Anak Syamsul Tiap Hari Siksa PRT
A
A
A
MEDAN - Terdakwa M Thoriq Anwar, 17, anak Syamsul Anwar, tersangka penganiayaan dan pembunuhan pembantu rumah tangga (PRT), akhirnya didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Medan, kemarin.
Dalam sidang yang tertutup untuk umum kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lila Nasution dan Mirza mendakwa M Thoriq melakukan penganiayaan yang menyebabkan dua PRT meninggal, yakni Hermin alias Cici.
Tidak hanya itu, Thoriq juga didakwa jaksa menganiaya terhadap tiga PRT lainnya, yakni Anis Rahayu, 31, asal Malang, Jawa Timur; Endang, 55, asal Madura, Jawa Timur; dan Rukmiyani, 42, asal Demak, Jawa Tengah. “Penganiayaan itu dilakukan terdakwa M Thoriq Anwar secara bersama-sama dan berkelanjutan,” kata Lila di hadapan majelis hakim tunggal, Nazzar Effriandi, di Ruang Sidang Anak Sari PN Medan.
Atas perbuatannya, JPU dari Kejari Medan ini menjerat M Thoriq dengan Pasal 351 ayat 1 KUHPidana tentang penganiayaan jo Pasal 44 ayat 3 Undang- Undang (UU) No 23/2014 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tentang perbuatan secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.
Setelah mendengarkan dakwaan jaksa, sidang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Jaksa menghadirkan sembilan saksi ditambah dengan seorang saksi ahli forensik dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Pirngadi Medan, Surjit Singh. Kesembilan orang tersebut, yakni Anis Rahayu, Endang, dan Rukmiyani selaku saksi korban.
Kemudian Kiki Andika, Very, dan Zahir, sebagai tersangka yang dijadikan saksi. Selanjutnya Elia Karokaro dan Ranto Siburian selaku saksi dari kepolisian. Satu orang saksi penemu mayat Hermin di Karo, Anto Ginting. Mereka diperiksa bergantian dalam sidang tertutup untuk umum itu.
Seusai persidangan, kepada wartawan, Anis Rahayu mengatakan, hampir setiap hari dia dipukul terdakwa M Thoriq. Bukan hanya dipukul, kepala PRT asal Malang ini juga kerap diinjak Thoriq yang langsung berlandaskan lantai.
“Tapi pas di sidang tadi, dia(Thoriq) selalumembantah. Dia tidak mengakui perbuatannya, dia berbohong itu. Saya katakan apa yang sebenarnya, saya juga sudah disumpah di atas Alquran, tidak mungkin saya bohong. Dia memang setiap hari memukul saya dan pembantu lainnya,” katanya.
Aksi pemukulan yang dilakukan Thoriq bersama Hanafi Bahri, Very, dan Kiki Andika (tersangka) sangat tidak manusiawi. Pemukulan itu kerap dilakukan dengan menggunakan kayu hanya karena kesalahan sedikit. “Yang paling saya tidak terima, kepala saya pernah diduduki dan diinjak terdakwa itu,” katanya.
Endang juga mengungkapkan, hampir setiap hari dipukul dan dianiaya terdakwa dengan tidak manusiawi. “Awalnya saya dijanjikan gaji sebulan Rp1,2 juta untuk bekerja di rumah Syamsul. Saya sudah bekerja selama lima tahun, tapi tidak pernah sekali pun digaji, malah setiap hari dipukuli,” kata perempuan beranak dua asal Madura ini.
Saksi korban lainnya, Rukmiyani menjelaskan, kerap ditendang terdakwa secara membabi buta. Bahkan, terdakwa kerap mencari-cari kesalahannya untuk memukul. “Tapi pas sidang tadi (kemarin), dia tidak mengakuinya. Dia mengaku hanya memarahi saya. Padahal, saya pernah dipukuli sampai tidak bisa bangun (berdiri) selama seminggu,” katanya.
Dia juga melihat sendiri para terdakwa melakukan penganiayaan hingga Hermin meninggal. Hermin diseret ke kamar mandi, kemudian kepalanya dicelupkan ke bak mandi dan ditahan hingga meninggal. “Saya lihat sendiri itu, yang menyuruh adalah Radika (istri Syamsul),” ungkapnya.
Dalam sidang kemarin, kata Rukmiyani, hakim sempat menawarkan agar dia berdamai dengan para terdakwa itu. Namun, dia menolak keras dengan alasan tidak bisa menerima perbuatan para terdakwa. Dalam sidang kemarin, Syamsul Anwar dan istrinya, Radika, juga hadir mendampingi karena anaknya masih dibawah umur. Kepada wartawan, Syamsul mengatakan, anaknya tidak terlibat dalam kasus ini.
Thoriq dikorbankan untuk menjerat semua keluarganya. “Kami siap bertanggung jawab kalau memang ini terbukti. Kami hanya dikorbankan dalam kasus ini, karena ini awal dari kasus Mohar (tersangka penganiaya PRT dalam kasus lain) yang mereka (Polresta Medan) tidak bisa tuntaskan. Jadi, kami yang dijadikan korban untuk pencitraan mereka,” kata Syamsul.
