70 Persen Guru di Gunungkidul Bercerai
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Kasus perceraian di Gunungkidul, tidak hanya didominasi pasangan usia muda yang menikah terlalu dini saja. Namun perceraian yang dilakukan PNS juga cenderung mengalami peningkatan.
Dari data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Gunungkidul, angka perceraian PNS di tahun 2014 lebih tingi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hingga awal Desember ini, tercatat sebanyak 31 PNS yang melakukan gugatan perceraian. Jumlah ini lebih tinggi, lantaran tahun 213 lalu, angka perceraian PNS di Gunungkidul berjumlah 26.
Kepala BKD Gunungkidul Sigit Purwanto mengatakan, angka perceraian PNS di Gunungkidul ini didominasi kesalahpahaman antar pasangan. Ketidakcocokan dalam rumah tangga menjadi alasan untuk melakukan gugatan perceraian.
”Memang ada peningkatan, dan dominasinya adalah ketidakcocokan dalam hidup bersama,” terangnya kepada wartawan, Rabu (10/12/2014).
Dijelaskannya, dari 31 kasus yang diajukan tersebut, 15 di antaranya sudah mendapatkan izin dan melanjutkan ke proses perceraian. Sedangkan untuk 16 lainnya, masih dilakukan mediasi.
”Mediasi masih kita lakukan dengan menerjunkan tim untuk home visit, kita juga mengumpulkan data dari saksi, baik tetangga maupun pihak desa,” ulasnya.
Sesuai aturan, lanjut dia, PNS yang ingin bercerai, tidak bisa serta merta langsung mengajukan gugatan cerai. Ada beberapa tahap yang harus dilalui berupa persyaratan sebelum mendapatkan surat izin cerai. “Salah satunya, adalah mediasi di BKD agar langkah itu dapat dicegah,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Pembinaan Pegawai BKD Gunungkidul Ardiana mengatakan, upaya mediasi ini dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai akibat perceraian. Namun demikian, apabila mediasi sulit dilakukan pihaknya akan mengeluarkan izin perceraian. “Upaya kami hanya mencegah, namun semuanya kembali ke pasangan masing-masing,” ungkapnya.
Dari kasus perceraian yang ada, katanya, 70 persen didominasi oleh kalangan pendidik atau guru. Namun demikian, dia tidak mau bersepkulasi alasan guru yang paling banyak melakuan gugatan perceraian ini.
”Kalau logikanya, memang 75 persen pegawai di Gunungkidul adalah guru, jadi wajar kalau guru yang paling banyak juga,” imbuh dia.
Selain dari kalangan guru, lanjut Ardiana, data yang ada di BKD juga menyebutkan gugatan perceraian juga didominasi kalangan perempuan.
“Desas desus yang beredar peningkatan kesejahteraan memberi andil terhadap banyaknya kasus perceraian di Gunungkidul. Namun belum ada data jelas dan belum diteliti, yang jelas biasanya karena ditinggal suami lama kemudian suami ternyata memiliki istri lagi,” katanya.
Banyaknya pihak perempuan yang melakukan gugatan juga untuk menyiasati aturan. “Apabila gugatan yang mengajukan pihak pria, maka yang bersangkutan harus memberikan dua pertiga penghasilannya untuk mantan istri dan anaknya. Mungkin ini juga pertimbangan,” pungkasnya.
Dari data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Gunungkidul, angka perceraian PNS di tahun 2014 lebih tingi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hingga awal Desember ini, tercatat sebanyak 31 PNS yang melakukan gugatan perceraian. Jumlah ini lebih tinggi, lantaran tahun 213 lalu, angka perceraian PNS di Gunungkidul berjumlah 26.
Kepala BKD Gunungkidul Sigit Purwanto mengatakan, angka perceraian PNS di Gunungkidul ini didominasi kesalahpahaman antar pasangan. Ketidakcocokan dalam rumah tangga menjadi alasan untuk melakukan gugatan perceraian.
”Memang ada peningkatan, dan dominasinya adalah ketidakcocokan dalam hidup bersama,” terangnya kepada wartawan, Rabu (10/12/2014).
Dijelaskannya, dari 31 kasus yang diajukan tersebut, 15 di antaranya sudah mendapatkan izin dan melanjutkan ke proses perceraian. Sedangkan untuk 16 lainnya, masih dilakukan mediasi.
”Mediasi masih kita lakukan dengan menerjunkan tim untuk home visit, kita juga mengumpulkan data dari saksi, baik tetangga maupun pihak desa,” ulasnya.
Sesuai aturan, lanjut dia, PNS yang ingin bercerai, tidak bisa serta merta langsung mengajukan gugatan cerai. Ada beberapa tahap yang harus dilalui berupa persyaratan sebelum mendapatkan surat izin cerai. “Salah satunya, adalah mediasi di BKD agar langkah itu dapat dicegah,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Pembinaan Pegawai BKD Gunungkidul Ardiana mengatakan, upaya mediasi ini dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai akibat perceraian. Namun demikian, apabila mediasi sulit dilakukan pihaknya akan mengeluarkan izin perceraian. “Upaya kami hanya mencegah, namun semuanya kembali ke pasangan masing-masing,” ungkapnya.
Dari kasus perceraian yang ada, katanya, 70 persen didominasi oleh kalangan pendidik atau guru. Namun demikian, dia tidak mau bersepkulasi alasan guru yang paling banyak melakuan gugatan perceraian ini.
”Kalau logikanya, memang 75 persen pegawai di Gunungkidul adalah guru, jadi wajar kalau guru yang paling banyak juga,” imbuh dia.
Selain dari kalangan guru, lanjut Ardiana, data yang ada di BKD juga menyebutkan gugatan perceraian juga didominasi kalangan perempuan.
“Desas desus yang beredar peningkatan kesejahteraan memberi andil terhadap banyaknya kasus perceraian di Gunungkidul. Namun belum ada data jelas dan belum diteliti, yang jelas biasanya karena ditinggal suami lama kemudian suami ternyata memiliki istri lagi,” katanya.
Banyaknya pihak perempuan yang melakukan gugatan juga untuk menyiasati aturan. “Apabila gugatan yang mengajukan pihak pria, maka yang bersangkutan harus memberikan dua pertiga penghasilannya untuk mantan istri dan anaknya. Mungkin ini juga pertimbangan,” pungkasnya.
(san)