PKL Jalur Gaza Keluhkan Kopkar
A
A
A
SURABAYA - Pedagang di sentra kuliner kaki lima di timur areal Universitas Dr Soetomo (Unitomo) mengancam bakal kembali berjualan di bahu Jalan Nginden Semolo.
Ancaman akan dibuktikan jika kepengurusan Koperasi Karyawan (Kopkar) Unitomo tidak segera mengevaluasi kebijakan yang memberatkan mereka. Sejumlah pengurus kopkar dinilai menerapkan kebijakan di luar sepengetahuan pihak rektorat. Ujung-ujungnya, pekerja sektor informal di “Jalur Gaza” (istilah lain sentra PKL di antara kampus Unitomo-Untag) merasa menjadi sapi perahan.
“Kopkar banyak wanprestasi terkait janji. Katanya dulu setelah kami dipindahkan dari tepi jalan ke sentra yang dibuatkan pemkot ini, kami akan dijadikan anggota kehormatan. Faktanya tidak, karena sampai sekarang tidak ada pungutan iuran anggota,” ungkap Ketua Paguyuban Sentra PKL Jalur Gaza Arif Lila Wijanarka kemarin.
Menurutnya, kebijakan lain kopkar yang dikeluhkan adalah kenaikan uang sewa bulanan dari Rp100.000/stan menjadi Rp150.000/stan. Katanya, selisih kenaikan hendak digunakan membangun toilet. Faktanya, hingga kini janji tidak segera terealisasi. Uang sewa stan ini di luar tarif listrik dan air serta retribusi harian Rp2.000. Bagi pemilik stan yang terlambat membayar uang sewa, kopkar memberlakukan denda Rp5.000/hari.
Kebijakan ini membuat pemilik stan banyak yang terlilit utang yang jumlahnya besar bagi mereka. Ada yang menanggung denda lebih dari Rp2 juta, bahkan Rp3 juta. Saat ada calon pedagang baru yang hendak masuk dan mengisi stan yang lama kosong, mereka diharuskan menutup tunggakan berikut denda yang diakibatkan ulah pemilik lama.
Tidak ada program pemutihan. Kondisi ini membuat calon pedagang mengurunkan niatnya. “Banyak sponsor mau masuk untuk branding di Gaza, bahkan memberi bantuan dana pembangunan toilet. Tawaran datang karena keberadaan 50 stan dan besarnya pengunjung. Tapi rencana itu mental karena ada pihak yang meminta fee atau komisi.
Sponsor yang tadinya mau masuk akhirnya batal. Kalau ada pedagang protes, ada pihak kopkar mengancam bahwa masih banyak orang lain yang antre. Ini sudah otoriter,” sambung Lilah, sapaannya. Segala permasalahan ini disampaikan Lilah serta pengurus lainnya saat bertemu Rektor Unitomo Bachrul Amiq kemarin.
Selain untuk makan siang di sentra PKL yang pendirian atas restunya, Amiq juga berniat menggali langsung informasi. “Kalau ada oknum kopkar seperti itu, akan secepatnya saya tindak lanjuti. Ini sudah tidak benar. Keberadaan sentra PKL ini menjadi bagian ladang amalnya Unitomo. Yang benar itu seharusnya dari iuran sewa, sebagian kembali untuk perbaikan sarana atau infrastruktur sentra PKL,” tandas Amiq.
Pria asli Gresik ini betulbetul marah karena sentra PKL didirikan Unitomo bersama Pemkot Surabaya untuk merelokasi PKL yang semula ada di tepian Jalan Nginden Semolo. Selain itu, untuk menjadikan Unitomo sebagai satu-satunya kampus yang memiliki koperasi yang mewadahi PKL.
“Saya tidak tahu jika ada kebijakan koperasi yang memberlakukan denda dan lainnya itu. Ini sudah tidak benar. Tolong tulis besar-besar di media supaya menjadi acuan saya,” ujar Amiq.
Soeprayitno
Ancaman akan dibuktikan jika kepengurusan Koperasi Karyawan (Kopkar) Unitomo tidak segera mengevaluasi kebijakan yang memberatkan mereka. Sejumlah pengurus kopkar dinilai menerapkan kebijakan di luar sepengetahuan pihak rektorat. Ujung-ujungnya, pekerja sektor informal di “Jalur Gaza” (istilah lain sentra PKL di antara kampus Unitomo-Untag) merasa menjadi sapi perahan.
“Kopkar banyak wanprestasi terkait janji. Katanya dulu setelah kami dipindahkan dari tepi jalan ke sentra yang dibuatkan pemkot ini, kami akan dijadikan anggota kehormatan. Faktanya tidak, karena sampai sekarang tidak ada pungutan iuran anggota,” ungkap Ketua Paguyuban Sentra PKL Jalur Gaza Arif Lila Wijanarka kemarin.
Menurutnya, kebijakan lain kopkar yang dikeluhkan adalah kenaikan uang sewa bulanan dari Rp100.000/stan menjadi Rp150.000/stan. Katanya, selisih kenaikan hendak digunakan membangun toilet. Faktanya, hingga kini janji tidak segera terealisasi. Uang sewa stan ini di luar tarif listrik dan air serta retribusi harian Rp2.000. Bagi pemilik stan yang terlambat membayar uang sewa, kopkar memberlakukan denda Rp5.000/hari.
Kebijakan ini membuat pemilik stan banyak yang terlilit utang yang jumlahnya besar bagi mereka. Ada yang menanggung denda lebih dari Rp2 juta, bahkan Rp3 juta. Saat ada calon pedagang baru yang hendak masuk dan mengisi stan yang lama kosong, mereka diharuskan menutup tunggakan berikut denda yang diakibatkan ulah pemilik lama.
Tidak ada program pemutihan. Kondisi ini membuat calon pedagang mengurunkan niatnya. “Banyak sponsor mau masuk untuk branding di Gaza, bahkan memberi bantuan dana pembangunan toilet. Tawaran datang karena keberadaan 50 stan dan besarnya pengunjung. Tapi rencana itu mental karena ada pihak yang meminta fee atau komisi.
Sponsor yang tadinya mau masuk akhirnya batal. Kalau ada pedagang protes, ada pihak kopkar mengancam bahwa masih banyak orang lain yang antre. Ini sudah otoriter,” sambung Lilah, sapaannya. Segala permasalahan ini disampaikan Lilah serta pengurus lainnya saat bertemu Rektor Unitomo Bachrul Amiq kemarin.
Selain untuk makan siang di sentra PKL yang pendirian atas restunya, Amiq juga berniat menggali langsung informasi. “Kalau ada oknum kopkar seperti itu, akan secepatnya saya tindak lanjuti. Ini sudah tidak benar. Keberadaan sentra PKL ini menjadi bagian ladang amalnya Unitomo. Yang benar itu seharusnya dari iuran sewa, sebagian kembali untuk perbaikan sarana atau infrastruktur sentra PKL,” tandas Amiq.
Pria asli Gresik ini betulbetul marah karena sentra PKL didirikan Unitomo bersama Pemkot Surabaya untuk merelokasi PKL yang semula ada di tepian Jalan Nginden Semolo. Selain itu, untuk menjadikan Unitomo sebagai satu-satunya kampus yang memiliki koperasi yang mewadahi PKL.
“Saya tidak tahu jika ada kebijakan koperasi yang memberlakukan denda dan lainnya itu. Ini sudah tidak benar. Tolong tulis besar-besar di media supaya menjadi acuan saya,” ujar Amiq.
Soeprayitno
(ftr)