Penolakan PLTU Batang Terus Berlanjut
A
A
A
BATANG - Sekitar 500 warga yang tergabung dalam Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso, dan Roban (UKPWR) kembali melakukan aksi penolakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang kemarin.
Mereka berorasi dan memasang sejumlah spanduk dan bendera yang berisi penolakan terhadap PLTU batang di pesisir Desa Karanggeneng, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Aksi itu akan digunakan untuk menyambut kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke PLTU Batang.
Mereka juga tetap menggelar aksi setelah orang nomor dua di Indonesia itu belum jadi datang. “Rencananya aspirasi penolakan PLTU Batang ini mau kita sampaikan saat wapres datang. Infonya masih simpang siur. Rencana awal Rabu lalu, tapi tidak jadi,” kata koordinator aksi, Roidi, kemarin.
Alasan penolakan warga masih sama, yakni kerusakan alam yang akan terjadi jika PLTU Batang berdiri. Warga khawatir mata pencaharian mereka akan hilang. “Kalau PLTU berdiri, war ga otomatis kehilangan pekerjaannya, baik petani maupun nelayan. Sebab, lahan pertanian hilang. Sedangkan laut sekitar PLTU akan tercemar dan ikan yang hidup di sekitarnya akan pergi atau bahkan mati,” paparnya.
Pihaknya akan tetap melakukan berbagai upaya agar pembangunan PLTU batang urung dilakukan. “Kalau memang wapres tidak jadi, kami akan menemui pihak-pihak terkait agar pembangunan PLTU tetap tidak dilakukan,” tandas Roidi. Roidi mengancam akan mengambil langkah hukum jika diperlukan.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa menggunakan UU No 2/2012 untuk memaksa pemilik lahan menyerahkan tanahnya. “Kami juga akan ambil langkah hukum jika diperlukan agar pemerintah ti dak bisa menggunakan UU tersebut. Sebab itu melanggar aturan,” tandasnya.
Salah seorang nelayan bernama M Zaini, 40, menerangkan, penolakan itu dilakukan lantaran kerusakan laut yang akan terjadi jika PLTU berdiri. Sehingga nelayan sekitar terancam kehilangan mata pencaharian.
“Kalau laut rusak, ikan hilang atau mati, kita makan dari mana coba. Sebab, lautlah penghasilan kami satu-satunya. Jadi, kami menolak pembangunan PLTU Batang itu,” papar warga Roban itu. Aksi yang dilakukan oleh UKPWR itu dimulai sekitar pukul 09.00-11.00 WIB. Usai menggelar aksi, dengan tertib mereka membubarkan diri.
Prahayuda Febrianto
Mereka berorasi dan memasang sejumlah spanduk dan bendera yang berisi penolakan terhadap PLTU batang di pesisir Desa Karanggeneng, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Aksi itu akan digunakan untuk menyambut kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke PLTU Batang.
Mereka juga tetap menggelar aksi setelah orang nomor dua di Indonesia itu belum jadi datang. “Rencananya aspirasi penolakan PLTU Batang ini mau kita sampaikan saat wapres datang. Infonya masih simpang siur. Rencana awal Rabu lalu, tapi tidak jadi,” kata koordinator aksi, Roidi, kemarin.
Alasan penolakan warga masih sama, yakni kerusakan alam yang akan terjadi jika PLTU Batang berdiri. Warga khawatir mata pencaharian mereka akan hilang. “Kalau PLTU berdiri, war ga otomatis kehilangan pekerjaannya, baik petani maupun nelayan. Sebab, lahan pertanian hilang. Sedangkan laut sekitar PLTU akan tercemar dan ikan yang hidup di sekitarnya akan pergi atau bahkan mati,” paparnya.
Pihaknya akan tetap melakukan berbagai upaya agar pembangunan PLTU batang urung dilakukan. “Kalau memang wapres tidak jadi, kami akan menemui pihak-pihak terkait agar pembangunan PLTU tetap tidak dilakukan,” tandas Roidi. Roidi mengancam akan mengambil langkah hukum jika diperlukan.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa menggunakan UU No 2/2012 untuk memaksa pemilik lahan menyerahkan tanahnya. “Kami juga akan ambil langkah hukum jika diperlukan agar pemerintah ti dak bisa menggunakan UU tersebut. Sebab itu melanggar aturan,” tandasnya.
Salah seorang nelayan bernama M Zaini, 40, menerangkan, penolakan itu dilakukan lantaran kerusakan laut yang akan terjadi jika PLTU berdiri. Sehingga nelayan sekitar terancam kehilangan mata pencaharian.
“Kalau laut rusak, ikan hilang atau mati, kita makan dari mana coba. Sebab, lautlah penghasilan kami satu-satunya. Jadi, kami menolak pembangunan PLTU Batang itu,” papar warga Roban itu. Aksi yang dilakukan oleh UKPWR itu dimulai sekitar pukul 09.00-11.00 WIB. Usai menggelar aksi, dengan tertib mereka membubarkan diri.
Prahayuda Febrianto
(ftr)