Serahkan Sumur Tua ke Daerah
A
A
A
PALEMBANG - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan berharap, kegiatan pengeboran minyak di sumur tua bisa dikelola pihak profesional yang berada di lingkungan perusahaan daerah.
Dengan begitu, diyakini bisa menekan gangguan terhadap lapangan minyak dan gas (migas) yang menjadi objek vital nasional tersebut, terutama aksi illegal drilling. Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki pada seminar Problem dan Solusi Hulu Migas Sumbagsel yang diselenggarakan SKK Migas di Hotel Arista Palembang, kemarin.
Menurut Ishak, jika sumur tua dikelola secara benar oleh tenaga yang kompeten dan mengerti tentang tambang tentu hasilnya akan lebih maksimal. Lalu terkait penjualan, melalui manajemen yang profesional dari perusahaan daerah dipastikan bisa memberi manfaat yang lebih bagi daerah setempat termasuk untuk Pemprov Sumsel.
“Diharapkan (sumur minyak tua) bisa dikelola perusahaan daerah. Sebab selama ini, hasil pengeboran dijual sendiri oleh rakyat dengan harga yang cenderung murah. Kalau di kelola oleh perusahaan daerah, tentu akan lebih tinggi dan menguntungkan,” tegas Ishak. Meski bisa dikelola secara manajerial, dia meyakinkan, masyarakat lokal tetap akan diberdayakan.
Selain itu, dengan dikelola perusahaan daerah juga bisa mengurangi risiko kecelakaan seperti ledakan atau kebakaran. “Kita tetap akan lihat dulu regulasi dari pemerintah pusat. Kalau memang di perkenankan, maka inilah peranan Pemda dalam mengatasi masalah hulu migas di Sumsel,” imbuhnya.
Kepala Perwakilan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu (SKK) Migas Perwakilan Sumbagsel Tirat S Ichtijar menilai, berdasarkan aturan yang ada, sumur tua memang bisa dikelola oleh BUMD ataupun koperasi. Jadi, tidak dikelola oleh orang per orang sehingga hasil penjualannya hanya untuk pendapatan sekelompok masyarakat saja. Namun menurutnya, hal tersebut sulit di implementasikan.
Kalau Pemda memang mau melaksanakan, seharusnya dapat mengajukan langsung kepada pembuat peraturan (pemerintah pusat). Sebab, Pemda adalah implementator dari peraturan yang di buat, bukan justru ada tumpang tindih aturan. “Selama ini memang sudah berlaku dan peraturan sudah dibuat. Namun implementasinya cukup sulit, karenanya perlu ada perbaikan regulasi. Peraturan menterinya sedang di revisi,” tukasnya.
Diakuinya, penurunan produksi minyak sudah terjadi sejak 1996. Itu sebabnya, gas lebih dominan. Meski begitu, realisasi investasi sektor hulu migas menunjukkan peningkatan. Terutama untuk menahan laju penurunan produksi, mengingat mayoritas lapangan migas sudah tua. “Realisasi pengeboran pada 2014 sebanyak 22 kegiatan dari target 24. Sementara, rencana 2015 kita target bisa capai 37 kegiatan,” sebut Tirat.
Selain seminar, dalam kesempatan juga digelar pemberian anugerah jurnalistik award, terutama hasil program field trip ke lokasi pemboran minyak di Pertamina EP Prabumulih, beberapa waktu lalu.
Tim KORANSINDO yang terdiri dari Ibrahim Arsyad, Amarullah Diansyah, dan Nanang Wijayato meraih juara ketiga untuk kategori lingkungan dan keamanan dengan judul berita “Butuh Kepres untuk Atasi Illegal Drilling”.
Yulia Savitri
Dengan begitu, diyakini bisa menekan gangguan terhadap lapangan minyak dan gas (migas) yang menjadi objek vital nasional tersebut, terutama aksi illegal drilling. Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki pada seminar Problem dan Solusi Hulu Migas Sumbagsel yang diselenggarakan SKK Migas di Hotel Arista Palembang, kemarin.
Menurut Ishak, jika sumur tua dikelola secara benar oleh tenaga yang kompeten dan mengerti tentang tambang tentu hasilnya akan lebih maksimal. Lalu terkait penjualan, melalui manajemen yang profesional dari perusahaan daerah dipastikan bisa memberi manfaat yang lebih bagi daerah setempat termasuk untuk Pemprov Sumsel.
“Diharapkan (sumur minyak tua) bisa dikelola perusahaan daerah. Sebab selama ini, hasil pengeboran dijual sendiri oleh rakyat dengan harga yang cenderung murah. Kalau di kelola oleh perusahaan daerah, tentu akan lebih tinggi dan menguntungkan,” tegas Ishak. Meski bisa dikelola secara manajerial, dia meyakinkan, masyarakat lokal tetap akan diberdayakan.
Selain itu, dengan dikelola perusahaan daerah juga bisa mengurangi risiko kecelakaan seperti ledakan atau kebakaran. “Kita tetap akan lihat dulu regulasi dari pemerintah pusat. Kalau memang di perkenankan, maka inilah peranan Pemda dalam mengatasi masalah hulu migas di Sumsel,” imbuhnya.
Kepala Perwakilan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu (SKK) Migas Perwakilan Sumbagsel Tirat S Ichtijar menilai, berdasarkan aturan yang ada, sumur tua memang bisa dikelola oleh BUMD ataupun koperasi. Jadi, tidak dikelola oleh orang per orang sehingga hasil penjualannya hanya untuk pendapatan sekelompok masyarakat saja. Namun menurutnya, hal tersebut sulit di implementasikan.
Kalau Pemda memang mau melaksanakan, seharusnya dapat mengajukan langsung kepada pembuat peraturan (pemerintah pusat). Sebab, Pemda adalah implementator dari peraturan yang di buat, bukan justru ada tumpang tindih aturan. “Selama ini memang sudah berlaku dan peraturan sudah dibuat. Namun implementasinya cukup sulit, karenanya perlu ada perbaikan regulasi. Peraturan menterinya sedang di revisi,” tukasnya.
Diakuinya, penurunan produksi minyak sudah terjadi sejak 1996. Itu sebabnya, gas lebih dominan. Meski begitu, realisasi investasi sektor hulu migas menunjukkan peningkatan. Terutama untuk menahan laju penurunan produksi, mengingat mayoritas lapangan migas sudah tua. “Realisasi pengeboran pada 2014 sebanyak 22 kegiatan dari target 24. Sementara, rencana 2015 kita target bisa capai 37 kegiatan,” sebut Tirat.
Selain seminar, dalam kesempatan juga digelar pemberian anugerah jurnalistik award, terutama hasil program field trip ke lokasi pemboran minyak di Pertamina EP Prabumulih, beberapa waktu lalu.
Tim KORANSINDO yang terdiri dari Ibrahim Arsyad, Amarullah Diansyah, dan Nanang Wijayato meraih juara ketiga untuk kategori lingkungan dan keamanan dengan judul berita “Butuh Kepres untuk Atasi Illegal Drilling”.
Yulia Savitri
(ftr)