Petani Hanya Minta Perhatian, Bukan Duit

Minggu, 07 Desember 2014 - 10:36 WIB
Petani Hanya Minta Perhatian,...
Petani Hanya Minta Perhatian, Bukan Duit
A A A
EFRANS Effendy adalah Wakil Rakyat di DPRD Sumsel yang berasal dari Belitang, OKU Timur, salah satu daerah sentra pertanian. Karena itu Efrans Effendi sangat memahami apa yang harus diperjuangkan di bidang pertanian dan perkebunan.

Sejak lama dan dalam kesehariannya bersentuhan dan merasakan secara langsung perjuangan para petani.

Bersama Partai Gerindra kini dia memilih untuk memperjuangkan mengangkat potensi pertanian yang begitu besar, yang selama ini belum mendapatkan sentuhan sempurna dari pemerintah. Salah satu yang mengusiknya hingga saat ini adalah harga jual gabah kering yang dinilai masih rendah. “Kalau ditanya apa yang hendak diperjuangkan menjadi wakil rakyat, saya akan jawab itu,” tegasnya baru-baru ini.

Repoter KORAN SINDO PALEMBANG, Ibrahim Arsyad baru – ini berkesempatan wawancara khusus dengan Efrans untuk mengetahui bagaimana perjuangan dan seberapa besar potensi pertanian di Sumsel.

Mengapa fokus di sektor pertanian dan perkebunan?

Tentunya kalau saya melihat dari Partai Gerindra. Sejak awal berdiri kami fokus terutama program pertanian- perkebunan. Dari sektor ini sesungguhnya kita bisa membantu secara langsung ke masyarakat. Tapi selama ini program pemerintah khusus masalah sektor pertanian, kalau dilihat kebelakang masih kurang, bahkan sangat kurang. Bisa dilihat berapa harga beras, berapa harga jagung yang dihasilkan oleh petani.

Kadang-kadang petani sudah panen dengan jumlah besar, tetapi tidak ditunjang dengan harga jual. Jadi posisi kita itu ada pada masyarakat, memperjuangkan kesejahteraan mereka. Masyarakat atau petani itu sebenarnya tidak meminta duit kepada orang elite-elite politik atau pejabat-pejabat pemerintahan.

Apa yang bisa menunjang kesejahteraan petani khususnya di Sumsel?

Kita tahu jerih payah merekalah kebutuhan kita akan pangan bisa terpenuhi. Kita juga tahu, petani sekarang ini banyak yang penghasilannya rendah, bahkan untuk menunggu masa panen berikutnya mereka sudah kehabisan “amunisi”, hutang sana-sini, guna memenuhi kebutuhannya saat itu.

Inilah persoalan yang dihadapi petani kita, dan pemerintah lemah dalam mempengaruhi nilai tawar mereka dalam menuju yang dikatakan swasembada pangan. Belum lagi, kebutuhan pokok bertani selain terkadang sulit harganya juga mahal. Sedangkan tanggapan pemerintah normatif sekali. Padahal, jika penghasilan yang didapat bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan termasuk membiayai kebutuhan sekolah dan kesehatan, mereka tentunya tidak akan mintaminta.

Mereka tidak pernah meminta seperti program BLT atau sekarang ini program Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni program simpanan keluarga sejahtera (PSKS). Jadi di sinilah sayap Partai Gerindra dikepakkan untuk memperjuangkan pertanian. .

Kita tahu pasca-Pilpres melahirkan kubu KMP dan KIH yang ini menciptakan kondisi tidak harmonis. Lantas dalam kondisi seperti ini, bagaimana sikap kita di daerah, terkait perjuangan tadi?

Jadi kalau melihat capaian perpolitikan kita saat ini, khususnya KMP di tingkat pusat sekarang jelas-jelas beroposisi dan ingin menjadi pengawas atau menilai, mengkoreksi secara langsung programprogran pemerintah. Di sini jelas, bahwa KMP itu bukan penyeimbang melainkan petugas pengawasan terhadap pemerintahan Jokowi-JK hingga masa jabatan berakhir.

Sekarang ini khususnya di DPR RI, kami dari Fraksi Gerindra dapat pimpinan komisi IV yang membidangi masalah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Dan ini sesuai dengan program dari partai kami. Melalui gerbang perjuangan politik kita akan sama-sama sounding atau berbicara dengan eksekutif, bagaimana caranya meningkatkan dana program untuk masyarakat.

Melalui sektor pertanian dikatakan kemiskinan bisa ditekan, derajat kehidupan masyarakat terangkat bagaimana anda bisa katakan ini?

