Korban Butuh Perlindungan dan Pendampingan
A
A
A
PALEMBANG - Kehidupan perempuan dan anak–anak di provinsi ini masih belum aman.
Berdasarkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumsel, kekerasan terhadap kaum yang harusnya mendapatkan perlindungan dan kasih sayang tersebut meningkat dan mencapai ribuan. Pada 2011 lalu terdata 611 kasus, kemudian meningkat menjadi 1.062 kasus di tahun 2012 dan 2013 turun sedikit 957 kasus.
P2TP2A menyebutkan, jumlah tersebut hanya kasus yang terdata, dan diprediksi masih lebih banyak kasus kekerasan lain yang tidak dilaporkan dan tidak terdata. “Jumlah kasus kekerasan yang terjadi masih jauh lebih banyak, ketimbang korban yang memberanikan diri untuk melapor kepihak yang berwajib,” ujar Ketua P2TP2A Eliza Alex Noerdin pada sosialisasi P2TP2A di Kantor Pemprov Sumsel, kemarin.
Untuk kejadian 2014, sambungnya, belum terangkum mengingat masih dilakukan proses pendataan. Dia kembali menduga, masih banyak korban yang enggan melaporkan peristiwa yang dialaminya karena merasa malu dan menganggap kejadian yang menimpanya merupakan aib.
Menurut masyarakat, kekerasan terhadap perempuan dan anak justru dikaitkan pada penilaian tentang jejak moralitas dan latar belakang korban. Minimnya pemahaman masyarakat, memicu korban semakin terpuruk usai kejadian yang dialami.
“Mereka dituduh sebagai penyebab, atau memberi peluang ter ja dinya peristiwa tersebut. Korban kekerasan seksual dapat menghancurkan seluruh integritas hidupnya. Tak sedikit korban yang putus asa dan merasa tidak mampu lagi melanjutkan hidup,” katanya.
Karena tudingan itu, para korban kekerasan seksual kata Eliza enggan melapor kejadian yang mereka alami. Dia menjelaskan, kekerasan seksual berdampak psikologis terhadap korban yang sulit disembuhkan. Tak hanya sekadar pelanggaran asusila, tapi kekerasan seksual berdampak pada penurunan mental korban. “Banyak orang menilai kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya pelanggaran kesusilaan semata. Padahal, tak sesederhana itu. Korban kekerasan butuh perlindungan dan pendampingan,” katanya.
P2TP2A Sumsel memberikan bantuan pendampingan kepada korban untuk menghadapi kasus yang dihadapi. Selain mendapat bantuan dari para penegak hukum, P2TP2A wajib mengaksistensi korban dan memberi edukasi. “Kadang kasus-kasus itu terhenti di tengah perjalanan.
Salah satu tugas dari P2TP2A ini untuk pendampingan ke aparat penegak hukum, pengadilan dan juga ke bagian kesehatan. Contohnya kasus perkosaan yang dilakukan oleh salah oknum guru terhadap siswinya. Kasus ini telah berjalan kurang lebih 2 tahun, tapi terhenti entah. Setelah kami melakukan pendampingan, akhirnya berhasil dan tersangka sudah mendapatkan vonis selama 11 tahun penjara,” ungkapnya.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Sumsel Sititin mengatakan, sosialisasi ini diharapkan memberi informasi kepada masyarakat tentang keberadaan P2TP2A. Masyarakat diharapkan turut membantu dan melaporkan temuan tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak-anak. Lembaga ini juga memberikan pendampingan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan, untuk mengadvokasi hak-hak perempuan dan anak.
“Perempuan dan anak–anak harus mendapatkan perlindungan, terlebih yang telah menjadi korban kekerasan dan pelecehan,” tambanya.
Andhiko Tungga Alam
Berdasarkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sumsel, kekerasan terhadap kaum yang harusnya mendapatkan perlindungan dan kasih sayang tersebut meningkat dan mencapai ribuan. Pada 2011 lalu terdata 611 kasus, kemudian meningkat menjadi 1.062 kasus di tahun 2012 dan 2013 turun sedikit 957 kasus.
P2TP2A menyebutkan, jumlah tersebut hanya kasus yang terdata, dan diprediksi masih lebih banyak kasus kekerasan lain yang tidak dilaporkan dan tidak terdata. “Jumlah kasus kekerasan yang terjadi masih jauh lebih banyak, ketimbang korban yang memberanikan diri untuk melapor kepihak yang berwajib,” ujar Ketua P2TP2A Eliza Alex Noerdin pada sosialisasi P2TP2A di Kantor Pemprov Sumsel, kemarin.
Untuk kejadian 2014, sambungnya, belum terangkum mengingat masih dilakukan proses pendataan. Dia kembali menduga, masih banyak korban yang enggan melaporkan peristiwa yang dialaminya karena merasa malu dan menganggap kejadian yang menimpanya merupakan aib.
Menurut masyarakat, kekerasan terhadap perempuan dan anak justru dikaitkan pada penilaian tentang jejak moralitas dan latar belakang korban. Minimnya pemahaman masyarakat, memicu korban semakin terpuruk usai kejadian yang dialami.
“Mereka dituduh sebagai penyebab, atau memberi peluang ter ja dinya peristiwa tersebut. Korban kekerasan seksual dapat menghancurkan seluruh integritas hidupnya. Tak sedikit korban yang putus asa dan merasa tidak mampu lagi melanjutkan hidup,” katanya.
Karena tudingan itu, para korban kekerasan seksual kata Eliza enggan melapor kejadian yang mereka alami. Dia menjelaskan, kekerasan seksual berdampak psikologis terhadap korban yang sulit disembuhkan. Tak hanya sekadar pelanggaran asusila, tapi kekerasan seksual berdampak pada penurunan mental korban. “Banyak orang menilai kekerasan terhadap perempuan dan anak hanya pelanggaran kesusilaan semata. Padahal, tak sesederhana itu. Korban kekerasan butuh perlindungan dan pendampingan,” katanya.
P2TP2A Sumsel memberikan bantuan pendampingan kepada korban untuk menghadapi kasus yang dihadapi. Selain mendapat bantuan dari para penegak hukum, P2TP2A wajib mengaksistensi korban dan memberi edukasi. “Kadang kasus-kasus itu terhenti di tengah perjalanan.
Salah satu tugas dari P2TP2A ini untuk pendampingan ke aparat penegak hukum, pengadilan dan juga ke bagian kesehatan. Contohnya kasus perkosaan yang dilakukan oleh salah oknum guru terhadap siswinya. Kasus ini telah berjalan kurang lebih 2 tahun, tapi terhenti entah. Setelah kami melakukan pendampingan, akhirnya berhasil dan tersangka sudah mendapatkan vonis selama 11 tahun penjara,” ungkapnya.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan Sumsel Sititin mengatakan, sosialisasi ini diharapkan memberi informasi kepada masyarakat tentang keberadaan P2TP2A. Masyarakat diharapkan turut membantu dan melaporkan temuan tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak-anak. Lembaga ini juga memberikan pendampingan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan, untuk mengadvokasi hak-hak perempuan dan anak.
“Perempuan dan anak–anak harus mendapatkan perlindungan, terlebih yang telah menjadi korban kekerasan dan pelecehan,” tambanya.
Andhiko Tungga Alam
(ftr)