Lestarikan Budaya lewat Kisah Pemuda Batak

Kamis, 30 Oktober 2014 - 14:24 WIB
Lestarikan Budaya lewat Kisah Pemuda Batak
Lestarikan Budaya lewat Kisah Pemuda Batak
A A A
MEDAN - Jika selama ini peringatan sumpah pemuda hanya sebatas seremonial di Kota Medan. Hal berbeda ditunjukkan Rumah Karya Indonesia melalui Ajang Jong Bataks Arts Festival yang berlangsung di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), ternyata tidak hanya sekadar ajang bagi para seniman muda untuk berkarya, tapi membawa pesan yang kuat.

Seperti yang ditampilkan Drama Musical Kolosal Opera Jong Batak dalam memperingati Sumpah Pemuda, Selasa (28/10), sengaja mengangkat budaya Batak dan kehidupan anak muda masa lalu dan masa mendatang.

Drama musikal kolosal yang melibatkan 130 orang itu terlihat apik memainkan peran masing-masing. Destry Andifasi Sinulingga, Rima Wulan, Maesarah, Josua Titanta Bulele, Yogi Pranata, Faisal Almasumi, dan kawankawan, bermain layaknya pemain profesional sehingga suasana di ruangan tidak membosankan.

Sebelum pementasan dimulai, seluruh pemeran terlebih dahulu mengucapkan Sumpah Pemuda berkali-kali. Setelah itu, pementasan dimulai dengan cerita Destry Andifasi Sinulingga bersama lima kawannya masuk lorong masa lalu sekitar tahun 1928 dan masa mendatang.

Di lorong masa lalu itu, terlihat kehidupan suku Batak begitu kompak karena kaum mudanya menjunjung tinggi nilai persatuan. Singkat cerita, setiap ada permasalahan yang ada di kelompoknya (kawasan) selalu dimusyawarahkan di bawah kendali petuah adat (tokoh masyarakat). Selain itu, kehidupan juga begitu alami dengan seni yang kuat, seperti tari tor-tor.

Setelah melihat lorong waktu masa lalu. Destry Andifasi Sinulingga kemudian masuk ke lorong masa mendatang. Kehidupan pada masa mendatang terlihat begitu kontras dengan masa lalu. Sebab kaum muda sangat individualis, hedonis dengan hobi pesta tanpa melihat kebudayaan sebelumnya. Untuk menunjukkan jati dirinya, kaum muda lebih suka diskotek daripada mengarah pada kebudayaan masa lalu.

Nuansa kebudayaan semakin terlihat dengan menampilkan tarian 5 Puak Batak, yakni Batak Toba, Mandailing/Angkola, Simalungun, Karo, dan Pakpak. Tidak hanya itu, untuk menggambarkan kehidupan masa mendatang juga menampilkan tarian ketika di klub malam.

Drama Musikal Kolosal Opera Jong Batak berdurasi sekitar 90 menit itu disutradarai Agus Susilo dengan mengajak pemain teater dari sejumlah SMA di Kota Binjai. Selain itu, bekerja sama dengan 30 komunitas anak muda dan sekolah.

Putra Jawa ini sengaja menampilkan Drama Musikal Kolosal Opera Jong Batak itu agar berbeda dengan peringatan hari sumpah pemuda pada umumnya. Di sisi lain, dia tidak ingin nilai-nilai kebudayaan dihilangkan.

Dengan pertunjukan tersebut, pemilik rambut panjang ini berharap kebudayaan lokal terus dilestarikan. “Kita berharap agenda kebudayaan seperti ini aktif dilakukan setiap tahunnya,” katanya.

Salah satu warga Medan Kota, Hendri Sianturi, mengaku bangga dengan drama musikal kolosal yang mengangkat kebudayaan Batak. Ia berharap pementasan seperti ini lebih sering digelar untuk mengingatkan kaum muda tentang kebudayaan. “Selain menghibur juga memberikan nilai kebersamaan dan kebudayaan. Saya suka,” ujarnya.

Irwan Siregar
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0382 seconds (0.1#10.140)