Radikalisme Rentan Sasar Mahasiswa
A
A
A
BANDUNG - Mahasiswa dan generasi muda dinilai sebagai sasaran empuk penyebaran paham radikalisme. Diperlukan tindakan pencegahan di lingkungan pendidikan mulai tingkat menengah hingga tinggi.
Deputi II Bidang Koordinator Politik Luar Negeri Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM (Kemenkopolhuk HAM) A Agus Sriyono mengatakan, paham radikalisme dan terorisme di negara manapun selalu ada. Meskipun di Indonesia sendiri, masalah radikalisme dan terorisme masih bisa dikendalikan.
“Selama ini, dilihat dari kasus yang ada, mahasiswa dan generasi muda rentan menjadi sasaran empuk para penyebar radikalisme dan terorisme. Sebab, jiwa generasi muda masih jiwa petualang,” ungkapnya seusai seminar internasional Promoting Peace And Harmony Through Islam: Overcoming The Threat Of Radicalism di Aula Utama Kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Jalan Tamansari, Kota Bandung, kemarin.
Menurutnya, peran lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi sangat penting dalam membasmi paham radikalisme dan terorisme. Mahasiswa menurutnya menjadi salah satu sasaran utama penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Meskipun begitu, dalam pencegahannya, kata Agus, tidak diperlukan kurikulum khusus.
“Namun, pemahanan yang utuh tentang suatu ajaran perlu dibahas secara mendalam,” katanya seraya menambahkan, paham radikalisme dan terorisme memang dirancang dan sengaja diciptakan agar pengikutnya memiliki paham yang sama dengan kelompok radikal.
Dia menyebutkan, umumnya, setiap negara memiliki cara penanganan radikalisme yang berbeda-beda karena setiap kasus radikalisme maupun terorisme di setiap negara pun cenderung tidak sama.
“Indonesia sudah melakukan kerjasama dengan sejumlah negara untuk mengantisipasi masalah radikal isme dan terorisme. Selain itu, Indonesia juga menjadi negara anggota PBB yang harus men jalankan resolusi PBB, di mana salah satunya ada resolusi tentang penanganan radikalisme dan terorisme,” jelasnya.
Ketua Panitia Seminar Internasional Radikalisme dan Terorisme Santi Indra Astuti menyebutkan, munculnya paham radikalisme di kalangan generasi muda dan mahasiswa akibat proses pembelajaran yang tidak utuh. “Sehingga, terkadang mereka mengambil kesimpulan yang gampang hingga akhirnya terjebak sendiri,” jelasnya.
Salah satu lembaga yang berperan dalam mencegah penyebaran paham radikalisme, kata dia adalah perguruan tinggi Islam. Sebagai perguruan tinggi yang mengedepankan ilmu agama dan pengetahuan, perguruan tinggi Islam harus bisa memberikan pemahanan tentang radikalisme dan ajaran agama yang utuh dan sehat.
“Niat ingin berbuat baik dan masuk surga pasti dimiliki semua orang. Namun, melalui radikalisme, cara instan digunakan untuk memengaruhi orang berbuat radikal dalam merealisasikan niat tersebut,” tandasnya.
Anne Rufaidah
Deputi II Bidang Koordinator Politik Luar Negeri Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM (Kemenkopolhuk HAM) A Agus Sriyono mengatakan, paham radikalisme dan terorisme di negara manapun selalu ada. Meskipun di Indonesia sendiri, masalah radikalisme dan terorisme masih bisa dikendalikan.
“Selama ini, dilihat dari kasus yang ada, mahasiswa dan generasi muda rentan menjadi sasaran empuk para penyebar radikalisme dan terorisme. Sebab, jiwa generasi muda masih jiwa petualang,” ungkapnya seusai seminar internasional Promoting Peace And Harmony Through Islam: Overcoming The Threat Of Radicalism di Aula Utama Kampus Universitas Islam Bandung (Unisba), Jalan Tamansari, Kota Bandung, kemarin.
Menurutnya, peran lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi sangat penting dalam membasmi paham radikalisme dan terorisme. Mahasiswa menurutnya menjadi salah satu sasaran utama penyebaran paham radikalisme dan terorisme. Meskipun begitu, dalam pencegahannya, kata Agus, tidak diperlukan kurikulum khusus.
“Namun, pemahanan yang utuh tentang suatu ajaran perlu dibahas secara mendalam,” katanya seraya menambahkan, paham radikalisme dan terorisme memang dirancang dan sengaja diciptakan agar pengikutnya memiliki paham yang sama dengan kelompok radikal.
Dia menyebutkan, umumnya, setiap negara memiliki cara penanganan radikalisme yang berbeda-beda karena setiap kasus radikalisme maupun terorisme di setiap negara pun cenderung tidak sama.
“Indonesia sudah melakukan kerjasama dengan sejumlah negara untuk mengantisipasi masalah radikal isme dan terorisme. Selain itu, Indonesia juga menjadi negara anggota PBB yang harus men jalankan resolusi PBB, di mana salah satunya ada resolusi tentang penanganan radikalisme dan terorisme,” jelasnya.
Ketua Panitia Seminar Internasional Radikalisme dan Terorisme Santi Indra Astuti menyebutkan, munculnya paham radikalisme di kalangan generasi muda dan mahasiswa akibat proses pembelajaran yang tidak utuh. “Sehingga, terkadang mereka mengambil kesimpulan yang gampang hingga akhirnya terjebak sendiri,” jelasnya.
Salah satu lembaga yang berperan dalam mencegah penyebaran paham radikalisme, kata dia adalah perguruan tinggi Islam. Sebagai perguruan tinggi yang mengedepankan ilmu agama dan pengetahuan, perguruan tinggi Islam harus bisa memberikan pemahanan tentang radikalisme dan ajaran agama yang utuh dan sehat.
“Niat ingin berbuat baik dan masuk surga pasti dimiliki semua orang. Namun, melalui radikalisme, cara instan digunakan untuk memengaruhi orang berbuat radikal dalam merealisasikan niat tersebut,” tandasnya.
Anne Rufaidah
(ftr)