Wakasek SMAN Tertangkap Tangan Lakukan Pungli
A
A
A
SURABAYA - Setelah kasus pungutan liar (pungli) di sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) berhasil diungkap Ombudsman Republik Indonesia (ORI), kini giliran instansi pendidikan yang melakukan praktik haram tersebut.
Adalah Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) SMAN 15 Surabaya, berinisial N ditangkap aparat kepolisian lantaran tertangkap tangan melakukan pungli.
Kasus ini bermula pada 26 Desember 2014 lalu, dimana Mayor (Mar) TNI AL, Sidik yang beralamat di kompleks Marinir Opak, mendatangi Komisi D DPRD Surabaya. Saat itu, Mayor Sidik ditemui anggota Komisi D, Baktiono terkait proses mutasi anaknya dari SMA di Jakarta ke SMAN 15 Surabaya.
Anaknya yang bernama Eka Abrar Darmawan saat ini duduk dibangku kelas 10 IPS. Namun oleh pihak sekolah yang beralamat di Jalan Dukuh Menanggal tersebut, Eka diwajibkan membayar uang administrasi sebesar Rp30 juta.
Atas saran komisi D, dirinya diminta tetap mengikuti prosedur tes yang dipersyaratkan pihak sekolah sekaligus kembali mempertanyakan uang administrasi mutasi.
Beberapa hari kemudian, Sidik dan anaknya datang ke SMAN 15. Saat itu langsung dites oleh pihak sekolah. Namun tes yang dilakukan pada Eka adalah tes bidang studi IPA, padahal Eka berasal dari bidang studi IPS.
Tentu saja Eka kesulitan menjawab tes tersebut. Ujung-ujungnya, Eka malah ditawari untuk menyelesaikan adminitrasi dengan nilai puluhan juta. Beberapa hari mengikuti tes, Eka dan Sidik mendatangi lagi komisi D untuk bertemu dengan Baktiono.
Berbekal pengakuan dari Eka dan Sidik tersebut, akhirnya Jumat (2/1/2014), Baktiono dan anggota komisi D lainnya, Budi Leksono bersama Eka dan Sidik menyusun skenario. Dengan di-back up anggota Intel Polrestabes Surabaya, mereka lantas bergerak ke SMAN 15.
Rombongan meluncur ke SMAN 15 pada Jumat (2/1/2015) hari. Awalnya Budi Leksono masuk lebih dulu dengan berpura-pura akan mutasi anaknya ke SMAN 15. Namun oleh pihak sekolah ditolak karena mutasinya lokal.
“Saya ingin memancing pejabat sekolah. Anak saya kan sekolah di SMA kompleks dan ingin saya mutasi ke sini (SMAN 15). Saya sudah bawa uang. Kalau pihak sekolah minta uang administrasi akan langsung saya bayar," kata politikus dari PDI-Perjuangan ini.
Berhubung skenario pertama gagal, kemudian dilanjutkan dengan skenario kedua. Mayor Sidik masuk ke SMAN 15. Sedangkan Baktiono, Budi Leksono bersama anggota polisi dari Polrestabes Surabaya stand by di kendaraan lokasi yang tak jauh dari sekolah.
Sidik yang sebelumnya sudah janjian dengan pihak sekolah, lantas menuju ke ruangan Kepala Sekolah (Kasek). Namun oleh Kasek diarahkan untuk menemui Wakasek, N. Tanpa banyak bicara, Sidik mengaku hanya punya uang Rp3 juta kepada N.
Oleh Wakasek diminta untuk menggenapinya Rp5 juta. Padahal persetujuannya Rp25 juta. Begitu uang Rp3 juta diserahkan Sidik dan diterima oleh wakasek, Sidik langsung menghubungi Baktiono.
Begitu handphone Baktiono berdering, dengan sigap anggota dewan bersama anggota polisi langsung merangsek masuk ke ruangan wakasek. N terkejut ketika tiba-tiba banyak orang yang masuk ke ruangannya. Bahkan, N sempat terdiam.
Saking paniknya, saat ditanya oleh salah satu polisi mengenai mutasi ada uang administrasi, Wakasek N menjawab sekenanya. "Itu ada aturannya pak," ujar Baktiono menirukan ucapan wakasek singkat. Tak lama kemudian, N
N langsung dibawa ke Polrestabes untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sedangkan kasek yang sebelumnya ada di sekolah, mendadak hilang tidak ada di ruangan. “Praktik-praktik pungli ini harus dihilangkan. Wali kota harus tegas dan serius menyikapi persoalan ini,” pinta Baktiono.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini belum dapat memberi penjelasan lebih jauh mengenai oknum sekolah yang nakal ini.
Saat dikonfirmasi di Mapolda Jatim kemarin, mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu mengaku sudah memproses kasus yang mencoreng wajah pendidikan Surabaya itu.
Sayangnya, orang nomor satu di Surabaya itu enggan memberi penjelasan proses seperti apa yang dimaksud. “Nanti akan kami dalami. Saat ini kasus itu sudah kami proses,” ujarnya singkat sambil terus menghindari pertanyaan bertubi-tubi dari awak media.
