Bertahan Hidup dengan Warisan Suami

Jum'at, 28 November 2014 - 13:16 WIB
Bertahan Hidup dengan Warisan Suami
Bertahan Hidup dengan Warisan Suami
A A A
SEMARANG - Barang-barang kuno di sekeliling kita belum berarti sampah. Bagi sebagian orang, memiliki barang kuno justru mendatangkan keuntungan ekonomi. Sebagaimana yang dialami Kimiati Mahasen, 63, kolektor uang kuno yang biasa berjualan di kompleks Gedung Lawang Sewu Kota Semarang.

Beragam koleksi uang kuno dijual Kimiati, baik uang logam dan uang kertas, mulai keluaran tahun 1920-2002. D i antaranya seperti uang golden (Nederland) keluaran tahun 1920, setengah sen keluaran tahun 1945, 50 sen tahun 1959, 25 coni tahun 1971, dan uang Indonesia Rp10 dan Rp50 tahun 1995, Rp100 tahun 1994, Rp50 tahun 2002, dan lain sebagainya. Sementara uang kertas berupa Rp100, Rp1.000, dan Rp10.000 keluaran tahun 1952.

Ada pula uang Rp500 keluaran tahun 1954 dan Rp1.000, Rp5.000, dan Rp10.000 keluaran tahun 2000, serta banyak lagi yang lainnya. Meski nilai nominal uang kuno tak seberapa, bagi kalangan numismatika (pengumpul mata uang kuno), uang kuno tersebut bisa dijual hingga puluhan ribu rupiah. “Dari penjualan uang-uang kuno inilah bisa untuk makan,” ujar perempuan asal Kaliwungu, Kendal ini.

Kimiati telah berjualan uang kuno selama empat tahun terakhir. Uang-uang itu diperoleh dari suaminya yang telah meninggal pada 2000 lalu. “Dari situlah saya ditinggalin warisan berupa ratusan koin dan puluhan uang kuno oleh suami saya,” papar ibu tiga anak ini.

Menurut Kimiati, dulu suaminya memiliki hobi mengumpulkan benda-benda kuno sehingga koleksi mata uang kuno di rumahnya sangat banyak. Uang-uang itu kemudian dijual di kawasan Kota Semarang. “Seperti halnya di Kawasan Simpanglima ketika malam hari, suami saya sering berjualan di situ,” ujarnya.

Selain uang kuno, Kimiati juga menjual berbagai macam barang-barang kuno seperti lukisan bergambar Presiden RI Pertama Soekarno-Hatta ketika berada di Lawangsewu, lukisan pahlawan Jenderal Sudirman, serta sepasang keris dengan panjang empat meter. “Namun, untuk sekarang ini saya juga menjual berbagai macam kaus bergambar Lawangsewu, aksesori, dan berbagai gantungan kunci” paparnya.

Dari hasil penjualan barangbarang kuno itu, uang didapat dan bisa bertahan hidup. “Alhamdulillah, meskipun suami saya sudah tidak bisa memberikan uang nafkah, saya masih bisa bertahan hidup sampai sekarang dengan menjual dari hasil peninggalannya,” kata Kimiati.

Amin Fauzi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8487 seconds (0.1#10.140)