Saat Ini Dikeluhkan, Diharapkan Suatu Saat Berjaya
A
A
A
Sepak bola Indonesia sudah cukup pantas untuk dikeluhkan untuk saat ini. Dari mulai segi prestasinya di kancah internasional, hingga permasalahan di dalam negeri sendiri. Beberapa ajang terakhir yang telah diikutinya, seperti tim nasional (timnas) senior yang belum lama ini mengikuti Piala AFF.
Skuad asuhan pe latih asal Austria, Alfred Riedl, tersebut harus pulang lebih dulu setelah tak mampu lolos dari babak penyisihan grup. Timnas senior hanya mampu mengantongi empat poin, peringkat ketiga di dalam grup yang diisi tuan rumah Vietnam, Filipina, dan Laos. Ditahan imbang dengan skor 2- 2 oleh Vietnam, kalah 0-4 melawan Filipina, dan menang dengan skor 5-1 dari Laos. Kondisi seperti ini memang pernah dialami timnas di ajang yang sama pada 2012 lalu.
Prestasi timnas senior di ajang AFF, sepak bola tingkat ASEAN ini memang belum pernah merasakan juara. Hanya sempat menjadi runner up, di tahun 2000, 2002, 2004, serta 2010. Tak berhasilnya lolos di babak penyisihan ini juga diikuti yuniornya. Timnas U- 19 yang sempat diharapkan sebagai generasi emas sepak bola Indonesia saat ini tersebut juga pulang lebih awal pada ajang Piala Asia di Myanmar.
Timnas U-19, bersama satu grup dengan tim dari Australia, Uzbekistan, dan Uni Emirat Arab (UEA). Target sebelumnya yang telah dipatok, yaitu masuk ke babak semifinal agar bisa mendapatkan tiket ke Piala Dunia U-20, tak bisa diraihnya. Pelatih kepalanya, Indra Sjafri pun dipecat Badan Tim Nasional (BTN). Belum lagi permasalahan yang ada di negara sendiri.
Yang paling mencolok adalah kasus sepak bola gajah yang dimainkan PSS Sleman dan PSIS Semarang di kompetisi Divisi Utama, kasta kedua Liga Indonesia. Kedua tim tersebut samasama bermain tak mau memenangi pertandingan. Hujan gol bunuh diri tercipta di menit-menit akhir pertandingan. Skor berakhir dengan kedudukan 3-2 untuk kemenangan PSS. Investigasi atas kasus ini yang dilakukan Komisi Disiplin (Komdis) Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) telah mengeluarkan beberapa putusan.
Dari mulai diskualifikasi kedua tim di putaran delapan besar, hingga larangan beraktivitas dalam sepak bola. Sebagai negara yang mempunyai jumlah sekitar 240 juta penduduk, mayoritas juga merupakan penikmat olahraga si kulit bundar ini, nasib sepak bola Indonesia sudah cukup layak dikeluhkan. Seperti halnya di Yogyakarta, yang merupakan salah satu tujuan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan pendidikannya.
Kondisi sepak bola ini pun saat ini sedang hangat dibicarakan para mahasiswa Yogyakarta. Salah satunya Uman, 28 warga asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sedang melanjutkan studinya jenjang S-2 di salah satu Perguruan Tinggi (PT) swasta. “Memang sudah benar-benar harus dikeluhkan kalau seperti ini,” kata dia, dengan nada logat bicara yang berciri khas daerah asalnya tersebut.
Meski begitu, dia pun tetap menaruh harapan. Namun, entah tahun kapan nantinya, tetapi pasti sepak bola Indonesia akan jaya. “Tetap saya masih menaruh harapan dengan sepak bola Indonesia. Walau memang saat ini saya lebih memilih melihat pertandingan sepak bola Eropa dibandingkan Indonesia,” tuturnya.
Menanggapi kegagalan langkah timnas ini, Sekretaris Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DIY, Dwi Irianto, mengatakan, organisasi olahraga terbesar di Indonesia ini menurutnya harus segera berbenah. Terutama dalam pembinaan pemain usia mudanya.
“Kegagalan ini menjadi cambuk bagi PSSI. Untuk selanjutnya, harus fokus di dalam pembinaan usia mudanya untuk bisa tiga langkah ke depan. Contoh saja di ajang PON, harus ada yang diubah. Para pemain profesional di usia U-23 banyak. Bisa dipertemukan di ajang tersebut. Dengan adanya persiapan usia muda yang lebih matang, setiap ajang yang akan diikuti kita sudah ada target jauh-jauh ke depan. Semoga ini bisa kita bahas di Kongres PSSI, Januari (2015) mendatang,” ucapnya.