Syamsul juga protes terhadap tindakan penyidik kepolisian yang membongkar rumahnya. Sebab pembongkaran itu tanpa seizinnya. “Katanya ada kerangka (manusia) di dalam rumah saya. Rangka apa yang ditemukan? Apa ada? Sekarang rumah saya hancur. Padahal, sampai saat ini tidak ada ketemu (mayat manusia) di situ,” ujarnya.
Syamsul juga menantang Polresta Medan menuntaskan kasus Mohar. Menurut dia, penyidik Polresta Medan tidak bisa menuntaskan kasus Mohar dan dia dijadikan sebagai pelampiasan. “Nanti akan kami buktikan semua, persidangan ini kan tidak ada yang direkayasa. Kalau saya melakukan pembunuhan, istri saya melakukan penganiayaan, kami siap dihukum,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, sidang dengan terdakwa M Thoriq masih berlangsung dengan pemeriksaan saksi-saksi. Sementara terdakwa Hanafi Bahri hingga pukul 20.00WIB kemarin, belum juga disidangkan. Amrizal Fahmi, selaku JPU untuk terdakwa Hanafi Bahri mengatakan, tetap akan disidangkan meski sampai tengah malam.
Menurut dia, sidang untuk Bahri tidak bisa ditunda mengingat waktu penahanannya mau habis. “Tidak bisa ditunda karena tanggal 30 (Desember 2014) lusa sudah harus tuntutan. Jadi, malam ini harus tetap disidangkan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi (sembilan saksi tambah satu saksi ahli). Tidak ada alasan menundanya,” katanya.
Menurut Fahmi, untuk terdakwa Bahri akan dijerat pasal sama dengan Thoriq. Hanya Bahri ditambah dengan Pasal 338 KUHPidana tentang pembunuhan. “Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara karena terdakwa ini masih dibawah umur. Jadi, hukuman yang dikenakan hanya satu per tiga dari ancaman hukumannya,” ujarnya.
Pantauan KORAN SINDO MEDAN, sidang kemarin dijaga ketat petugas kepolisian. Sidang dimulai sejak pukul 10.00 WIB dengan berkas terpisah. Terdakwa Thoriq yang pertama disidangkan hingga pukul 20.00 WIB belum juga selesai.
Sementara terdakwa Bahri masih menunggu di ruang tahanan anak sementara PN Medan untuk disidangkan. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut M Yusni juga turut memantau persidangan didampingi Kepala Kejari Medan Samsuri. Yusni datang ke PN Medan untuk melihat langsung persidangan.
Panggabean Hasibuan
Dalam sidang yang tertutup untuk umum kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lila Nasution dan Mirza mendakwa M Thoriq melakukan penganiayaan yang menyebabkan dua PRT meninggal, yakni Hermin alias Cici.
Tidak hanya itu, Thoriq juga didakwa jaksa menganiaya terhadap tiga PRT lainnya, yakni Anis Rahayu, 31, asal Malang, Jawa Timur; Endang, 55, asal Madura, Jawa Timur; dan Rukmiyani, 42, asal Demak, Jawa Tengah. “Penganiayaan itu dilakukan terdakwa M Thoriq Anwar secara bersama-sama dan berkelanjutan,” kata Lila di hadapan majelis hakim tunggal, Nazzar Effriandi, di Ruang Sidang Anak Sari PN Medan.
Atas perbuatannya, JPU dari Kejari Medan ini menjerat M Thoriq dengan Pasal 351 ayat 1 KUHPidana tentang penganiayaan jo Pasal 44 ayat 3 Undang- Undang (UU) No 23/2014 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tentang perbuatan secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara.
Setelah mendengarkan dakwaan jaksa, sidang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Jaksa menghadirkan sembilan saksi ditambah dengan seorang saksi ahli forensik dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Pirngadi Medan, Surjit Singh. Kesembilan orang tersebut, yakni Anis Rahayu, Endang, dan Rukmiyani selaku saksi korban.
Kemudian Kiki Andika, Very, dan Zahir, sebagai tersangka yang dijadikan saksi. Selanjutnya Elia Karokaro dan Ranto Siburian selaku saksi dari kepolisian. Satu orang saksi penemu mayat Hermin di Karo, Anto Ginting. Mereka diperiksa bergantian dalam sidang tertutup untuk umum itu.
Seusai persidangan, kepada wartawan, Anis Rahayu mengatakan, hampir setiap hari dia dipukul terdakwa M Thoriq. Bukan hanya dipukul, kepala PRT asal Malang ini juga kerap diinjak Thoriq yang langsung berlandaskan lantai.
“Tapi pas di sidang tadi, dia(Thoriq) selalumembantah. Dia tidak mengakui perbuatannya, dia berbohong itu. Saya katakan apa yang sebenarnya, saya juga sudah disumpah di atas Alquran, tidak mungkin saya bohong. Dia memang setiap hari memukul saya dan pembantu lainnya,” katanya.
