Mantan Jurnalis yang Kerap Terbentur Kepentingan Pribadi

Minggu, 14 Desember 2014 - 11:02 WIB
Mantan Jurnalis yang Kerap Terbentur Kepentingan Pribadi
Mantan Jurnalis yang Kerap Terbentur Kepentingan Pribadi
A A A
USIA muda bukan halangan untuk mencapai karier politik yang tinggi. Strategi dan taktik, serta pengaruh yang besar cukup memberi kekuatan yang besar untuk menjadi pemimpin di sebuah lembaga.

Alam politik sangat dibutuhkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, bahwa politikus tersebut mampu menjalankan amanah yang telah diembankan kepada sosok pemimpin tersebut.

Sejumlah orang mungkin bertanya, mampukah Giri Ramanda N Kiemas menjalani tugas sebagai Ketua DPRD Sumatera Selatan? Karena usianya yang cukup muda harus memimpin para politisi senior. Reporter KORAN SINDO PALEMBANGMuhammad Uzair mencoba mencari jawabannya dengan mewawancarai langsung Giri di DPRD Sumsel, sesaat setelah putra politisi senior PDIP Nazaruddin Kiemas itu dilantik sebagai pimpinan DPRD Sumsel periode 2014-2019, Jumat (12/12) lalu.

Berikut petikan wawancaranya ;

Sejak kapan Anda mengenal politik?

Sebenarnya saya sudah tahu politik sejak SMP. Saya menemukan buku-buku tentang Marhenisme di lemari ayah saya. Saya sangat senang membacanya, hingga hal tersebut melekat dan memengaruhi saya hingga sekarang.

Di antara buku tersebut, seperti bukunya Bung Karno “Di Bawah Bendera Revolusi”, dan sejarah pergerakan Indonesia.Saat sekolah di SMA juga, saya banyak berdiskusi dengan guru yang mengajar Pancasila dan diskusinya secara terus menerus. Tahun 1996, saya bersekolah di SMA Negeri 12 Jakarta, dan mulai aktif berkawan dengan beberapa politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang sering datang kerumah menemui bapak. Ketika itu sedang panasnya situasi politik di PDI. Sewaktu peristiwa 27 Juli 1996, saya ikut berdemonstrasi meski masih SMA.

Artinya sudah kenal beberapa tokoh politik ternama?

Ada beberapa tokoh, di antaranya Sri Bintang Pamungkas, dan tokoh-tokoh kiri lainnya. Tapi saya juga dekat dengan beberapa kawan bapak di PDI. Ya, di era itukan idealisme yang kiri kita anggap mampu menjadi tonggak perubahan. Namun, ideologi marhaen yang telah lama saya kenal mulai juga terbentuk.

Hingga puncaknya pada tahun 1998, ketika saya masih kuliah di UI Fakultas Ekonomi. Gerakan reformasi saat itu benar-benar memberi pengaruh besar bagi saya dan kawan-kawan yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Barulah bapak tahu kalau saya mulai terjun dalam dunia politik.

Sejak kapan Anda mulai berorganiasi?

Saya mulai bergabung dengan GMNI sejak SMU, waktu itu sebagai anggota saja. Ketertarikan saya berorganisasi juga terus berlanjut hingga di universitas. Akhirnya saya menjadi pengurus GMNI komisariat Fakultas Ekonomi UI, dan pernah menjadi bendahara cabang GMNI wilayah Depok tahun 2001. Di GMNI juga saya bertemu dengan kader-kader dari PDI.

Selain di GMNI, ada aktivitas lain?

Sebenarnya saya juga aktif dibeberapa organisasi kampus lain. Sempat menjadi fotografer di majalah Ekonomika Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pernah belajar tentang litbang di salah satu media nasional. Karena cukup matang jadi foto jurnalis, kemudian saya jadi wartawan tulis di majalah tersebut. Tahun 2001, sempat menjadi pemimpin redaksi saya sempat menerbitkan dua edisi majalah Ekonomika. Namun karena kerja di pers mahasiswa berat, lantaran tidak ada anggaran dananya kemudian Ekonomika menjadi news letter.

Setelah tamat kuliah Anda sempat bekerja?

Saya diwisuda sekitar 2004. Sebenarnya sudah selesai semua. Dan beberapa waktu menunggu jeda wisuda saya juga sempat aktif magang di beberapa perusahaan asing. Dan pernah juga bekerja di bank swasta di Jakarta. Sempat juga belajar merintis bisnis kecil-kecilan.

Kapan mulai memutuskan untuk menjadi anggota legislatif?

Ceritanya, awal tahun 2003 saya putuskan untuk berpolitik saja. Rencananya saya akan maju dari kota Depok sebagai caleg DPR RI. Itu juga sebenarnya saya mengikuti saran dari temanteman, agar saya maju masuk ke dalam pemerintahan. Namun ada kawan yang menyarankan, kalau kamu di luar terus kapan akan ikut perubahan.