Ridho Hidayat
Yogyakarta
Skuad asuhan pe latih asal Austria, Alfred Riedl, tersebut harus pulang lebih dulu setelah tak mampu lolos dari babak penyisihan grup. Timnas senior hanya mampu mengantongi empat poin, peringkat ketiga di dalam grup yang diisi tuan rumah Vietnam, Filipina, dan Laos. Ditahan imbang dengan skor 2- 2 oleh Vietnam, kalah 0-4 melawan Filipina, dan menang dengan skor 5-1 dari Laos. Kondisi seperti ini memang pernah dialami timnas di ajang yang sama pada 2012 lalu.
Prestasi timnas senior di ajang AFF, sepak bola tingkat ASEAN ini memang belum pernah merasakan juara. Hanya sempat menjadi runner up, di tahun 2000, 2002, 2004, serta 2010. Tak berhasilnya lolos di babak penyisihan ini juga diikuti yuniornya. Timnas U- 19 yang sempat diharapkan sebagai generasi emas sepak bola Indonesia saat ini tersebut juga pulang lebih awal pada ajang Piala Asia di Myanmar.
Timnas U-19, bersama satu grup dengan tim dari Australia, Uzbekistan, dan Uni Emirat Arab (UEA). Target sebelumnya yang telah dipatok, yaitu masuk ke babak semifinal agar bisa mendapatkan tiket ke Piala Dunia U-20, tak bisa diraihnya. Pelatih kepalanya, Indra Sjafri pun dipecat Badan Tim Nasional (BTN). Belum lagi permasalahan yang ada di negara sendiri.
Yang paling mencolok adalah kasus sepak bola gajah yang dimainkan PSS Sleman dan PSIS Semarang di kompetisi Divisi Utama, kasta kedua Liga Indonesia. Kedua tim tersebut samasama bermain tak mau memenangi pertandingan. Hujan gol bunuh diri tercipta di menit-menit akhir pertandingan. Skor berakhir dengan kedudukan 3-2 untuk kemenangan PSS. Investigasi atas kasus ini yang dilakukan Komisi Disiplin (Komdis) Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) telah mengeluarkan beberapa putusan.
Dari mulai diskualifikasi kedua tim di putaran delapan besar, hingga larangan beraktivitas dalam sepak bola. Sebagai negara yang mempunyai jumlah sekitar 240 juta penduduk, mayoritas juga merupakan penikmat olahraga si kulit bundar ini, nasib sepak bola Indonesia sudah cukup layak dikeluhkan. Seperti halnya di Yogyakarta, yang merupakan salah satu tujuan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan pendidikannya.
Kondisi sepak bola ini pun saat ini sedang hangat dibicarakan para mahasiswa Yogyakarta. Salah satunya Uman, 28 warga asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sedang melanjutkan studinya jenjang S-2 di salah satu Perguruan Tinggi (PT) swasta. “Memang sudah benar-benar harus dikeluhkan kalau seperti ini,” kata dia, dengan nada logat bicara yang berciri khas daerah asalnya tersebut.
Meski begitu, dia pun tetap menaruh harapan. Namun, entah tahun kapan nantinya, tetapi pasti sepak bola Indonesia akan jaya. “Tetap saya masih menaruh harapan dengan sepak bola Indonesia. Walau memang saat ini saya lebih memilih melihat pertandingan sepak bola Eropa dibandingkan Indonesia,” tuturnya.
Menanggapi kegagalan langkah timnas ini, Sekretaris Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DIY, Dwi Irianto, mengatakan, organisasi olahraga terbesar di Indonesia ini menurutnya harus segera berbenah. Terutama dalam pembinaan pemain usia mudanya.
“Kegagalan ini menjadi cambuk bagi PSSI. Untuk selanjutnya, harus fokus di dalam pembinaan usia mudanya untuk bisa tiga langkah ke depan. Contoh saja di ajang PON, harus ada yang diubah. Para pemain profesional di usia U-23 banyak. Bisa dipertemukan di ajang tersebut. Dengan adanya persiapan usia muda yang lebih matang, setiap ajang yang akan diikuti kita sudah ada target jauh-jauh ke depan. Semoga ini bisa kita bahas di Kongres PSSI, Januari (2015) mendatang,” ucapnya.
Ridho Hidayat
Yogyakarta
(ars)