UMK 2015 Jawa Tengah Tanpa Penangguhan
A
A
A
SEMARANG - Upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2015 di Jawa Tengah dipastikan tanpa penangguhan. Sebab, hingga batas akhir pengajuan penangguhan 20 Desember 2014 hari ini, tidak ada satupun perusahaan yang mengajukan penangguhan.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Wika Bintang mengatakan, hingga hari ini belum ada perusahaan yang mengajukan penangguhan.
Meskipun pihaknya sudah melakukan sosialisasi baik tentang pemberlakuan kebijakan UMK itu maupun penangguhannya. “Sampai hari ini belum ada yang mengajukan,” katanya di Semarang, Sabtu (20/12/2014).
Dengan tidak adanya perusahaan yang mengajukan UMK, lanjut Wika, maka mulai 1 Januari 2015 nanti, perusahaan yang ada di Jateng harus mematuhi peraturan gubernur tentang UMK tersebut.
“Sehingga mulai awal Februari nanti, perusahaan harus membayarkan upah ke karyawan minimal sesuai dengan UMK yang telah ditetapkan,” imbuhnya.
Bila ada perusahaan yang nekat tidak membayarkan upah sesuai dengan UMK, bisa tercancam pidana paling singkat satu tahun maupun denda sampai Rp400 juta. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pada Februari nanti, lanjut Wika, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) akan melakukan pengawasan perusahaan-perusahaan yang ada di Jateng, hal itu untuk memeriksa terkait kepatuhan pembayaran upah yang sesuai dengan UMK tersebut.
“Kalau perusahaan itu terbukti tidak membayarkan upahnya sesuai dengan UMK, maka bisa langsung dilaporkan,” ujar dia.
Wika mengimbau, para pekerja juga diminta untuk melaporkan perusahannya bila tidak membayarkan upahnya minimal sesuai dengan nominal UMK.
“Para pekerja bisa melapor ke Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota atau provinsi, atau langsung lapor ke nomer telfon dan emailnya Pak Gubernur juga boleh,” ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Berdasarkan catatan Disanakertransduk Jateng, ada 22.487 perusahaan di wilayah ini, jumlah perusahaan kecil berjumlah 14.863 unit usaha.
Jumlah perusahaan besar hanya mencapai 2.125 perusahaan atau sekitar 9% saja. Sedangkan perusahaan menengah 5.499 perusahaan. Sementara, jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah saat ini sekitar 1.236.697 orang.
Dalam kesempatan tersebut, Wika mengatakan, Gubernur juga sudah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada bupati/wali kota se Jawa Tengah, isinya imbauan agar perusahaan yang ada di daerahnya masing-masing mambantu transportasi kepada para buruh. “Dengan demikian beban buruh menjadi lebih ringan,” kata dia.
Pada 2015 nanti, lanjut Wika, pihaknya juga akan mengupayakan rumah susun sewa (rusunawa) kepada buruh.
Ada tujuh kabupaten/kota yang hendak membangun rusunawa untuk tersebut, daerah yang menjadi pilot project adalah Kota Semarang.
Sementara itu, Sekretaris Koordinator Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jawa Tengah, Nanang Setyono mengatakan, meskipun tidak ada perusahaan yang melakukan penangguhan, pihaknya tetap kecewa terhadap rendahnya nominal UMK 2015 yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jateng.
Sebab, kenaikkan harga BBM tidak jadi komponen dalam menetapkan UMK. “Nominal UMK yang telah ditetapkan tidak bisa memenuhi kebutuhan buruh,” kata dia.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Wika Bintang mengatakan, hingga hari ini belum ada perusahaan yang mengajukan penangguhan.
Meskipun pihaknya sudah melakukan sosialisasi baik tentang pemberlakuan kebijakan UMK itu maupun penangguhannya. “Sampai hari ini belum ada yang mengajukan,” katanya di Semarang, Sabtu (20/12/2014).
Dengan tidak adanya perusahaan yang mengajukan UMK, lanjut Wika, maka mulai 1 Januari 2015 nanti, perusahaan yang ada di Jateng harus mematuhi peraturan gubernur tentang UMK tersebut.
“Sehingga mulai awal Februari nanti, perusahaan harus membayarkan upah ke karyawan minimal sesuai dengan UMK yang telah ditetapkan,” imbuhnya.
Bila ada perusahaan yang nekat tidak membayarkan upah sesuai dengan UMK, bisa tercancam pidana paling singkat satu tahun maupun denda sampai Rp400 juta. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pada Februari nanti, lanjut Wika, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) akan melakukan pengawasan perusahaan-perusahaan yang ada di Jateng, hal itu untuk memeriksa terkait kepatuhan pembayaran upah yang sesuai dengan UMK tersebut.
“Kalau perusahaan itu terbukti tidak membayarkan upahnya sesuai dengan UMK, maka bisa langsung dilaporkan,” ujar dia.
Wika mengimbau, para pekerja juga diminta untuk melaporkan perusahannya bila tidak membayarkan upahnya minimal sesuai dengan nominal UMK.
“Para pekerja bisa melapor ke Dinas Tenaga Kerja kabupaten/kota atau provinsi, atau langsung lapor ke nomer telfon dan emailnya Pak Gubernur juga boleh,” ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Berdasarkan catatan Disanakertransduk Jateng, ada 22.487 perusahaan di wilayah ini, jumlah perusahaan kecil berjumlah 14.863 unit usaha.
Jumlah perusahaan besar hanya mencapai 2.125 perusahaan atau sekitar 9% saja. Sedangkan perusahaan menengah 5.499 perusahaan. Sementara, jumlah tenaga kerja di Jawa Tengah saat ini sekitar 1.236.697 orang.
Dalam kesempatan tersebut, Wika mengatakan, Gubernur juga sudah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada bupati/wali kota se Jawa Tengah, isinya imbauan agar perusahaan yang ada di daerahnya masing-masing mambantu transportasi kepada para buruh. “Dengan demikian beban buruh menjadi lebih ringan,” kata dia.
Pada 2015 nanti, lanjut Wika, pihaknya juga akan mengupayakan rumah susun sewa (rusunawa) kepada buruh.
Ada tujuh kabupaten/kota yang hendak membangun rusunawa untuk tersebut, daerah yang menjadi pilot project adalah Kota Semarang.
Sementara itu, Sekretaris Koordinator Aliansi Gerakan Buruh Berjuang (Gerbang) Jawa Tengah, Nanang Setyono mengatakan, meskipun tidak ada perusahaan yang melakukan penangguhan, pihaknya tetap kecewa terhadap rendahnya nominal UMK 2015 yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jateng.
Sebab, kenaikkan harga BBM tidak jadi komponen dalam menetapkan UMK. “Nominal UMK yang telah ditetapkan tidak bisa memenuhi kebutuhan buruh,” kata dia.
(sms)