Buruh Ubah Angka KHL,Apindo Merajuk
A
A
A
MEDAN - Untuk ketiga kalinya, rapat finalisasi besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Medan kembali kandas, kemarin.
Kali ini dipicu aksi walk out Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Medan. “Alasan Apindo walk out karena belum siap menggelar rapat Dewan Pengupahan,” ujar Kadinsosnaker Kota Medan, Syarif Armansyah Lubis. Armansyah menjelaskan, anggota Dewan Pengupahan Kota Medan terdiri atas 32 orang, dan delapan orang di antaranya berasal dari Apindo Medan.
Dalam rapat kemarin, ada beberapa anggota Dewan Pengupahan yang tidak hadir sehingga peserta rapat tidak kuorum. “Karena banyak yang tidak hadir, rapat harus ditunda pelaksanaannya,” kata Armansyah. Armansyah akan mencoba berkomunikasi lagi dengan Apindo mengenai pembahasan KHL Medan yang tak kunjung dapat diputuskan. “Paling lambat 21 November mendatang hasil penetapan UMK sudah diserahkan ke gubernur,” ucapnya.
Ketua Apindo Medan, Rusmin Lawin, yang dikonfirmasi mengakui walk out saat rapat pembahasan KHL di Kantor Dinsosnaker, kemarin. “Saya memang tidak hadir dalam rapat itu, tapi dari laporan anggota kami, walk out dilakukan karena ketidaksesuaian penentuan UMK,” kata Rusmin. Rusmin menjelaskan, dalam rapat kedua sebelumnya, sudah diputuskan KHL buruh untuk Medan senilai Rp1.969.000.
Namun, angka ini kemudian diminta direvisi lagi oleh serikat pekerja dalam rapat kemarin. Kondisi inilah yang mengakibatkan pihaknya memilih walk out. “Untuk menetapkan KHL itu kan sudah sesuai rumus, survei, dan ada parameternya. KHL juga sudah diputuskan tinggal dijalankan, tapi mau diubah lagi. Tentunya tidak bisa seperti itu. Harus konsisten dengan keputusan yang sudah dibuat,” ujarnya.
Rusmin menambahkan, Apindo pada prinsipnya memahami keinginan buruh. Tapi serikat pekerja juga mesti paham dengan kondisi pengusaha. Apalagi dia mengibaratkan pengusaha dan buruh itu seperti adik dan kakak, dimana orang tuanya adalah pemerintah kota. “Kalau tetap mau dibongkar angkanya tentu kami juga keberatan. Kami tidak bisa lagi bersaing apalagi sebentar lagi memasuki perdagangan bebas.
Makanya keputusan UMK ini harus bisa memayungi kepentingan bersama. Kalau sudah diputuskan, sebaiknya konsisten untuk dijalankan,” ucap Rusmin. Terpisah, ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMPI) menggeruduk Kantor Gubernur Sumut (Gubsu) dan Balai Kota Medan untuk menyikapi rendahnya Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut 2015 dan rencana penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
“Kami memandang penetapan UMP ini merupakan penghinaan dan kado pahit bagi buruh yang ada di Sumut. Padahal, KHL yang ditetapkan Dewan Pengupahan Sumut itu diduga rekayasa, sehingga kami tegas menolaknya,” kata Ketua FSMPI, Minggu Saragih, saat berorasi di depan Kantor Gubsu, kemarin. Menurut dia, buruh sengaja menggelar aksi unjuk rasa sebagai bukti komitmen dan perjuangan FSMPI agar upah di Sumut naik 30%, bukan 7,9% seperti yang telah ditetapkan gubsu beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, buruh yang tu-run dalam aksi tersebut terdiri atas buruh Kota Medan, Deliserdang, dan Serdangbedagai. “Kami akan tetap mendesak gubernur untuk meneliti kembali hasil survei Dewan Pengupahan Sumut yang menetapkan KHL terendah di Kabupaten Serdangbedagai yang hanya Rp1.271.000. Padahal, survei kami, KHL di Sergai 2013 saja sudah di angka Rp1.505.000. Jadi, sungguh tidak masuk akal survei Dewan Pengupahan itu,” ujarnya.
Dia juga menyayangkan sikap rekan mereka (perwakilan serikat buruh ) di Dewan Pengupahan provinsi yang menyetujui penetapan upah murah ini. Padahal, ketika mereka bertanya pada anggota serikat pekerja yang duduk di Dewan Pengupahan itu, para buruh tetap menolak diberlakukannya upah murah. “Apalagi setelah kita ketahui, dari 24 provinsi yang di Indonesia, UMP di Sumut ini masuk urutan ketiga terkecil. Bahkan, untuk Pulau Sumatera, kita termasuk urutan terbawah dalam upah murah,” sebutnya.
