Syiar Islam lewat Siraman Gong Sekati
A
A
A
CIREBON - Keraton Kanoman Cirebon kemarin menggelar tradisi ritual Siraman Gong Sekati. Gong Sekati mengacu pada seperangkat gamelan sekaten yang di antaranya terdiri dari gong, slendro, dan lainnya.
Ritual ini berupa kegiatan pen cucian seperangkat gamelan tersebut yang dikenal pusaka. Alat-alat musik itu kemudian mulai dimainkan pdaa Selasa (30/12) malam hingga puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Alat-alat musik tradisional yang diyakini peninggalan Sunan Gunung Jati itu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di Gedong Jimat ke Langgar Alit oleh abdi dalem dan kerabat keraton.
Pencucian dilakukan menggunakan bahan-bahan alami berupa sabut kelapa, air kelapa hijau bercampur bunga tujuh rupa, abu gosok, dan jeruk nipis. Juru bicara Keraton Kanoman yang juga adik perempuan Sultan Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina di sela kegiatan menyebutkan, pencucian menggunakan bahan alami agar kualitas suara yang dihasilkan optimal.
Pencucian sendiri dimulai dengan penyiraman air ke perangkat gamelan, sebelum kemudian digosok menggunakan sabut kelapa dan abu gosok beserbuk batu bata. Usai prosesi penyiraman, Gong Sekati dibawa ke Bangsal Sekaten. Di sini, Gong Sekati mulai dibunyikan setiap malam sejak pukul 20.00 WIB hingga malam puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan tradisi Panjang Jimat.
“Makna ritual mencuci Gong Sekati untuk mengingatkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW harus dimulai dengan sesuatu yang suci dan bersih,” jelas dia. Tradisi penabuhan Gong Sekati sendiri dikenal Muni Gong Sekati oleh lebih dari selusin abdi dalem keraton yang disebut Nayaga.
Penabuhan gong sekati didahului pembacaan syahadat yang merepresentasikan bentuk syiar (Islam) melalui budaya. Para Nayaga akan memainkan lima lagu di antaranya parianom, bangau butak, cingcing dhuwur, juga kajongan. Kelima lagu yang dimainkan menggunakan Gong Sekati itu berisi pesanpesan kebajikan dan ajakan untuk melaksanakan kebaikan
“Pembunyian gong hanya berhenti pada waktu-waktu salat. Sekati sendiri bermakna sesuka hati atau serela hati, jadi pembunyian gong dilakukan dengan kerelaan hati,” cetus dia. Gong Sekati sendiri merupakan barang kenangkenangan dari Sultan Demak II Abdul Qodir atau Pangeran Sabrang Lor kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Sabrang Lor dikenal juga sebagai menantu Sunan Gunung Jati yang menikah dengan putri sulungnya Putri Pulung Ayu.
Tradisi penabuhan Gong Sekati sudah berlangsung sejak sekitar tahun 1500. Kegiatan ini lebih pada upaya mengingat perjuangan syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati melalui pendekatan seni dan budaya, seperti halnya dilakukan Sunan Kalijaga.
Erika Lia
Ritual ini berupa kegiatan pen cucian seperangkat gamelan tersebut yang dikenal pusaka. Alat-alat musik itu kemudian mulai dimainkan pdaa Selasa (30/12) malam hingga puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Alat-alat musik tradisional yang diyakini peninggalan Sunan Gunung Jati itu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya di Gedong Jimat ke Langgar Alit oleh abdi dalem dan kerabat keraton.
Pencucian dilakukan menggunakan bahan-bahan alami berupa sabut kelapa, air kelapa hijau bercampur bunga tujuh rupa, abu gosok, dan jeruk nipis. Juru bicara Keraton Kanoman yang juga adik perempuan Sultan Kanoman, Ratu Raja Arimbi Nurtina di sela kegiatan menyebutkan, pencucian menggunakan bahan alami agar kualitas suara yang dihasilkan optimal.
Pencucian sendiri dimulai dengan penyiraman air ke perangkat gamelan, sebelum kemudian digosok menggunakan sabut kelapa dan abu gosok beserbuk batu bata. Usai prosesi penyiraman, Gong Sekati dibawa ke Bangsal Sekaten. Di sini, Gong Sekati mulai dibunyikan setiap malam sejak pukul 20.00 WIB hingga malam puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan tradisi Panjang Jimat.
“Makna ritual mencuci Gong Sekati untuk mengingatkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW harus dimulai dengan sesuatu yang suci dan bersih,” jelas dia. Tradisi penabuhan Gong Sekati sendiri dikenal Muni Gong Sekati oleh lebih dari selusin abdi dalem keraton yang disebut Nayaga.
Penabuhan gong sekati didahului pembacaan syahadat yang merepresentasikan bentuk syiar (Islam) melalui budaya. Para Nayaga akan memainkan lima lagu di antaranya parianom, bangau butak, cingcing dhuwur, juga kajongan. Kelima lagu yang dimainkan menggunakan Gong Sekati itu berisi pesanpesan kebajikan dan ajakan untuk melaksanakan kebaikan
“Pembunyian gong hanya berhenti pada waktu-waktu salat. Sekati sendiri bermakna sesuka hati atau serela hati, jadi pembunyian gong dilakukan dengan kerelaan hati,” cetus dia. Gong Sekati sendiri merupakan barang kenangkenangan dari Sultan Demak II Abdul Qodir atau Pangeran Sabrang Lor kepada Sunan Gunung Jati. Pangeran Sabrang Lor dikenal juga sebagai menantu Sunan Gunung Jati yang menikah dengan putri sulungnya Putri Pulung Ayu.
Tradisi penabuhan Gong Sekati sudah berlangsung sejak sekitar tahun 1500. Kegiatan ini lebih pada upaya mengingat perjuangan syiar Islam oleh Sunan Gunung Jati melalui pendekatan seni dan budaya, seperti halnya dilakukan Sunan Kalijaga.
Erika Lia
(ftr)