Lahar Dingin Gunung Slamet Ancam Penambang Pasir
A
A
A
TEGAL - Ancaman banjir lahar dingin Gunung Slamet, mengancam aktivitas kerja penambang pasir, dan batu, di Sungai Gung, Kabupaten Tegal. Namun begitu, para penambang tetap melakukan aktivitasnya.
Berdasarkan pengamatan langsung, mereka tampak menambang pasir di sela-sela bebatuan yang berada di tengah sungai. Kondisi arus sungai yang sepanjang musim kemarau lalu kering, kini sudah tampak deras.
Salah satu penambang Walip (39), warga Karangjambu, Kecamatan Balapulang, mengaku biasanya melakukan penambangan mulai pukul 07.00-15.00 WIB. Sepanjang waktu itu, biasanya Walip mampu mengumpulkan pasir sebanyak 12 kuintal.
"Biasanya setiap hari ada 10 lebih penambang pasir yang mencari pasir dan batu di sini," kata Walip, kepada Sindonews, Sabtu (13/12/2014).
Walip mengaku sudah tahu ada ancaman banjir lahar material Gunung Slamet yang sewaktu-waktu bisa menerjang saat tengah menambang. Meski demikian, aktivitas menambang tetap dijalaninya, karena harus memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Takut ya takut, tapi namanya sudah risiko. Walaupun ada ancaman tetap jalan. Kalau di atas terlihat hujan, kita siap-siap saja naik dari sungai," ujarnya.
Walip yang sudah sekitar 20 tahun menambang mengungkapkan, pasir yang dikumpulkan dijual untuk membangun rumah di wilayah Balapulang, hingga Kecamatan Bojong. "Sekali menambang dari pagi sampai sore dapat Rp100.000 kalau sudah dijual ke warga yang mau membangun rumah," kata dia.
Penambang lainnya, Darno (50) mengaku, dirinya sudah mulai melihat material Gunung Slamet yang terbawa arus sungai saat tengah menambang pasir dan batu meski belum terlalu banyak. "Kadang juga sudah banjir. Ada material dari Gunung Slamet yang terbawa," jelasnya.
Kondisi tersebut, menurut Darno, menyulitkan para penambang untuk mengumpulkan pasir dan batu. Meski demikian, aktivitas penambangan tetap berjalan. "Kita waspada saja jika sewaktu-waktu terjadi banjir," terangnya.
Kepala Pos Pengamatan Gunung Slamet Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Sudrajat meminta warga tidak beraktivitas di aliran sungai yang berhulu ke Gunung Slamet saat memasuki musim hujan. Hal ini karena intensitas hujan yang mulai tinggi di lereng Gunung Slamet dapat membuat material vulkanik terbawa hujan.
"Potensi lahar hujan akan terjadi jika material di puncak terbawa air hujan. Material itu bisa terbawa ke dua sungai yaitu Sungai Gung dan Kalipedes," jelasnya.
Menurut Sudrajat, hingga kini aktivitas Gunung Slamet masih terpantau tinggi. Terlebih status gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa itu masih siaga atau berada di level III.
"Status masih siaga. Aktivitas seismik masih didominasi gempa gempa tremor dan gempa hembusan. Data lain juga menunjukan aktivitasnya masih tinggi," tukasnya.
Berdasarkan pengamatan langsung, mereka tampak menambang pasir di sela-sela bebatuan yang berada di tengah sungai. Kondisi arus sungai yang sepanjang musim kemarau lalu kering, kini sudah tampak deras.
Salah satu penambang Walip (39), warga Karangjambu, Kecamatan Balapulang, mengaku biasanya melakukan penambangan mulai pukul 07.00-15.00 WIB. Sepanjang waktu itu, biasanya Walip mampu mengumpulkan pasir sebanyak 12 kuintal.
"Biasanya setiap hari ada 10 lebih penambang pasir yang mencari pasir dan batu di sini," kata Walip, kepada Sindonews, Sabtu (13/12/2014).
Walip mengaku sudah tahu ada ancaman banjir lahar material Gunung Slamet yang sewaktu-waktu bisa menerjang saat tengah menambang. Meski demikian, aktivitas menambang tetap dijalaninya, karena harus memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Takut ya takut, tapi namanya sudah risiko. Walaupun ada ancaman tetap jalan. Kalau di atas terlihat hujan, kita siap-siap saja naik dari sungai," ujarnya.
Walip yang sudah sekitar 20 tahun menambang mengungkapkan, pasir yang dikumpulkan dijual untuk membangun rumah di wilayah Balapulang, hingga Kecamatan Bojong. "Sekali menambang dari pagi sampai sore dapat Rp100.000 kalau sudah dijual ke warga yang mau membangun rumah," kata dia.
Penambang lainnya, Darno (50) mengaku, dirinya sudah mulai melihat material Gunung Slamet yang terbawa arus sungai saat tengah menambang pasir dan batu meski belum terlalu banyak. "Kadang juga sudah banjir. Ada material dari Gunung Slamet yang terbawa," jelasnya.
Kondisi tersebut, menurut Darno, menyulitkan para penambang untuk mengumpulkan pasir dan batu. Meski demikian, aktivitas penambangan tetap berjalan. "Kita waspada saja jika sewaktu-waktu terjadi banjir," terangnya.
Kepala Pos Pengamatan Gunung Slamet Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, Sudrajat meminta warga tidak beraktivitas di aliran sungai yang berhulu ke Gunung Slamet saat memasuki musim hujan. Hal ini karena intensitas hujan yang mulai tinggi di lereng Gunung Slamet dapat membuat material vulkanik terbawa hujan.
"Potensi lahar hujan akan terjadi jika material di puncak terbawa air hujan. Material itu bisa terbawa ke dua sungai yaitu Sungai Gung dan Kalipedes," jelasnya.
Menurut Sudrajat, hingga kini aktivitas Gunung Slamet masih terpantau tinggi. Terlebih status gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa itu masih siaga atau berada di level III.
"Status masih siaga. Aktivitas seismik masih didominasi gempa gempa tremor dan gempa hembusan. Data lain juga menunjukan aktivitasnya masih tinggi," tukasnya.
(san)