Selain menyampaikan orasinya, para buruh juga melakukan aksi menggoyang pagar Kantor Gubsu. Kemudian, saat Kadisnakertrans Provsu, Bukit Tambunan, ingin menanggapi aksi tersebut, para buruh pun langsung menolak kehadirannya. Sebab, mereka ingin gubernur Sumut langsung yang turun dan menemui para buruh ini. Melihat gubernur tak kunjung hadir, para buruh pun akhirnya membubarkan diri.
Setelah dari Kantor Gubsu, massa kemudian bergerak ke Kantor Balai Kota Medan. Tuntutan yang diusung masih tetap sama, namun lebih difokuskan kepada tuntutan UMK Kota Medan sebesar Rp2,6 juta atau naik 30% dari UMK 2014. “Khusus Kota Medan, kami meminta wali kota menetapkan UMK Rp2,6 juta,” teriak Minggu Saragih di Balai Kota. Massa buruh kemudian diterima Sekretaris Daerah Kota Medan, Syaiful Bahri Lubis, di depan pagar Kantor Balai Kota.
Di hadapan buruh, Syaiful berjanji menyampaikan seluruh tuntutan kepada wali kota. “Semua aspirasi teman-teman buruh saya terima, dan bulat-bulat akan disampaikan kepada wali kota Medan sebagai pengambil keputusan,” ujarnya. Syaiful berkilah hanya sebagai administrator atau perpanjangan pimpinan dalam menjalankan roda pemerintahan. “Saya ini bawahan yang loyal dengan pimpinan,” katanya.
Kepada para buruh, Syaiful juga meminta maaf karena menerima tidak dapat menyediakan tempat yang layak untuk berdialog. “Saya tahu cuaca ini panas, dan saya minta maaf apabila tidak mampu memberikan pelayanan kepada teman- teman buruh, ”katanya. Mengenai KHL, Syaiful mengatakan, tergantung hasil pembahasan Dissosnaker bersama Dewan Pengupahan.
Lia anggia nasution/ Fakhrur rozi
Kali ini dipicu aksi walk out Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Medan. “Alasan Apindo walk out karena belum siap menggelar rapat Dewan Pengupahan,” ujar Kadinsosnaker Kota Medan, Syarif Armansyah Lubis. Armansyah menjelaskan, anggota Dewan Pengupahan Kota Medan terdiri atas 32 orang, dan delapan orang di antaranya berasal dari Apindo Medan.
Dalam rapat kemarin, ada beberapa anggota Dewan Pengupahan yang tidak hadir sehingga peserta rapat tidak kuorum. “Karena banyak yang tidak hadir, rapat harus ditunda pelaksanaannya,” kata Armansyah. Armansyah akan mencoba berkomunikasi lagi dengan Apindo mengenai pembahasan KHL Medan yang tak kunjung dapat diputuskan. “Paling lambat 21 November mendatang hasil penetapan UMK sudah diserahkan ke gubernur,” ucapnya.
Ketua Apindo Medan, Rusmin Lawin, yang dikonfirmasi mengakui walk out saat rapat pembahasan KHL di Kantor Dinsosnaker, kemarin. “Saya memang tidak hadir dalam rapat itu, tapi dari laporan anggota kami, walk out dilakukan karena ketidaksesuaian penentuan UMK,” kata Rusmin. Rusmin menjelaskan, dalam rapat kedua sebelumnya, sudah diputuskan KHL buruh untuk Medan senilai Rp1.969.000.
Namun, angka ini kemudian diminta direvisi lagi oleh serikat pekerja dalam rapat kemarin. Kondisi inilah yang mengakibatkan pihaknya memilih walk out. “Untuk menetapkan KHL itu kan sudah sesuai rumus, survei, dan ada parameternya. KHL juga sudah diputuskan tinggal dijalankan, tapi mau diubah lagi. Tentunya tidak bisa seperti itu. Harus konsisten dengan keputusan yang sudah dibuat,” ujarnya.
Rusmin menambahkan, Apindo pada prinsipnya memahami keinginan buruh. Tapi serikat pekerja juga mesti paham dengan kondisi pengusaha. Apalagi dia mengibaratkan pengusaha dan buruh itu seperti adik dan kakak, dimana orang tuanya adalah pemerintah kota. “Kalau tetap mau dibongkar angkanya tentu kami juga keberatan. Kami tidak bisa lagi bersaing apalagi sebentar lagi memasuki perdagangan bebas.
