Banjir Bandang Hanyutkan Rumah dan Musala

Minggu, 02 November 2014 - 14:52 WIB
Banjir Bandang Hanyutkan Rumah dan Musala
Banjir Bandang Hanyutkan Rumah dan Musala
A A A
TAPANULI SELATAN - Banjir bandang yang menerjang Desa Simatorkis, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Jumat (31/10) sekitar 18.00 WIB, menghanyutkan tiga rumah, satu musala dan sepeda motor.

Tidak ada korban jiwa dalam bencana ini, namun seorang warga mengalami luka serius akibat terseret arus. Pantauan KORAN SINDO MEDAN, kemarin, gelondongan kayu berukuran besar masih terlihat di pinggiran sungai dan belum dibersihkan. Sedangkan puing-puing rumah dan musala yang hanyut tidak terlihat sama sekali karena disapu bersih banjir. Warga juga tidak bisa ke sawah karena dua unit jembatan penghubung rusak dihantam banjir bandang.

Sejumlah warga tampak nekat menyeberangi sungai untuk ke sawah, namun baru beberapa langkah mereka mundur kembali karena air masih tinggi dan deras. Seorang warga Desa Simatorkis, Arsan Harahap, 45, mengatakan, banjir bandang itu terjadi ketika warga pulang dari kebun. Dalam tempo beberapa menit saja debit air sungai meningkat dan berubah keruh karena bercampur lumpur. Tak lama kemudian arus sungai sangat deras dan membawa gelondongan kayu.

“Saat itu kami sedang duduk- duduk di warung. Melihat air sudah tinggi, kami langsung membawa sepeda motor kami ke tempat yang lebih tinggi. Setelah itu warung tersebut langsung hanyut diterjang banjir yang membawa bongkahan batu dan batang kayu,” ujarnya. Beruntung, sejumlah warga di warung tersebut cepat menyelamatkan diri sehingga terhindar dari malapetaka. Warga lainnya, Zulhendra Sitompul, 32, sempat terjebak arus sungai yang sangat deras. Beruntung dia dapat bertahan dan berhasil menjangkau tempat yang lebih tinggi.

“Saya awalnya mau menyelamatkan sepeda motor, tapi malah saya yang terseret arus hingga 50 meter. Sepeda motor saya hanyut dan belum ditemukan,” ucapnya. Saat hanyut dia meminta tolong kepada teman-temannya yang sama duduk di warung. Namun, teriakannya sia-sia karena temannya sibuk menyelamatkan diri masing-masing. Zulhendra bisa selamat karena memegang akar pohon dan pelan-pelan merambat sampai ke daratan,”Kalau tidak ada akar itu mungkin saya sudah tewas. Apalagi saat itu saya mulai lemas,” imbuhnya.

Kepala Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah I Medan, Hendra Suwarta mengatakan, memang sejak lama memang sudah diinformasikan bahwa November merupakan puncak hujan. “Banjir bandang, bisa terjadi karena kerusakan hutannya yang cukup besar. Kondisi ini mungkin terjadi di daerah tersebut (Desa Simatorkis),” paparnya.

Curah hujan di Sumatera Utara (Sumut) rata-rata dari 151-500 milimeter dalam sebulan. Curah hujan yang tinggi umumnya melanda wilayah pantai barat dan sebagian pantai timur. Intensitas hujan di dua kawasan tersebut juga berbeda- beda. Di daerah pegunungan hujan turun pada sore hingga malam hari, sementara di daerah perkotaan hujan turun bisa pada malam hingga pagi hari. Hendra mengimbau agar masyarakat mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir besar. Bahkan, untuk daerah pegunungan, ia juga meminta untuk mewaspadai terjadinya tanah longsor.

“Banjir berpotensi karena sejak September hujan sudah tinggi. Tanah mengalami kelembaban sehingga daya serapan air kurang ke dalam tanah. Kami minta masyarakat berhati- hati dan mewaspadai ini. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan agar berhati- hati dengan terjadinya longsor,” imbuhnya.

Zia ul haq nasution/ Siti amelia
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5792 seconds (0.1#10.140)