Dihukum Mati, 2 Gembong Narkoba Ajukan PK ke-2
A
A
A
BATAM - Pengadilan Negeri (PN) Batam menggelar sidang Peninjauan Kembali (PK) dua terpidana mati Agus Hadi alias Oki, dan Pudjo Lestari bin Kateno, pada Kamis 8 Januari 2015. Dalam sidang itu, kedua terpidana tidak hadir.
Namun, sidang tetap dilanjutkan dengan agenda pembacaan permohonan oleh kuasa hukum dan tanggapan permohonan oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejati) Batam selaku termohon.
Ketua mejelis hakim Budiman Sitorus kembali mempertanyakan bisa atau tidaknya tim kuasa hukum untuk menghadirkan kedua terpidana mati tersebut.
"Kami tidak bisa menghadirkan dan meminta agar majelis hakim memberikan surat penetapan agar kedua terpidana dapat dihadirkan," ujar Kuasa Hukum Terpidana, Charles Lubis, di muka sidang, kemarin.
Dalam permohonannya, Charles menyampaikan memori PK, serta alasan-alasan mereka mengajukan PK. Dia menyampaikan, bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) RI mengenai PK, dan keputusan majelis hakim PN Batam tidak mencerminkan keadilan.
"Kami selaku pemohon peninjauan kembali dengan tegas keberatan dan menolak, karena tidak mencerminkan keadilan," terangnya.
Pemohon menyatakan, putusan Judex Facti PN Batam memperlihatkan kekhilafan dan hanya berdasarkan pertimbangan legalistik. Charles menegaskan, hakim telah salah atas keputusannya mengenai bahasa teroganisir.
"Terdakwa tidak memiliki hubungan dan tidak mengenal WN Malaysia Ong (DPO). Terdakwa hanya menerima barang titipan dari Batu Pahat Malaysia untuk dibawa ke Batam, dan kemudian akan dibawa ke Jakarta. Mereka hanya sebagai kurir," ungkapnya.
Alasan lainnya, setelah pemohon melihat kasus dua orang terpidana mati, Hillary K Chimezie (WN Nigeria, pemilik 5,8 kilogram heroin) dan Hangky Gunawan (pemilik pabrik ekstasi di Surabaya) dibebaskan dari hukuman mati setelah PK.
Dalam persidangan ini, jaksa Pofrizal dan Ridho Setiwan selaku termohon pun langsung menanggapi permohonan PK dari pemohon. mereka mengatakan bahwa MA hanya dapat memberikan satu kali PK.
"Sebenarnya tidak perlu menanggapi permohonan PK kedua, karena tidak dapat dikirim ke MA. Jadi permohonan tidak dapat diterima dan tidak perlu dikirim ke MA," ujar Pofrizal.
Untuk alasan pemohon mengenai pihak termohon yang mengatakan bahwa putusan PN Batam berdasarkan kemufakatan. Termohon juga tidak sependapat atas pemohon yang mempertanyakan kata teroganisir yang dipakai terhadap kedua terpidana mati.
Fakta persidangan mengungkapkan, bahwa sebelum tertangkap para terdakwa sudah melakukan perencanaan yang matang, karena mereka telah bertemu dan mengatur serta membagi tugas, menyepakati cara, dan menetapkan lokasi pengiriman.
Termohon juga mengatakan, bahwa terdakwa (pemohon) pernah bertemu dengan Ong di hotel Jatra, Jakarta, untuk membahas kerjasama saat membawa ekstasi dan happy five dari Malaysia ke Jakarta.
"Jika sudah termasuk dalam satu kesatuan, maka itu merupakan terorganisir. Mereka sudah memiliki tujuan yang sama dan sudah terjalin kerjasama," ujar Ridho.
Akhirnya, persidangan PK kedua terpidana mati tersebut ditunda majelis hakim, dan akan kembali digelar pada Senin 12 Januari 2015 dengan agenda memberi tanggapan atas jawaban termohon oleh pihak pemohon.
Namun, sidang tetap dilanjutkan dengan agenda pembacaan permohonan oleh kuasa hukum dan tanggapan permohonan oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejati) Batam selaku termohon.
Ketua mejelis hakim Budiman Sitorus kembali mempertanyakan bisa atau tidaknya tim kuasa hukum untuk menghadirkan kedua terpidana mati tersebut.
"Kami tidak bisa menghadirkan dan meminta agar majelis hakim memberikan surat penetapan agar kedua terpidana dapat dihadirkan," ujar Kuasa Hukum Terpidana, Charles Lubis, di muka sidang, kemarin.
Dalam permohonannya, Charles menyampaikan memori PK, serta alasan-alasan mereka mengajukan PK. Dia menyampaikan, bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) RI mengenai PK, dan keputusan majelis hakim PN Batam tidak mencerminkan keadilan.
"Kami selaku pemohon peninjauan kembali dengan tegas keberatan dan menolak, karena tidak mencerminkan keadilan," terangnya.
Pemohon menyatakan, putusan Judex Facti PN Batam memperlihatkan kekhilafan dan hanya berdasarkan pertimbangan legalistik. Charles menegaskan, hakim telah salah atas keputusannya mengenai bahasa teroganisir.
"Terdakwa tidak memiliki hubungan dan tidak mengenal WN Malaysia Ong (DPO). Terdakwa hanya menerima barang titipan dari Batu Pahat Malaysia untuk dibawa ke Batam, dan kemudian akan dibawa ke Jakarta. Mereka hanya sebagai kurir," ungkapnya.
Alasan lainnya, setelah pemohon melihat kasus dua orang terpidana mati, Hillary K Chimezie (WN Nigeria, pemilik 5,8 kilogram heroin) dan Hangky Gunawan (pemilik pabrik ekstasi di Surabaya) dibebaskan dari hukuman mati setelah PK.
Dalam persidangan ini, jaksa Pofrizal dan Ridho Setiwan selaku termohon pun langsung menanggapi permohonan PK dari pemohon. mereka mengatakan bahwa MA hanya dapat memberikan satu kali PK.
"Sebenarnya tidak perlu menanggapi permohonan PK kedua, karena tidak dapat dikirim ke MA. Jadi permohonan tidak dapat diterima dan tidak perlu dikirim ke MA," ujar Pofrizal.
Untuk alasan pemohon mengenai pihak termohon yang mengatakan bahwa putusan PN Batam berdasarkan kemufakatan. Termohon juga tidak sependapat atas pemohon yang mempertanyakan kata teroganisir yang dipakai terhadap kedua terpidana mati.
Fakta persidangan mengungkapkan, bahwa sebelum tertangkap para terdakwa sudah melakukan perencanaan yang matang, karena mereka telah bertemu dan mengatur serta membagi tugas, menyepakati cara, dan menetapkan lokasi pengiriman.
Termohon juga mengatakan, bahwa terdakwa (pemohon) pernah bertemu dengan Ong di hotel Jatra, Jakarta, untuk membahas kerjasama saat membawa ekstasi dan happy five dari Malaysia ke Jakarta.
"Jika sudah termasuk dalam satu kesatuan, maka itu merupakan terorganisir. Mereka sudah memiliki tujuan yang sama dan sudah terjalin kerjasama," ujar Ridho.
Akhirnya, persidangan PK kedua terpidana mati tersebut ditunda majelis hakim, dan akan kembali digelar pada Senin 12 Januari 2015 dengan agenda memberi tanggapan atas jawaban termohon oleh pihak pemohon.
(san)