Makanya keputusan UMK ini harus bisa memayungi kepentingan bersama. Kalau sudah diputuskan, sebaiknya konsisten untuk dijalankan,” ucap Rusmin. Terpisah, ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMPI) menggeruduk Kantor Gubernur Sumut (Gubsu) dan Balai Kota Medan untuk menyikapi rendahnya Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut 2015 dan rencana penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
“Kami memandang penetapan UMP ini merupakan penghinaan dan kado pahit bagi buruh yang ada di Sumut. Padahal, KHL yang ditetapkan Dewan Pengupahan Sumut itu diduga rekayasa, sehingga kami tegas menolaknya,” kata Ketua FSMPI, Minggu Saragih, saat berorasi di depan Kantor Gubsu, kemarin. Menurut dia, buruh sengaja menggelar aksi unjuk rasa sebagai bukti komitmen dan perjuangan FSMPI agar upah di Sumut naik 30%, bukan 7,9% seperti yang telah ditetapkan gubsu beberapa waktu lalu.
Dia mengungkapkan, buruh yang tu-run dalam aksi tersebut terdiri atas buruh Kota Medan, Deliserdang, dan Serdangbedagai. “Kami akan tetap mendesak gubernur untuk meneliti kembali hasil survei Dewan Pengupahan Sumut yang menetapkan KHL terendah di Kabupaten Serdangbedagai yang hanya Rp1.271.000. Padahal, survei kami, KHL di Sergai 2013 saja sudah di angka Rp1.505.000. Jadi, sungguh tidak masuk akal survei Dewan Pengupahan itu,” ujarnya.
Dia juga menyayangkan sikap rekan mereka (perwakilan serikat buruh ) di Dewan Pengupahan provinsi yang menyetujui penetapan upah murah ini. Padahal, ketika mereka bertanya pada anggota serikat pekerja yang duduk di Dewan Pengupahan itu, para buruh tetap menolak diberlakukannya upah murah. “Apalagi setelah kita ketahui, dari 24 provinsi yang di Indonesia, UMP di Sumut ini masuk urutan ketiga terkecil. Bahkan, untuk Pulau Sumatera, kita termasuk urutan terbawah dalam upah murah,” sebutnya.
Selain menyampaikan orasinya, para buruh juga melakukan aksi menggoyang pagar Kantor Gubsu. Kemudian, saat Kadisnakertrans Provsu, Bukit Tambunan, ingin menanggapi aksi tersebut, para buruh pun langsung menolak kehadirannya. Sebab, mereka ingin gubernur Sumut langsung yang turun dan menemui para buruh ini. Melihat gubernur tak kunjung hadir, para buruh pun akhirnya membubarkan diri.
Setelah dari Kantor Gubsu, massa kemudian bergerak ke Kantor Balai Kota Medan. Tuntutan yang diusung masih tetap sama, namun lebih difokuskan kepada tuntutan UMK Kota Medan sebesar Rp2,6 juta atau naik 30% dari UMK 2014. “Khusus Kota Medan, kami meminta wali kota menetapkan UMK Rp2,6 juta,” teriak Minggu Saragih di Balai Kota. Massa buruh kemudian diterima Sekretaris Daerah Kota Medan, Syaiful Bahri Lubis, di depan pagar Kantor Balai Kota.
Di hadapan buruh, Syaiful berjanji menyampaikan seluruh tuntutan kepada wali kota. “Semua aspirasi teman-teman buruh saya terima, dan bulat-bulat akan disampaikan kepada wali kota Medan sebagai pengambil keputusan,” ujarnya. Syaiful berkilah hanya sebagai administrator atau perpanjangan pimpinan dalam menjalankan roda pemerintahan. “Saya ini bawahan yang loyal dengan pimpinan,” katanya.
Kepada para buruh, Syaiful juga meminta maaf karena menerima tidak dapat menyediakan tempat yang layak untuk berdialog. “Saya tahu cuaca ini panas, dan saya minta maaf apabila tidak mampu memberikan pelayanan kepada teman- teman buruh, ”katanya. Mengenai KHL, Syaiful mengatakan, tergantung hasil pembahasan Dissosnaker bersama Dewan Pengupahan.
Lia anggia nasution/ Fakhrur rozi
(ars)