Perbincangan di awal saya sampaikan, masyarakat kita ini khususnya di Indonesia pada umumnya, hampir 70% itu bertani, baik perkebunan, pertanian maupun nelayan. Memang di sini belum ditunjang oleh sektor yang lain yakni infrastruktur. Contoh masalah irigasi dan kebutuhan lain. Jadi memang kompleks.

Untuk hal ini mulai dari irigsi, infrastruktur jalan, hingga hilirnya atau tempat penjualan hasil pertanian. Kalau tepat dan selalu mendapat pengawasan dari pemerintah maka akan bagus. Kita contohkan saja di kampung halaman saya, Belitang, OKU Timur. Itu tidak pernah atau jarang sekali menjual beras, melainkan menjual gabah ke provinsi tetangga.

Coba kalau pemerintah kita membuat pabrik pengolahan di sana, tentunya nilai jualnya akan mahal, dan hasil yang diperoleh masyarakat juga tentunya akan lebih besar. Kondisi sekarang, belum panen atau dua bulan lagi mau panen tetapi mereka sudah beli beras. Padahal di Belitang itu idealnya produksi padi dalam setahun bisa mencapai tiga kali panen. Jadi tidak pernah kita jual hasilnya. Inilah yang kita harapkan ke pemerintah. Belum lagi masalah lahan.

Keinginan Gerindra ingin mencetak ribuan hektare sawah baru di setiap kabupaten secara bergantian. Ini tentunya juga bisa menjadi hak dari masyarakat. Sistemya masyarakat mungkin dari hasil panennya untuk membayar. Uang yang digelontorkan pemerintah juga bisa kembali, dan dari uang ini juga nantinya digunakan untuk pengembangan di daerah lainnya secara berkesinambungan.

Kalau ini dimaksimalkan, menurut kita butuh berapa lama pengaruh dirasakan masyarakat?

Tentu saja butuh waktu, biaya dan pemikiran yang sehat. Jika memang ini dijalankan dengan serius, komitmen dan skala prioritas, bisa saja dalam hitungan hingga masa periode pemerintahan sekarang itu sudah bisa dirasakan.

Kami sangat yakin, bisa merubah perekonomian masyarakat. Tapi, di pemerintahan ini kita menyayangkan, ketika Jokowi memprogramkan cetak sawah, Sumsel ternyata tidak dapat. Padahal di Sumsel banyak lahan tidur, yang bisa dikelola jika ada dananya. Mengandalkan masyarakat sendiri, jelas kesulitan.

Di sinilah peran kita kalau memang ingin membantu masyarakat. Katakanlah satu dua tahun ini dicetak sawah 1.000 hektare. Nanti mereka ini didata, siapa-siapa masyarakat yang tidak memiliki sawah. Menang tidak cuma-cuma, melainkan mereka nantinya tetap diminta untuk mengembambalikan biaya yang dikeluarkan pemerintah, nantinnya untuk pengembangan daerah lainnya.

Mereka membayarkan dari hasil panen, jadi uang ini tidak keluar sia-sia. Inilah sebenarnya yang kami harapkan, jadi kenapa kemarin kami mati-matian untuk merebut kursi presiden.

Tadi dikatakan, hasil pertanian sulit dipasarkan. Apa yang semestinya dilakukan?

Ini sebenarnya menjadi tanggung jawab eksekutif, pemerintah punya kebijakan mengendalikan harga. Jangan sampai terlalu jatuh. Bulog juga tidak mampu menampung hasil tani. Inilah sebenarnya solusi dan tugas dari pemerintah. Bagaimana kita berupaya hasil bumi, di-manajdengan baik sehingga komoditi pertanian terangkat dan niscaya membawa kebaikan juga bagi petani. Kalau ini dimaksimalkan jelas bisa memenuhi kebutuhan di sumsel, bahkan bisa memenuhi kebutuhan dari luar sumsel.

Jika program pemerintah di bidang pertanian baik, apakah dapat menekan impor?

Memang agak komplek permasalahan di tataran kita. Tetapi kalau tidak diselesaikan, atau meletakan batu dari sekarang jelas merugikan. Buahbuahan juga impor, padahal kita juga bisa menghasilkan ini. Kenapa ini terjadi? Karena memang tidak ditunjang oleh pemerintah. Kalau diurus, tidak mungkin impor.

Dengan catatan potensi kekayaan alam dimaksimalkan. Memang program ini tidak juga bisa hanya mengandalkan pemerintah, melainkan menjadi tanggungjawab bersama.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8020 seconds (0.1#10.140)