32 Tahun Keliling Indonesia
A
A
A
SEBELUM bergelut dengan ribuan buku tentang kesundaan, melalui Rumah Baca Buku Sunda, suami dari Siti Syalsiah itu sempat menjadi seorang nomaden, berkiling dari satu kota ke kota lain di Tanah Air.
Pontianak, Denpasar, Jambi, Irian, Plores, Surabaya, Jakarta adalah sebagian kota yang pernah disinggahi laki-laki yang biasa dipanggil Uwa Sas itu. Kebiasaan berpindah-pindah tempat itu disebabkan Mamat diharuskan patuh pada aturan di tempatnya bekerja, yakni PT Telkom. Status Mamat sebagai nomaden itu berlangsung dari mulai 1975 sejak mulai bekerja di Telkom, hingga 2007 silam ketika ditugaskan di Bandung.
“Sejauh-jauhnya saya ditugaskan, ujung-ujungnya berakhir juga di Bandung. Saya pensiun tahun 2007 saat ditugaskan di Bandung.Tapi sebelum pensiuan itu, saya sudah mendirikan Rumah Baca Buku Sunda yakni tahun 2004,” kata Mamat. Pendirian Rumah Baca Basa Sunda sendiri sebenarnya bukan yang pertama kali dilakukan oleh ayah satu anak itu.
Dalam masa dinasnya ke sejumlah kota, Mamat juga pernah membuat tempat baca serupa sebelum akhirnya ditinggalkan karena harus menjalankan tugas ke daerah lain. “Saat tugas di Jambi saya pernah mendirikan yang semacam ini. Di sana pengelolanya anak-anak sekolah. Kalau boleh dikatakan, yang sekarang ini kelanjutan dari yang di Jambi,” ungkap dia.
Kini setelah menghabiskan masa mudanya dengan berkeliling kota, di masa pensiunnya Mamat menghabiskan waktunya bersama ribuan buku Sunda, berdiskusi dengan orang lain,dan menulis. Tentunya di sela aktivitasnya itu Mamat selalu bercengkrama dengan keluarga tercintanya.
Inin nastain
Pontianak, Denpasar, Jambi, Irian, Plores, Surabaya, Jakarta adalah sebagian kota yang pernah disinggahi laki-laki yang biasa dipanggil Uwa Sas itu. Kebiasaan berpindah-pindah tempat itu disebabkan Mamat diharuskan patuh pada aturan di tempatnya bekerja, yakni PT Telkom. Status Mamat sebagai nomaden itu berlangsung dari mulai 1975 sejak mulai bekerja di Telkom, hingga 2007 silam ketika ditugaskan di Bandung.
“Sejauh-jauhnya saya ditugaskan, ujung-ujungnya berakhir juga di Bandung. Saya pensiun tahun 2007 saat ditugaskan di Bandung.Tapi sebelum pensiuan itu, saya sudah mendirikan Rumah Baca Buku Sunda yakni tahun 2004,” kata Mamat. Pendirian Rumah Baca Basa Sunda sendiri sebenarnya bukan yang pertama kali dilakukan oleh ayah satu anak itu.
Dalam masa dinasnya ke sejumlah kota, Mamat juga pernah membuat tempat baca serupa sebelum akhirnya ditinggalkan karena harus menjalankan tugas ke daerah lain. “Saat tugas di Jambi saya pernah mendirikan yang semacam ini. Di sana pengelolanya anak-anak sekolah. Kalau boleh dikatakan, yang sekarang ini kelanjutan dari yang di Jambi,” ungkap dia.
Kini setelah menghabiskan masa mudanya dengan berkeliling kota, di masa pensiunnya Mamat menghabiskan waktunya bersama ribuan buku Sunda, berdiskusi dengan orang lain,dan menulis. Tentunya di sela aktivitasnya itu Mamat selalu bercengkrama dengan keluarga tercintanya.
Inin nastain
(ars)