Banjarnegara Masuk Peta Rawan Longsor sejak 2006
A
A
A
YOGYAKARTA - Sejak 2006, wilayah Banjarnegara ternyata masuk dalam peta daerah rawan longsor milik tim peneliti bencana Unicersitas Gadjah Mada (UGM). Berbagai upaya sosialisasi agar masyarakat waspada pun telah dilakukan. Namun, faktor tingkat kesiapsiagaan masyarakat di lokasi rawan bencana menjadi kendala utama.
"Kami sebenarnya telah memetakan daerah-daerah mana saja di Indonesia yang rawan bencana longsor. Dan, daerah Banjarnegara termasuk di dalamnya. Harus kami akui, tingkat kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana masih kurang. Padahal 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang rawan terjadi tanah longsor," papar Pakar Geologi UGM Wahyu Wilopo, Minggu (14/12/2014).
Kepada SINDO, Wahyu menuturkan, faktor kondisi masyarakat menjadi penyebab utama sulitnya meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap bencana. Menurutnya, sebagian besar masyarakat yang tinggal di kawasan rawan longsor seperti di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, termasuk masyarakat ekonomi lemah, tingkat pendidikan rendah, dan kurang memiliki aksesibilitas.
"Pengalaman kami, masyarakat yang demikian tidak terlalu memikirkan bencana alam. Apalagi jika bencananya jarang terjadi, meski mereka tahu daerah mereka rawan longsor. Mereka berpikir, kerja mencari makan saja susah, untuk apa belajar mitigasi bencana. Karenanya, perlu dirumuskan sebuah pendekatan yang mampu menembus masyarakat yang demikian ini."
Terkait bencana longsor di Banjarnegara, Wahyu mengatakan, curah hujan yang sangat tinggi dalam dua hari sebelum bencana longsor terjadi, menjadi penyebab utama. Curah hujan di daerah tersebut tercatat lebih dari 100 mm per detik. Hal tersebut kemudian ditunjang dengan topografi wilayah yang tergolong curam hingga sangat curam, dengan lapisan tanah tebal dan berstruktur kompleks.
"Daerahnya memang sudah rawan longsor. Ditambah dengan kemiringan lahan dan curah hujan sangat tinggi, dipastikan longsor bisa terjadi."
"Kami sebenarnya telah memetakan daerah-daerah mana saja di Indonesia yang rawan bencana longsor. Dan, daerah Banjarnegara termasuk di dalamnya. Harus kami akui, tingkat kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana masih kurang. Padahal 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah yang rawan terjadi tanah longsor," papar Pakar Geologi UGM Wahyu Wilopo, Minggu (14/12/2014).
Kepada SINDO, Wahyu menuturkan, faktor kondisi masyarakat menjadi penyebab utama sulitnya meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap bencana. Menurutnya, sebagian besar masyarakat yang tinggal di kawasan rawan longsor seperti di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, termasuk masyarakat ekonomi lemah, tingkat pendidikan rendah, dan kurang memiliki aksesibilitas.
"Pengalaman kami, masyarakat yang demikian tidak terlalu memikirkan bencana alam. Apalagi jika bencananya jarang terjadi, meski mereka tahu daerah mereka rawan longsor. Mereka berpikir, kerja mencari makan saja susah, untuk apa belajar mitigasi bencana. Karenanya, perlu dirumuskan sebuah pendekatan yang mampu menembus masyarakat yang demikian ini."
Terkait bencana longsor di Banjarnegara, Wahyu mengatakan, curah hujan yang sangat tinggi dalam dua hari sebelum bencana longsor terjadi, menjadi penyebab utama. Curah hujan di daerah tersebut tercatat lebih dari 100 mm per detik. Hal tersebut kemudian ditunjang dengan topografi wilayah yang tergolong curam hingga sangat curam, dengan lapisan tanah tebal dan berstruktur kompleks.
"Daerahnya memang sudah rawan longsor. Ditambah dengan kemiringan lahan dan curah hujan sangat tinggi, dipastikan longsor bisa terjadi."
(zik)