juga kembali melakukan penyesuaian tarif akibat harga BBM yang baru.
“Sangat pengaruh dengan harga bensin, padahal bukan harga bensin saja penentunya. Masih ada kebutuhan lain, misalnya setoran kepada pemilik yang sudah naik, termasuk harga lainnya,”ungkap ia. Salah satu penumpang, Irta mengatakan,masih dikenakan tarif angkutan lama, saat menaiki angkutan jurusan Perumnas-PS Mall.
Hal itu, karena sopir kendaraan yang masih menetapkan ta rif Rp4.000 bagi para penum pang nya. Padahal, pihak angkutan seharusnya menyesuaikan tarif dengan kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak. Minimal selisih dari tarif angkutan yang baru dapat dialokasikan pada keperluan lainnya.
“Ya, lumayanlah seperti saya bisa hemat Rp1.000 pulang pergi jika naik angkot. Jika tiap hari saja naik angkot, maka bisa hemat Rp30.000 per bulan. Itu selisih bisa digunakan untuk kebutuhan lain, misalnya membayar listrik dan lainnya,”ungkapnya.
Tasmalinda
Para sopir ini beralasan masih menunggu surat edaran resmi dari Dinas Perhubungan Palembang. Iswan, salah satu sopir angkot jurusan Km5-Ampera mengatakan, dirinya bersedia menurunkan tarif jika sudah mendapatkan surat edaran resmi dari instansi pemerintah terkait. Saat ini, masih banyak sopir angkutan yang masih menerapkan ongkos Rp4.000 dalam satu kali keberangkatan para penumpang. “Masih Rp4.000, karena belum ada edarannya. Jadi harga lama,”katanya kemarin.
Dia memperkirakan penyesuaian tarif angkot akan berkisar di angkaRp500-Rp700. Akan tetapi, selagi pemerintah belum mengeluarkan surat edaran mengenai keputusan tarif yang baru, maka para sopir akan lebih memilih memberlakukan tarif lama. “Memang selisihnya cukup ada. Lumayan juga untuk tambahan penghasilan para sopir. Jika memang ada kajian dan keputusan untuk harganya turun, maka saya ikutan saja,”katanya.
Selain itu, ia mengatakan penurunan harga bahan bakar premium juga belum diikuti dengan penurunan harga lainnya. Maka, selisih pendapatan yang diperoleh dari penurunan harga bahan bakar sebenarnya bisa menjadi tambahan penghasilan untuk pengeluaran lainnya. “Tapi, jika harga sembako dan spare part tetap tinggi, selisih tadi juga habis dikonsumsi. Ibaratnya, punya tabungan sedikit,tapi habis juga,”sambung ia.
Pria asal Medan ini mengatakan, jika penurunan harga bahan bakar hingga mengakibatkan penurunan tarif juga diikuti dengan penyesuaian harga lainnya, terutama harga kebutuhan pokok masyarakat, seperti harga sayur-mayur di pasaran. “Kami juga sopir serba salah, tapi kami ikut keinginan pemerintah saja,”tandasnya.
Sementara itu, Yudi, kenek bus kota jurusan Km12-Kertapati mengatakan, ia masih menarik tarif Rp4.000 dari para penumpang. Itu dilakukannya karena kebanyakan pemilik kendaraan tidak memiliki pecahan uang Rp500 sebagai uang pengembalian tarif. Apalagi, saat ini belum terdapat edaran untuk menurunkan ongkos tarif angkutan dalam kota.
“Sedikit juga selisihnya, apalagi tidak banyak simpan pecahan. Tetap Rp4.000 lah, belum ada informasinya mau turun,” katanya kemarin. Ia juga mengatakan, penurunan tarif dari penyesuaian harga BBM memang terlalu cepat. Setelah ditetapkan naik akibat harga BBM yang naik pada bulan lalu, maka pemerintah dan pemilik kendaraan juga kembali melakukan penyesuaian tarif akibat harga BBM yang baru.
“Sangat pengaruh dengan harga bensin, padahal bukan harga bensin saja penentunya. Masih ada kebutuhan lain, misalnya setoran kepada pemilik yang sudah naik, termasuk harga lainnya,”ungkap ia. Salah satu penumpang, Irta mengatakan,masih dikenakan tarif angkutan lama, saat menaiki angkutan jurusan Perumnas-PS Mall.
Hal itu, karena sopir kendaraan yang masih menetapkan ta rif Rp4.000 bagi para penum pang nya. Padahal, pihak angkutan seharusnya menyesuaikan tarif dengan kebijakan penurunan harga bahan bakar minyak. Minimal selisih dari tarif angkutan yang baru dapat dialokasikan pada keperluan lainnya.
“Ya, lumayanlah seperti saya bisa hemat Rp1.000 pulang pergi jika naik angkot. Jika tiap hari saja naik angkot, maka bisa hemat Rp30.000 per bulan. Itu selisih bisa digunakan untuk kebutuhan lain, misalnya membayar listrik dan lainnya,”ungkapnya.
Tasmalinda
(ftr)