Layanan BRT Harus Ditingkatkan

Jum'at, 07 November 2014 - 18:07 WIB
Layanan BRT Harus Ditingkatkan
Layanan BRT Harus Ditingkatkan
A A A
SEMARANG - Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah Ngargono mengatakan, jika okupansi bus Trans Semarang semakin meningkat, maka kepadatan lalu lintas berkurang. Sebab konsep pengoperasiannya, satu bus Trans Semarang mengurangi tiga angkutan umum di rute BRT.

“Tapi kenyataannya, kepadatan bahkan kemacetan lalu lintas di Kota Semarang tidak berubah. Artinya, keberadaan BRT itu tidak signifikan mengurangi angka kemacetan,” kata Ngargono, kemarin. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi saat meresmikan koridor III bus Trans Semarang, Rabu (5/11), mengklaim penumpang BRT terus meningkat. Dari 3.000 orang saat peluncuran koridor I, kini sudah mencapai 20.000 setiap hari dari empat koridor tersedia.

Selain itu, terus meningkatnya jumlah penumpang bus Trans Semarang menunjukkan bahwa angkutan massal ini mampu mengalihkan pengguna kendaraan pribadi ke BRT. Andaikan tidak ada layanan bus Trans Semarang, berarti puluhan ribu penumpang itu menggunakan kendaraan pribadi sehingga lalu lintas akan semakin padat dan menyebabkan kemacetan.

Menurut Ngargono, hal yang perlu dilakukan pemkot mengurangi pengguna kendaraan pribadi adalah dengan memperluas jangkauan layanan bus Trans Semarang. Idealnya di Kota Semarang ada 10 koridor dengan pengembangan melibatkan pengusaha angkutan umum agar tak merasa disaingi oleh keberadaan bus Trans Semarang.

“Harus tetap dikembangkan fasilitas dan pelayanannya. Seperti kenyamanannya, keamanannya, ketepatan waktu datang di shelter, kepastian menurunkan penumpang di shelter , dan tarif harus benar-benar disubsidi,” katanya.

Terkait fasilitas bus, kata Ngargono, saat ini masih ada penumpang yang mengeluhkan. Belum lama ini, seorang pelajar memprotes di dalam bus koridor I tak ada pegangan untuk penumpang berdiri. Padahal saat itu kondisinya penuh penumpang sehingga pelajar itu tidak merasa nyaman naik BRT.

“Hal semacam itu menurunkan kepuasan penumpang yang bisa membuat masyarakat enggan naik BRT. Pada akhirnya keberadaan BRT tidak signifikan mengurangi kemacetan,” ujarnya.

Pelayanan tiket elektronik (eticket) juga masih banyak dikeluhkan. Saat ini belum semua penumpang memiliki e-ticket karena pengoperasiannya tidak maksimal. Tidak semua koridor BRT ada pelayanan e-ticket, seperti koridor III yang baru diluncurkan. Terkait peresmian peluncuran pengoperasian BRT Koridor III rute Pelabuhan Tanjungmas-Sultan Agung, Ngargono meminta benar-benar dimaksimalkan.

Sebab selama ini banyak pekerja di pelabuhan kesulitan transportasi karena hanya ada ojek motor. “Shelter BRT harus ada yang dibangun di dalam pelabuhan agar benar-benar memudahkan mobilitas orang yang bekerja di pelabuhan,” katanya.

Perawatan terhadap fisik bus Trans Semarang harus dilakukan berkala agar kerusakan yang terjadi, khususnya di BRT koridor I yang sudah beroperasi lama, tidak mengurangi keamanan, kenyamanan, dan keselamatan penumpang. Sementara pengamat transportasi dari Unika Soegidjopranoto Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan, Koridor I Trans Semarang sudah hampir 6 tahun beroperasi, tapi hingga kini pengusaha lama di sepanjang koridor itu belum menjadi operator BRT.

“Sekarang tinggal 39 armada bus (dengan 9 pengusaha) yang operasionalnya sudah di atas 15 tahun dari 70 armada semula. Segeralah 9 pengusaha berhimpun konsorsium membentuk badan hukum untuk menjadi operator BRT Trans Semarang Koridor I,” katanya. Menurut Djoko, BRT belum efektif mengatasi lamanya waktu perjalanan, macet, sebagai akses strategis ke wilayah tujuan, keamanan publik, dan lainnya.

Seperti kemacetan di pertigaan jembatan besi Kaligarang makin parah. Ini menandakan tidak ada transportasi umum memadai yang melayani daerah itu. Kawasan kampus dan permukiman sudah saatnya dilayani jalur BRT Trans Semarang. Jika setiap tahun pemkot hanya membangun 2-3 koridor BRT, kemudian mau bangun feeder setelah semua koridor utama terbangun, maka membutuhkan waktu lama.

Bisa sampai 10 tahun ke depan baru tuntas. Padahal kebutuhan layanan transportasi umum tidak bisa ditunda lagi. “Ketika BRT Trans Semarang dirancang 2005, diprediksi 2015 sudah kelar untuk semua koridor termasuk feeder ,” katanya. Djoko menilai, pemkot hanya mengukur keberhasilan BRT dari sisi kuantitas, yakni sudah memenuhi amanah RPJMD 3 koridor.

Sayangnya, pemkot menutup mata dengan kualitasnya karena armadanya kurang dan semakin buruk, tiket elektronik tidak maksimal, penumpang tidak mendapat kepastian menunggu di shelter, sopir tidak nyaman kemudikan bus, masih ada penumpang yang turunkan tidak di shelter, dan lainnya. Menurutnya, layanan BRT yang menjangkau kawasan permukiman merupakan keharusan.

Terlebih lagi, di Kota Semarang sudah terbangun lebih dari 115 kawasan perumahan baru yang tidak dilayani layanan sarana transportasi umum memadai. “Untuk mencapai hal itu, perlu penyegaran sumber daya manusia di Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang,” ujarnya.

Ketua DPRD Kota Semarang HA Supriyadi juga mendesak pemkot terus mengembangkan koridor BRT Trans Semarang. Jangkauannya harus diperluas hingga masyarakat seluruh Kota Semarang dapat mengakses transportasi massal kebanggaan Kota Semarang ini.

M abduh
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0785 seconds (0.1#10.140)