Ajarkan Pendidikan dan Karakter melalui Pendekatan Budaya

Kamis, 25 Desember 2014 - 12:56 WIB
Ajarkan Pendidikan dan Karakter melalui Pendekatan Budaya
Ajarkan Pendidikan dan Karakter melalui Pendekatan Budaya
A A A
Suasana Terminal Bus Kota Tegal kemarin pagi tidak hanya diisi hirukpikuk teriakan kru bus mencari penumpang serta pedagang asongan menawarkan makanan dan minuman.

Namun, juga oleh suara gamelan ditingkahi suara merdu sinden yang membuka lakon wayang. Perhatian para kru bus, pedagang asongan, hingga penumpang pun langsung tersedot ke arah panggung yang berada di kompleks terminal sisi timur, tepatnya di samping Taman Baca Masyarakat (TBM) Sakila Kerti. Tidak sedikit yang bergegas menuju ke panggung untuk menonton.

Di atas panggung, tiga dalang, yakni Ki Anton Surono, Ki Suyanto, dan Ki Gunawan, bergiliran tampil mementaskan lakon dengan gayanya masing-masing. Lakon yang dibawakan ketiga dalang itu memiliki satu benang merah yang bisa ditarik, yakni tentang pendidikan dan karakter. Ki Anton Surono membawakan lakon “Demang Antyagapa” yang menceritakan Demang Antyagapa yang sukses mendidik secara informal anak-anak Prabu Basudewa yang dititipkan, sehingga anakanak raja itu menjadi orang yang patuh pada orang tua.

Kemudian lakon “Sauditama Kawedar” yang dibawakan Ki Suyanto menceritakan Prabu Karna yang merasa tidak dididik ibundanya, Kunthitalibrata. Meski demikian, Prabu Karna berhasil menjadi Raja Awangga yang kehebatannya tiada tertandingi setelah mendapat pendidikan dari ayah angkatnya, Adirata.

Adapun Ki Gunawan melalui lakon “Drupadi Wirang” juga menyelipkan pesan pentingnya pendidikan karakter saat menceritakan Dewi Drupadi menjadi taruhan dalam permainan dadu antara Puntadewa dan Dursasana. Pementasan wayang oleh tiga dalang itu merupakan bagian dari acara haul budaya yang diadakan TBM Sakila Kerti yang sudah lebih dari tiga tahun didirikan di kompleks terminal.

Acara itu menjadi medium untuk mengenang dan memperingati satu tahun meninggalnya dalang wayang suket, Slamet Gundono. Ketua TBM Sakila Kerti, Yusqon, mengatakan, selain untuk mengenang Slamet Gundono, acara ini juga berupaya memberikan pemberdayaan dan pendidikan kepada para pedagang asongan di terminal melalui pendekatan budaya.

“Budaya dan pendidikan tidak bisa dipisahkan, karena itu kementeriannya pun disatukan. Maka mendidik melalui pendekatan budaya sangatlah tepat bagi komunitas warga terminal,” kata dia. Menurut Yusqon, melalui pendekatan budaya, para pedagang asongan maupun masyarakat yang beraktivitas di terminal bisa lebih menerima pesan-pesan yang ingin disampaikan. Hal ini akan berbeda juga pendekatan yang dilakukan terlalu formal dan kaku.

“Kalau tidak melalui pendekatan budaya seperti tontonan wayang, tidak akan masuk,” ujarnya. Almarhum Slamet Gundono sendiri bukan sosok yang asing bagi TBM Sakila Kerti. Pada 2013, dalang nyentrik ini pernah pentas di TBM Sakila Kerti dalam sebuah acara. Dalam lakon Basukarno yang dimainkannya saat itu, Slamet Gundono menyelipkan pesan setia kepada pekerjaan dan menjadi orang yang berguna.

“Jadi melalui wayang juga bisa memberikan pendidikan,” ucap Yusqon. Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Tegal, Budi Saptaji, mengatakan, nama besar Slamet Gundono sudah diakui di tingkat nasional dan memberi sumbangan bagi kesenian Indonesia. Hal ini turut mengangkat Kota Tegal meskipun Slamet Gundono lahir di Kabupaten Tegal.

“Beliau memberikan nilai -nilai kearifan melalui wayang suketnya, mengajarkan cinta alam dan sesama,” kata Saptaji, kemarin.

Farid Firdaus
Kota Tegal
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5349 seconds (0.1#10.140)