Adalah Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) SMAN 15 Surabaya, berinisial N ditangkap aparat kepolisian lantaran tertangkap tangan melakukan pungli.
Kasus ini bermula pada 26 Desember 2014 lalu, dimana Mayor (Mar) TNI AL, Sidik yang beralamat di kompleks Marinir Opak, mendatangi Komisi D DPRD Surabaya. Saat itu, Mayor Sidik ditemui anggota Komisi D, Baktiono terkait proses mutasi anaknya dari SMA di Jakarta ke SMAN 15 Surabaya.
Anaknya yang bernama Eka Abrar Darmawan saat ini duduk dibangku kelas 10 IPS. Namun oleh pihak sekolah yang beralamat di Jalan Dukuh Menanggal tersebut, Eka diwajibkan membayar uang administrasi sebesar Rp30 juta.
Atas saran komisi D, dirinya diminta tetap mengikuti prosedur tes yang dipersyaratkan pihak sekolah sekaligus kembali mempertanyakan uang administrasi mutasi.
Beberapa hari kemudian, Sidik dan anaknya datang ke SMAN 15. Saat itu langsung dites oleh pihak sekolah. Namun tes yang dilakukan pada Eka adalah tes bidang studi IPA, padahal Eka berasal dari bidang studi IPS.
Tentu saja Eka kesulitan menjawab tes tersebut. Ujung-ujungnya, Eka malah ditawari untuk menyelesaikan adminitrasi dengan nilai puluhan juta. Beberapa hari mengikuti tes, Eka dan Sidik mendatangi lagi komisi D untuk bertemu dengan Baktiono.
Berbekal pengakuan dari Eka dan Sidik tersebut, akhirnya Jumat (2/1/2014), Baktiono dan anggota komisi D lainnya, Budi Leksono bersama Eka dan Sidik menyusun skenario. Dengan di-back up anggota Intel Polrestabes Surabaya, mereka lantas bergerak ke SMAN 15.
Rombongan meluncur ke SMAN 15 pada Jumat (2/1/2015) hari. Awalnya Budi Leksono masuk lebih dulu dengan berpura-pura akan mutasi anaknya ke SMAN 15. Namun oleh pihak sekolah ditolak karena mutasinya lokal.
“Saya ingin memancing pejabat sekolah. Anak saya kan sekolah di SMA kompleks dan ingin saya mutasi ke sini (SMAN 15). Saya sudah bawa uang. Kalau pihak sekolah minta uang administrasi akan langsung saya bayar," kata politikus dari PDI-Perjuangan ini.
Berhubung skenario pertama gagal, kemudian dilanjutkan dengan skenario kedua. Mayor Sidik masuk ke SMAN 15. Sedangkan Baktiono, Budi Leksono bersama anggota polisi dari Polrestabes Surabaya stand by di kendaraan lokasi yang tak jauh dari sekolah.
Sidik yang sebelumnya sudah janjian dengan pihak sekolah, lantas menuju ke ruangan Kepala Sekolah (Kasek). Namun oleh Kasek diarahkan untuk menemui Wakasek, N. Tanpa banyak bicara, Sidik mengaku hanya punya uang Rp3 juta kepada N.
Oleh Wakasek diminta untuk menggenapinya Rp5 juta. Padahal persetujuannya Rp25 juta. Begitu uang Rp3 juta diserahkan Sidik dan diterima oleh wakasek, Sidik langsung menghubungi Baktiono.
Begitu handphone Baktiono berdering, dengan sigap anggota dewan bersama anggota polisi langsung merangsek masuk ke ruangan wakasek. N terkejut ketika tiba-tiba banyak orang yang masuk ke ruangannya. Bahkan, N sempat terdiam.
Saking paniknya, saat ditanya oleh salah satu polisi mengenai mutasi ada uang administrasi, Wakasek N menjawab sekenanya. "Itu ada aturannya pak," ujar Baktiono menirukan ucapan wakasek singkat. Tak lama kemudian, N
N langsung dibawa ke Polrestabes untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sedangkan kasek yang sebelumnya ada di sekolah, mendadak hilang tidak ada di ruangan. “Praktik-praktik pungli ini harus dihilangkan. Wali kota harus tegas dan serius menyikapi persoalan ini,” pinta Baktiono.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini belum dapat memberi penjelasan lebih jauh mengenai oknum sekolah yang nakal ini.
Saat dikonfirmasi di Mapolda Jatim kemarin, mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu mengaku sudah memproses kasus yang mencoreng wajah pendidikan Surabaya itu.
Sayangnya, orang nomor satu di Surabaya itu enggan memberi penjelasan proses seperti apa yang dimaksud. “Nanti akan kami dalami. Saat ini kasus itu sudah kami proses,” ujarnya singkat sambil terus menghindari pertanyaan bertubi-tubi dari awak media.
(lis)