Inovasi Jadi Solusi Cegah Kepunahan Bahasa Jawa
A
A
A
YOGYAKARTA - Sebagai kota budaya, Yogyakarta memiliki kekhawatiran sendiri akan potensi punahnya bahasa Jawa dari kehidupan masyarakatnya. Guna mencegah kepunahan bahasa Jawa, pemerintah DIY pun memilih jalan dengan berinovasi pada pendidikan budaya dan bahasa Jawa untuk menarik minat masyarakat kembali mempelajarinya.
“Kekhawatiran akan punahnya bahasa Jawa sangatlah beralasan. Berdasarkan fakta, diketahui jika 2.500 bahasa di dunia telah punah saat ini, termasuk beberapa bahasa yang dulunya pernah ada di Indonesia sendiri. Untuk mencegah bahasa Jawa mengalami hal yang sama, tentu harus dilakukan upaya melestarikan bahasa Jawa ini,” ujar Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, kemarin.
Dalam launching aplikasi pendidikan aksara dan bahasa Jawa Hanacarakadi Grand Pasific, Sultan mengatakan, salah satu upaya menjaga ketahanan bahasa Jawa ialah dengan mempertahankan penuturan dan penulisan bahasa Jawa itu sendiri. Pemakaiannya pun bisa diperluas, tidak hanya saat pembelajaran atau adanya acara kebudayaan saja.
“Bahasa lokal juga bisa dijadikan sebagai bahasa pengantar dalam percakapan sehari-hari. Menurut sebuah penelitian, ilmu pengetahuan dapat ditangkap dengan lebih baik jika disampaikan dalam bahasa lokal dalam percakapan sehari-hari,” ucapnya.
Dengan adanya aplikasi Hanacaraka, masyarakat diharapkan bisa lebih mudah belajar aksara dan bahasa Jawa. Apalagi, menurut hasil kongres bahasa Jawa pada 2001, terbukti bahwa bahasa Jawa sulit tumbuh. “Dengan aplikasi ini kami pun jadi optimis bahasa Jawa bisa lebih familier di kalangan siswa. Apalagi selama ini bahasa Jawa diajarkan secara konvensional dan monoton. Dengan aplikasi ini, pembelajaran pun jadi bisa lebih interaktif dan modern,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, saat ini penggunaan bahasa dan huruf Jawa kian hari kian langka. Bahkan, di Jawa, pengguna bahasa Jawa diperkirakan tinggal 30% dari masyarakatnya. Dengan kondisi yang demikian, muncullah keprihatinan dan kekhawatiran, utamanya dari pelaku pendidikan.
“Karenanya, kami melalui Balak Teknologi Komunikasi Pendidikan (Tekkomdik) berupaya mengembangkan cara pembelajaran huruf dan bahasa Jawa yang lebih menyenangkan yakni aplikasi pembelajaran Hanacarakaini. Tidak hanya belajar, penggunanya juga bisa bermain sekaligus menguji kemampuan berbahasa Jawanya melalui permainan yang ada,” ujarnya.
Ratih Keswara
“Kekhawatiran akan punahnya bahasa Jawa sangatlah beralasan. Berdasarkan fakta, diketahui jika 2.500 bahasa di dunia telah punah saat ini, termasuk beberapa bahasa yang dulunya pernah ada di Indonesia sendiri. Untuk mencegah bahasa Jawa mengalami hal yang sama, tentu harus dilakukan upaya melestarikan bahasa Jawa ini,” ujar Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, kemarin.
Dalam launching aplikasi pendidikan aksara dan bahasa Jawa Hanacarakadi Grand Pasific, Sultan mengatakan, salah satu upaya menjaga ketahanan bahasa Jawa ialah dengan mempertahankan penuturan dan penulisan bahasa Jawa itu sendiri. Pemakaiannya pun bisa diperluas, tidak hanya saat pembelajaran atau adanya acara kebudayaan saja.
“Bahasa lokal juga bisa dijadikan sebagai bahasa pengantar dalam percakapan sehari-hari. Menurut sebuah penelitian, ilmu pengetahuan dapat ditangkap dengan lebih baik jika disampaikan dalam bahasa lokal dalam percakapan sehari-hari,” ucapnya.
Dengan adanya aplikasi Hanacaraka, masyarakat diharapkan bisa lebih mudah belajar aksara dan bahasa Jawa. Apalagi, menurut hasil kongres bahasa Jawa pada 2001, terbukti bahwa bahasa Jawa sulit tumbuh. “Dengan aplikasi ini kami pun jadi optimis bahasa Jawa bisa lebih familier di kalangan siswa. Apalagi selama ini bahasa Jawa diajarkan secara konvensional dan monoton. Dengan aplikasi ini, pembelajaran pun jadi bisa lebih interaktif dan modern,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, saat ini penggunaan bahasa dan huruf Jawa kian hari kian langka. Bahkan, di Jawa, pengguna bahasa Jawa diperkirakan tinggal 30% dari masyarakatnya. Dengan kondisi yang demikian, muncullah keprihatinan dan kekhawatiran, utamanya dari pelaku pendidikan.
“Karenanya, kami melalui Balak Teknologi Komunikasi Pendidikan (Tekkomdik) berupaya mengembangkan cara pembelajaran huruf dan bahasa Jawa yang lebih menyenangkan yakni aplikasi pembelajaran Hanacarakaini. Tidak hanya belajar, penggunanya juga bisa bermain sekaligus menguji kemampuan berbahasa Jawanya melalui permainan yang ada,” ujarnya.
Ratih Keswara
(ftr)