Pemkot Tunggu Dua Alat Biogas dari Jerman
A
A
A
YOGYAKARTA - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta masih terus mencari alternatif mengelola sampah yang dihasilkan warga setiap hari.
Kini, Pemkot, melalui Badan lingkungan Hidup (BLH) masih menunggu dua alat biogas dari Jerman. “Alat pembuatan biogas menjadi salah satu cara kami mengolah sampah. Mudah-mudahan sebelum akhir Januari ini, dua alat bantuan dari Jerman itu sudah kami terima,” ucap Kepala BLH Kota Yogyakarta Irfan Susilo, kemarin.
Irfan mengungkapkan, alat biogas dianggap sebagai salah satu cara efektif mengolah sampah. Metode ini sudah dibuktikan langsung BLH ketika menggunakan dua alat yang sama dan sudah disebar di beberapa rumah tangga yang ada di Kota Pelajar ini.
“Satu alat bisa memakan sampah hampir 20 kilogram. Kanlumayan, ketika sampah- sampah diolah lalu bisa digunakan lagi untuk pembangkit tenaga listrik lewat gas yang dihasilkan dari olahan tersebut,” katanya.
Dia mengatakan, mengolah sampah yang ada di Kota Yogyakarta memang tidak mudah dilakukan. Pihaknya harus memeras otak untuk memikirkan cara yang paling efektif mengolah sampai yang mencapai 230 ton per hari, dari berbagai tempat.
Termasuk limpahan dari kota-kota sekitarnya seperti dari wilayah Sleman dan Bantul. “Kalau masalah sampah tidak tertanggulangi dengan baik, maka bisa berefek ke yang lainnya seperti masalah kebersihan air,” katanya.
Dia menambahkan, dari pengujian yang dilakukan, untungnya kualitas air di Kota Yogyakarta semakin hari semakin cukup berdasarkan dari sampel terakhir yang diambil Desember 2014. Terutama untuk kondisi air sungai, salah satunya di Sungai Code.
“Sungai Code itu punya keistimewaan tersendiri, maksudnya ketika Gunung Merapi tidak aktif maka airnya akan jernih, namun sebaliknya ketika gunung tersebut dalam keadaan aktif maka akhirnya berubah keruh dan kotor,” kata dia. Sedangkan untuk kualitas air sumur, dia mengakui sangat terpengaruh perilaku dari warga masyarakat dalam membuang sampah.
“Ada beberapa air sumur yang bisa diminum langsung atau dimasak terlebih dahulu. Penyebabnya membuang sampah sembarangan atau ada orang mencuci lalu limbahnya di buang di dekat sumur. Ini yang menyebabkan air sumur menjadi tercemar,” katanya.
Ketua II Komunitas Gajah Wong Rescue, Yuzi Redi Syahmana mengatakan, sampah menjadi salah satu persoalan kebersihan sungai. Meski dia mengakui untuk masalah pembuangan sampah di pemukiman bantaran sungai, sebagian titik sudah ada bak sampah. Tapi sampah itu belum bisa diangkut menggunakan mobil karena akses jalan yang sempit. Akibatnya, sering terjadi penumpukan di bak sampah.
Untuk mengatasinya, sebagian besar komunitas peduli lingkungan memberdayakan masyarakat di bantaran sungai agar bisa mengelola sampah dengan baik. “Itu bertujuan untuk meminimalisasi pencemaran sampah ke sungai,” katanya.
Sodik
Kini, Pemkot, melalui Badan lingkungan Hidup (BLH) masih menunggu dua alat biogas dari Jerman. “Alat pembuatan biogas menjadi salah satu cara kami mengolah sampah. Mudah-mudahan sebelum akhir Januari ini, dua alat bantuan dari Jerman itu sudah kami terima,” ucap Kepala BLH Kota Yogyakarta Irfan Susilo, kemarin.
Irfan mengungkapkan, alat biogas dianggap sebagai salah satu cara efektif mengolah sampah. Metode ini sudah dibuktikan langsung BLH ketika menggunakan dua alat yang sama dan sudah disebar di beberapa rumah tangga yang ada di Kota Pelajar ini.
“Satu alat bisa memakan sampah hampir 20 kilogram. Kanlumayan, ketika sampah- sampah diolah lalu bisa digunakan lagi untuk pembangkit tenaga listrik lewat gas yang dihasilkan dari olahan tersebut,” katanya.
Dia mengatakan, mengolah sampah yang ada di Kota Yogyakarta memang tidak mudah dilakukan. Pihaknya harus memeras otak untuk memikirkan cara yang paling efektif mengolah sampai yang mencapai 230 ton per hari, dari berbagai tempat.
Termasuk limpahan dari kota-kota sekitarnya seperti dari wilayah Sleman dan Bantul. “Kalau masalah sampah tidak tertanggulangi dengan baik, maka bisa berefek ke yang lainnya seperti masalah kebersihan air,” katanya.
Dia menambahkan, dari pengujian yang dilakukan, untungnya kualitas air di Kota Yogyakarta semakin hari semakin cukup berdasarkan dari sampel terakhir yang diambil Desember 2014. Terutama untuk kondisi air sungai, salah satunya di Sungai Code.
“Sungai Code itu punya keistimewaan tersendiri, maksudnya ketika Gunung Merapi tidak aktif maka airnya akan jernih, namun sebaliknya ketika gunung tersebut dalam keadaan aktif maka akhirnya berubah keruh dan kotor,” kata dia. Sedangkan untuk kualitas air sumur, dia mengakui sangat terpengaruh perilaku dari warga masyarakat dalam membuang sampah.
“Ada beberapa air sumur yang bisa diminum langsung atau dimasak terlebih dahulu. Penyebabnya membuang sampah sembarangan atau ada orang mencuci lalu limbahnya di buang di dekat sumur. Ini yang menyebabkan air sumur menjadi tercemar,” katanya.
Ketua II Komunitas Gajah Wong Rescue, Yuzi Redi Syahmana mengatakan, sampah menjadi salah satu persoalan kebersihan sungai. Meski dia mengakui untuk masalah pembuangan sampah di pemukiman bantaran sungai, sebagian titik sudah ada bak sampah. Tapi sampah itu belum bisa diangkut menggunakan mobil karena akses jalan yang sempit. Akibatnya, sering terjadi penumpukan di bak sampah.
Untuk mengatasinya, sebagian besar komunitas peduli lingkungan memberdayakan masyarakat di bantaran sungai agar bisa mengelola sampah dengan baik. “Itu bertujuan untuk meminimalisasi pencemaran sampah ke sungai,” katanya.
Sodik
(ftr)