Pengembang Properti Alami Masa Sulit
A
A
A
BANDUNG - Pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan kenaikan suku bunga acuan (BI rate), pengembang perumahan lebih gencar melakukan promosi untuk mengejar target penjualan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat Irfan Firmansyah mengatakan, kedua kebijakan pemerintah tersebut sangat berpengaruh pada sektor bisnis perumahan. Kenaikan harga BBM bersubsidi memicu kenaikan harga bahan baku seperti semen, pasir, dan besi. Sedangkan kenaikan BI rate memicu kenaikan bunga kredit pemilikan rumah (KPR).
“Pengembang masih berhitung berapa kenaikan yang tepat pasca kenaikan BBM ber subsidi dan BI rate. Kenaikan bahan baku variatif, bahan baku pabrikan kurang dari 5%, sedangkan non pabrikan mencapai 10%. Sehingga masih banyak pengembang yang menjual dengan harga lama,” terangnya kepada KORAN SINDO di sela-sela Pameran Perumahan Jawa Barat di Graha Manggala Siliwangi, Kota Bandung, Sabtu (29/11).
Pengembang pun akhirnya melakukan efisiensi pengeluaran guna menghindari kerugian yang mungkin saja terjadi karena tidak menaikkan harga jual. Pihaknya mengingatkan anggota REI Jabar agar mengurangi dana pemodalan yang bersumber dari perbankan dan lebih mengandalkan dana murni atau dana masyarakat melalui IPO.
“Apalagi menjelang pa sar bebas Asean yang membuat persaingan bisnis lebih terbuka lagi,” katanya. Sebagai pengusaha, pihaknya menyiapkan dan saling berbagi informasi tentang analisis kemungkinan persaingan bisnis di era pasar bebas Asean men datang. Sebab, pihaknya tidak ingin hanya jadi penonton yang baik, tetapi berperan serta di dalamnya.
“Pasar bebas Asean ini bukan yang pertama sebenarnya. Karena sebelumnya pengembang asing pun sudah mu lai masuk ke Jabar melalui joint venture dengan pengembang lokal. Ini tantangan, karenanya kitanya yang harus siap menghadapi semakin gencarnya persaingan di masa mendatang,” tuturnya.
Menurutnya, Jabar menjadi magnet investasi di sektor bisnis yang merupakan kebutuhan primer masyarakat ini. Pengembangan kawasan industri seperti di Karawang dan Majalengka akan memicu pertumbuhan bisnis properti di daerah tersebut.
“Adanya tol, bandara, pelabuhan, maupun pengembangan kawasan industri akan menarik para pelaku untuk mengembangkan bisnis di kedua kawasan tersebut. Begitu juga Bandung yang sekarang bukan hanya jadi kota tujuan wisata atau kuliner, tetapi sudah menjadi kota tujuan investasi,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris DPD REI Jabar Joko Suranto menambahkan, pihaknya berharap perlambatan yang dimungkinkan terjadi di tahun depan tidak lebih dari 10%. “Di tahun depan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi perlambatan di sektor properti. Kami harap perlambatannya berkisar antara 5%-10%,” ujarnya.
Sebab, kata dia, kenaikan BI rate tidak serta merta menaikkan pendapatan, baik gaji pegawai maupun penghasilan wiraswasta. “Karenanya developer mengurangi sedikit proyeksi keuntungan dengan menekan biaya listrik dan lainlain,” sambungnya.
Dia pun menyebutkan beberapa hal yang harus benar-benar diperhatikan pengembang dalam menghadapi situasi cukup berat seperti saat ini. “Pastikan cash flow benar-benar aman, kurangi pembiayaan per bankan, tingkatkan performance manajemen atau produk,” sarannya.
Fauzan
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat Irfan Firmansyah mengatakan, kedua kebijakan pemerintah tersebut sangat berpengaruh pada sektor bisnis perumahan. Kenaikan harga BBM bersubsidi memicu kenaikan harga bahan baku seperti semen, pasir, dan besi. Sedangkan kenaikan BI rate memicu kenaikan bunga kredit pemilikan rumah (KPR).
“Pengembang masih berhitung berapa kenaikan yang tepat pasca kenaikan BBM ber subsidi dan BI rate. Kenaikan bahan baku variatif, bahan baku pabrikan kurang dari 5%, sedangkan non pabrikan mencapai 10%. Sehingga masih banyak pengembang yang menjual dengan harga lama,” terangnya kepada KORAN SINDO di sela-sela Pameran Perumahan Jawa Barat di Graha Manggala Siliwangi, Kota Bandung, Sabtu (29/11).
Pengembang pun akhirnya melakukan efisiensi pengeluaran guna menghindari kerugian yang mungkin saja terjadi karena tidak menaikkan harga jual. Pihaknya mengingatkan anggota REI Jabar agar mengurangi dana pemodalan yang bersumber dari perbankan dan lebih mengandalkan dana murni atau dana masyarakat melalui IPO.
“Apalagi menjelang pa sar bebas Asean yang membuat persaingan bisnis lebih terbuka lagi,” katanya. Sebagai pengusaha, pihaknya menyiapkan dan saling berbagi informasi tentang analisis kemungkinan persaingan bisnis di era pasar bebas Asean men datang. Sebab, pihaknya tidak ingin hanya jadi penonton yang baik, tetapi berperan serta di dalamnya.
“Pasar bebas Asean ini bukan yang pertama sebenarnya. Karena sebelumnya pengembang asing pun sudah mu lai masuk ke Jabar melalui joint venture dengan pengembang lokal. Ini tantangan, karenanya kitanya yang harus siap menghadapi semakin gencarnya persaingan di masa mendatang,” tuturnya.
Menurutnya, Jabar menjadi magnet investasi di sektor bisnis yang merupakan kebutuhan primer masyarakat ini. Pengembangan kawasan industri seperti di Karawang dan Majalengka akan memicu pertumbuhan bisnis properti di daerah tersebut.
“Adanya tol, bandara, pelabuhan, maupun pengembangan kawasan industri akan menarik para pelaku untuk mengembangkan bisnis di kedua kawasan tersebut. Begitu juga Bandung yang sekarang bukan hanya jadi kota tujuan wisata atau kuliner, tetapi sudah menjadi kota tujuan investasi,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris DPD REI Jabar Joko Suranto menambahkan, pihaknya berharap perlambatan yang dimungkinkan terjadi di tahun depan tidak lebih dari 10%. “Di tahun depan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi perlambatan di sektor properti. Kami harap perlambatannya berkisar antara 5%-10%,” ujarnya.
Sebab, kata dia, kenaikan BI rate tidak serta merta menaikkan pendapatan, baik gaji pegawai maupun penghasilan wiraswasta. “Karenanya developer mengurangi sedikit proyeksi keuntungan dengan menekan biaya listrik dan lainlain,” sambungnya.
Dia pun menyebutkan beberapa hal yang harus benar-benar diperhatikan pengembang dalam menghadapi situasi cukup berat seperti saat ini. “Pastikan cash flow benar-benar aman, kurangi pembiayaan per bankan, tingkatkan performance manajemen atau produk,” sarannya.
Fauzan
(ftr)