Airnav Indonesia Akui Kalah dari Singapura
A
A
A
TANGERANG - General Manager Jakarta Air Traffic Services Center (JATSC) atau Airnav Indonesia Budi Hendro Setiyono membenarkan alat radar yang dimiliki kalah dengan yang dimiliki Singapura. Namun, meski kalah, alat radar yang dimilikinya itu dalam kondisi baik.
Hal itu dikatakannya saat ditanya mengenai perlengkapan radar milik JATSC yang dinilai kalah dengan yang dimiliki Singapura.
"Radar boleh lama, tetapi kalau kita rawat terus kan tak ada masalah. Saat ini dalam kondisi bagus. Kita memang kalah dengan Singapura. Seperti mobil Anda, kalau baru tetapi tak dirawat kan sama saja. Kondisi alat kita baik, karena kita rawat terus, jadi tak ada masalah," ujar Budi, Jumat (2/1/2015), saat ditemui di ruang kerjanya.
Tetapi, dirinya sepakat bahwa alat tersebut harus diperbarui.
Sedangkan saat ditanya peristiwa jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 akibat dari petugas lamban menerima kontak dari pilot pesawat tersebut, Budi membantah.
"Tidak benar itu, kita justru ketika itu terus memanggil berkali-kali. Itu pun kita duluan yang memanggil kok," ujarnya.
Dia juga membantah adanya warna merah pada radar pesawat yang seharus diteruskan pilot dengan memutar balik. "Tidak ada warna merah, hijau, dan sebagainya. Kata siapa itu ada warna merah?" tanya dia.
Mengenai adanya informasi bahwa petugas JATSC ketika peristiwa itu terjadi sedang merokok, nonton bola, dan sedang tiduran di kasur dalam ruangan, Budi mengaku ada televisi dan kasur, tetapi itu terdapat di ruang istirahat.
"Ada TV dan kasur tetapi tidak di ruangan itu. Itu ada di ruang istirahat. Jangan katanya terus lihat sendiri. Kalau soal rokok, sudah dua tahun tak ada yang merokok di sini," jelasnya.
Sedangkan soal adanya enam pesawat yang berjauhan pada saat peristiwa itu, dia mengatakan bukan enam tetapi sembilan.
"Dan, itu dalam kondisi biasa, karena kita biasanya menangani belasan. Ada sembilan, bukan enam," katanya.
Ditanya kondisi cuaca saat itu, Budi mengaku alat yang dimiliki tidak dapat mengetahui kondisi cuaca ketika sudah berada di 32.000 kaki.
"Kita belum punya alat untuk memantau cuaca di 32.000 kaki. Saya harapkan semua tunggu dari hasil penyelidikan dari KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi). Apakah ada petugas kami yang salah, bisa nanti cek hasilnya dari KNKT."
Hal itu dikatakannya saat ditanya mengenai perlengkapan radar milik JATSC yang dinilai kalah dengan yang dimiliki Singapura.
"Radar boleh lama, tetapi kalau kita rawat terus kan tak ada masalah. Saat ini dalam kondisi bagus. Kita memang kalah dengan Singapura. Seperti mobil Anda, kalau baru tetapi tak dirawat kan sama saja. Kondisi alat kita baik, karena kita rawat terus, jadi tak ada masalah," ujar Budi, Jumat (2/1/2015), saat ditemui di ruang kerjanya.
Tetapi, dirinya sepakat bahwa alat tersebut harus diperbarui.
Sedangkan saat ditanya peristiwa jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 akibat dari petugas lamban menerima kontak dari pilot pesawat tersebut, Budi membantah.
"Tidak benar itu, kita justru ketika itu terus memanggil berkali-kali. Itu pun kita duluan yang memanggil kok," ujarnya.
Dia juga membantah adanya warna merah pada radar pesawat yang seharus diteruskan pilot dengan memutar balik. "Tidak ada warna merah, hijau, dan sebagainya. Kata siapa itu ada warna merah?" tanya dia.
Mengenai adanya informasi bahwa petugas JATSC ketika peristiwa itu terjadi sedang merokok, nonton bola, dan sedang tiduran di kasur dalam ruangan, Budi mengaku ada televisi dan kasur, tetapi itu terdapat di ruang istirahat.
"Ada TV dan kasur tetapi tidak di ruangan itu. Itu ada di ruang istirahat. Jangan katanya terus lihat sendiri. Kalau soal rokok, sudah dua tahun tak ada yang merokok di sini," jelasnya.
Sedangkan soal adanya enam pesawat yang berjauhan pada saat peristiwa itu, dia mengatakan bukan enam tetapi sembilan.
"Dan, itu dalam kondisi biasa, karena kita biasanya menangani belasan. Ada sembilan, bukan enam," katanya.
Ditanya kondisi cuaca saat itu, Budi mengaku alat yang dimiliki tidak dapat mengetahui kondisi cuaca ketika sudah berada di 32.000 kaki.
"Kita belum punya alat untuk memantau cuaca di 32.000 kaki. Saya harapkan semua tunggu dari hasil penyelidikan dari KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi). Apakah ada petugas kami yang salah, bisa nanti cek hasilnya dari KNKT."
(zik)