Lalu saya coba maju caleg di DPR RI dari wilayah kota Depok untuk pemilu 2004. Perjalanan waktu, rupanya banyak yang tidak setuju saya di DPR RI. Usia saat itu sekitar 24 tahun. Dibilang terlalu muda dan tidak layak. Lalu Pak Taufik Kemas (almarhum) ambil solusi disuruh pulang ke Sumsel.

Lalu Anda putuskan akhirnya ikut pemilu di Sumsel?

Ya. Saya akhirnya pulang kampung ikut nyaleguntuk DPRD Provinsi Sumsel. Kala itu di Sumsel kansedang terjadi gempa politik, banyak kader yang dipecat termasuk beberapa orang anggota DPRD. Karena saya nyalegdi Sumsel untuk wilayah Muaraenim, lalu langsung berkeliling. Waktu itu saya nomor urut 2, dan alhamdulillahhasil pemilu 2004 mendapat sebanyak 9.700 suara.

Meski baru mengenal wilayah tersebut, artinya metodelogi pembasisannya kurang lebih sama dengan yang saya pelajari di Depok. Yang jadi kendala saat itu cuma bahasa. Dialek Muaraenim belum lancar. Kalau bahasa Palembang saya lancar tapi bahasa dusun tidak lancar.

Jadi dari Jakarta langsung tinggal di desa?

Ya, saya tinggal di rumah di dusun, di Jalan Kiemas Desa Tanjung Raman Muaraenim. Selama enam bulan itu kebetulan bertiga dengan kawan kuliah Rahmat Hidayat dan Panar Sinaga. Mereka berdua yang bergerak menemani saya berkeliling kampanye. Mereka kawan kuliah dan baru lulus, sambil uji teori turun ke lapangan bagaimana aktivis jadi anggota dewan dengan modal miring. zaman itu secara teknis masyrakat pemilih akan memilih siapa saja yang lebih memasyarakat dan dikenal. Belum bicara uang. Artinya memang saya berusaha memperkenalkan diri dengan maksimal, meski tidak cukup dengan nama besar keluarga.

Berapa target pendapatan suara saat itu?

Saya tidak menargetkan jumlah suara, tapi intinya jangan sampai saja digugat orang. Memang sangat berat karena banyak calon lokal yang menjadi saingan. Sebenarnya, salah satu upaya yang saya coba manfaatkan itu yakni menjaga konsituen. Sebab masyarakat banyak kecewa dengan anggota dewan yang sudah jadi, selalu lupa dengan konsituennya. Saya mencoba menerobos hal tersebut, dengan membina mereka.

Sekarang Anda menjadi ketua DPRD Sumsel, apa visi Anda membangun Sumsel?

DPRD Sumsel ini adalah lembaga penyeimbang antara kebijakan gubernur dan kondisi di lapangan. Bagaimana visi saya bagaimana DPRD ini yakni dapat menjadi pengawas dan menjalankan tugas legislasi di pemerintahan. Jangan sampai cita-cita gubernur terhambat oleh anak buahnya yang kurang baik, dan inilah yang diharapkan agar tercapai.

Apa saja yang harus diperbaiki?

Menurut saya, menjadi ketua DPRD Sumsel adalah sebuah tantangan. Bagaimana meningkakan etos kerja dari PNS. Artainya, harus diubah pola berpikir para pejabat dan PNS yang selama ini minta dilayani masyarakat, ke depannya harus dapat menjadi pelayan baik masyarakat.

Hingga apapun persoalan pembangunan dapat diakomodasi dengan cepat. Misalkan, selama ini terkesan pemerintah jemput bola, yakni ketika ada jalan rusak masyarakat ribut dulu di media baru dibenahi. Ke depannya, sebelum masyarakat ribut hal itu sudah dibenahi terlebih dahulu oleh pemerintah.

Kali ini adalah periode ketiga Anda menjadi anggota DPRD, kendala apa saja yang sering ditemui?

Tidak terlalu banyak kendala, namun terkadang benturan terjadi karena private interest. Ada kepentingan yang berbeda namun tujuan tetap sama. Kadang orang mau improvisasi, kalau benar ya tapi kalau salah, buntutnya diselesaikan oleh hukum.

Seperti Tanjung Api-api, banyak hal yang harus dipertimbangkan terutama masalah aturan. Antara pemerintah pusat dan daerah jangan sampai ada kendala aturan yang dapat menghambatainvestasi. Misalnya wilayah kehutanan yang tidak boleh dibangun, artinya kita tidak bisa bangun pelabuhan besar , bangun saja pelabuhan spot saja.

Tinggal sekarang siapa investornya, yang jelas kita perlu investasi dalam jumah besar di Sumsel. Kalau ingin kurangi pengangguran dan berupaya mengurangi raw material di Sumsel. Coba bayangkan, dengan 1.000 pabrik dibangun di Sumsel, akan terdapat sebanyak 1juta orang bekerja, 1.000 manajer dan 100 orang GM.

Yang paling penting itu sektor industri hilir dan hulu dapat berjalan bersama-sama hingga menghasilkan perputaran ekonomi yang dapat memberi kesejaheraan masyarakat Sumsel.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8668 seconds (0.1#10.140)