Aksi pemukulan yang dilakukan Thoriq bersama Hanafi Bahri, Very, dan Kiki Andika (tersangka) sangat tidak manusiawi. Pemukulan itu kerap dilakukan dengan menggunakan kayu hanya karena kesalahan sedikit. “Yang paling saya tidak terima, kepala saya pernah diduduki dan diinjak terdakwa itu,” katanya.
Endang juga mengungkapkan, hampir setiap hari dipukul dan dianiaya terdakwa dengan tidak manusiawi. “Awalnya saya dijanjikan gaji sebulan Rp1,2 juta untuk bekerja di rumah Syamsul. Saya sudah bekerja selama lima tahun, tapi tidak pernah sekali pun digaji, malah setiap hari dipukuli,” kata perempuan beranak dua asal Madura ini.
Saksi korban lainnya, Rukmiyani menjelaskan, kerap ditendang terdakwa secara membabi buta. Bahkan, terdakwa kerap mencari-cari kesalahannya untuk memukul. “Tapi pas sidang tadi (kemarin), dia tidak mengakuinya. Dia mengaku hanya memarahi saya. Padahal, saya pernah dipukuli sampai tidak bisa bangun (berdiri) selama seminggu,” katanya.
Dia juga melihat sendiri para terdakwa melakukan penganiayaan hingga Hermin meninggal. Hermin diseret ke kamar mandi, kemudian kepalanya dicelupkan ke bak mandi dan ditahan hingga meninggal. “Saya lihat sendiri itu, yang menyuruh adalah Radika (istri Syamsul),” ungkapnya.
Dalam sidang kemarin, kata Rukmiyani, hakim sempat menawarkan agar dia berdamai dengan para terdakwa itu. Namun, dia menolak keras dengan alasan tidak bisa menerima perbuatan para terdakwa. Dalam sidang kemarin, Syamsul Anwar dan istrinya, Radika, juga hadir mendampingi karena anaknya masih dibawah umur. Kepada wartawan, Syamsul mengatakan, anaknya tidak terlibat dalam kasus ini.
Thoriq dikorbankan untuk menjerat semua keluarganya. “Kami siap bertanggung jawab kalau memang ini terbukti. Kami hanya dikorbankan dalam kasus ini, karena ini awal dari kasus Mohar (tersangka penganiaya PRT dalam kasus lain) yang mereka (Polresta Medan) tidak bisa tuntaskan. Jadi, kami yang dijadikan korban untuk pencitraan mereka,” kata Syamsul.
Syamsul juga protes terhadap tindakan penyidik kepolisian yang membongkar rumahnya. Sebab pembongkaran itu tanpa seizinnya. “Katanya ada kerangka (manusia) di dalam rumah saya. Rangka apa yang ditemukan? Apa ada? Sekarang rumah saya hancur. Padahal, sampai saat ini tidak ada ketemu (mayat manusia) di situ,” ujarnya.
Syamsul juga menantang Polresta Medan menuntaskan kasus Mohar. Menurut dia, penyidik Polresta Medan tidak bisa menuntaskan kasus Mohar dan dia dijadikan sebagai pelampiasan. “Nanti akan kami buktikan semua, persidangan ini kan tidak ada yang direkayasa. Kalau saya melakukan pembunuhan, istri saya melakukan penganiayaan, kami siap dihukum,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, sidang dengan terdakwa M Thoriq masih berlangsung dengan pemeriksaan saksi-saksi. Sementara terdakwa Hanafi Bahri hingga pukul 20.00WIB kemarin, belum juga disidangkan. Amrizal Fahmi, selaku JPU untuk terdakwa Hanafi Bahri mengatakan, tetap akan disidangkan meski sampai tengah malam.
Menurut dia, sidang untuk Bahri tidak bisa ditunda mengingat waktu penahanannya mau habis. “Tidak bisa ditunda karena tanggal 30 (Desember 2014) lusa sudah harus tuntutan. Jadi, malam ini harus tetap disidangkan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi (sembilan saksi tambah satu saksi ahli). Tidak ada alasan menundanya,” katanya.
Menurut Fahmi, untuk terdakwa Bahri akan dijerat pasal sama dengan Thoriq. Hanya Bahri ditambah dengan Pasal 338 KUHPidana tentang pembunuhan. “Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara karena terdakwa ini masih dibawah umur. Jadi, hukuman yang dikenakan hanya satu per tiga dari ancaman hukumannya,” ujarnya.
Pantauan KORAN SINDO MEDAN, sidang kemarin dijaga ketat petugas kepolisian. Sidang dimulai sejak pukul 10.00 WIB dengan berkas terpisah. Terdakwa Thoriq yang pertama disidangkan hingga pukul 20.00 WIB belum juga selesai.
Sementara terdakwa Bahri masih menunggu di ruang tahanan anak sementara PN Medan untuk disidangkan. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut M Yusni juga turut memantau persidangan didampingi Kepala Kejari Medan Samsuri. Yusni datang ke PN Medan untuk melihat langsung persidangan.
Panggabean Hasibuan
(ftr)